29–442003. http:www.gires.org.ukgenderdev.php. Diakses 10 Juni 2010 Identitas Sosial

commit to user 112 Faktor biologis merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi idenitas gender. Di samping itu juga terdapat faktor sosial yang memiliki pengaruh tak kalah signifikannya dalam membentuk konsepsi diri seseorang terhadap identitas gendernya. Terkadang identitas gender seseorang yang diperoleh dengan pengaruh dari faktor-faktor sosial ini menjadi tidak konsisten dengan faktor-faktor karakteristik biologisnya, yang menyebabkan individu tersebut menampilkan pola perilaku yang oleh masyarakat mayoritas dianggap berada di luar norma perilaku yang sesuai. Ekspresi gender inilah yang disebut sebagai gender variant , atau transgender. 104 Orang-orang yang mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang transgender memiliki keinginan kuat untuk mempromosikan identitas dirinya karena sesungguhnya konsep diri dapat lebih dipahami oleh seorang individu ketika ia melihat bagaimana orang lain memandang dirinya. Karena itu, seorang transgender akan berupaya mengarahkan pandangan itu sesuai apa yang dia maui, yakni dengan menunjukkan pola perilaku gender variant , yang satu contoh di antaranya adalah pola penggunaan fashion. Pembentukan identitas gender merupakan proses kompleks yang bermula dari sebuah konsepsi, yang melibatkan proses pertumbuhan dan belajar sejak bayi dilahirkan. Terdapat poin-poin diferensiasi, namun bahasa dan tradisi dalam sebagian besar kelompok masyarakat mendorong suatu keyakinan bahwa setiap individu haruslah dikategorisasikan sebagai pria atau wanita. 103 Lihat Vassi, M. Beyond bisexuality. Journal of Bisexuality 52: 283-290. dan Martin, M. Kay Voorhies, B. 1975. Supernumerary Sexes: Chapter 4 of Female of the Species. Columbia University Press, New York: 23. 2005 104 Wylie. K.. Atypical Gender Development – A Review. Dalam International Journal of Transgenderism

9: 29–442003. http:www.gires.org.ukgenderdev.php. Diakses 10 Juni 2010

commit to user 113 Ketika sebuah identitas gender seseorang menjadikannya seorang pria atau wanita, namun alat kelamin maupun ciri-ciri fisiknya menunjukkan identitas gender biologis yang berbeda, maka akan timbul gender trouble .

2. Identitas Sosial

Pertanyaan yang muncul dari pemikiran tentang identitas diri adalah bagaimana diri individu terhubung dengan lingkungan sosialnya. Fokus selanjutnya adalah penjelasan tentang aksi individual di dalam sebuah kelompok in terms of mental events and states . Pertanyaan mengenai alasan psikologis yang mendorong adopsi individu terhadap suatu identitas kelompok berusaha dijawab oleh banyak peneliti yang tertari dengan identitas sosial ini. Banyak orang mendapatkan perasaan positif dan superior yang berkaitan erat dengan epercayaan diri, dari identifikasi dirinya dalam sebuah kelompok identitas tertentu. Dua ahli yang melakukan penyelidikan mendalam terhadap permasalahan itu adalah Henri Tafjel dan John C. Turner, yang berhasil memformulasikanteori identitas sosial yang memiliki banyak pengikut dan dapat diimplementasikan ke daam berbagai disiplin ilmu. Seperti diungkapkan oleh Cote dan Levine 2002, teori ini terutama berfokus pada kategorisasi diri . Mereka telah mengembangkan suatu tipologi yang berupaya menginvestigasi perilaku yang berbeda yang dapat dimiliki oleh individu 105 : 105 Cote, James E.; Levine, Charles 2002. Identity Formation, Agency, and Culture. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. commit to user 114 Gejala-Gejala Psikologis Gejala-Gejala Kepribadian Gejala-Gejala Sosial Refuser Develops cognitive blocks that prevent adoption of adult role- schemas Engages in child-like behavior Shows extensive dependency upon others and no meaningful engagement with the community of adults Drifter Possesses greater psychological resources than the Refuser i.e., intelligence, charisma Is apathetic toward application of psychological resources Has no meaningful engagement with or commitment to adult communities Searcher Has a sense of dissatisfaction due to high personal and social expectations Shows disdain for imperfections within the community Interacts to some degree with role-models, but ultimately these relationships are abandoned Guardian Possesses clear personal values and attitudes, but also a deep fear of change Sense of personal identity is almost exhausted by sense of social identity Has an extremely rigid sense of social identity and strong identification with adult communities Resolver Consciously desires self-growth Accepts personal skills and competencies and uses them actively Is responsive to communities that provide opportunity for self-growth Tabel 4.1 Tipologi Perilaku Salah satu konsep utama dari teori identitas sosial adalah “kategorisasi”. Idenya adalah bahwa orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat senantiasa melakukan kategorisasi satu sama lain. Kategorisasi ini dilakukan terkadang tanpa sadar, yang menciptakan seperangkat kelompok- kelompok yang sifatnya natural. Seperti telah disampaikan sebelumnya dalam identitas gender, sesungguhnya kategorisasi ini adalah buatan banyak orang yang dilakukan dengan tanpa sadar. Label-label lantas diberikan, semisal bagaimana seseorang disebut sebagai wanita, eksekutif muda, orang berkursi roda, anak-anak, politisi, dan seterusnya. commit to user 115 Kategorisasi tersebut memainkan peranan pada identitas personal dan bagaimana seseorang mempersepsikan identitas dari orang lainnya. Seorang waria atau transgender, mendapatkan label “waria” itu dari proses yang sama. Persepsi dirinya, bergabung dengan persepsi orang lain terhadap dirinya yang ia tangkap, membentuk sebuah identitas sosial “waria”. Penemuan identitas diri dan sosial ini sebagaimana identitas gender, akan mendorong pada perilaku komunikasi tertentu. Dalam hal ini pengaruh kelompok akan mendorong seorang waria untuk berperilaku yang mencerminkan keanggotaannya di dalam kelompok tersebut. Comparison , atau pembandingan merupakan salah satu kunci dalam memahami teori identitas sosial. Sekali seseorang mengidentifikasikan dirinya dan orang lain, mereka akan mulai untuk melakukan pembandingan. Orang akan berupaya untuk menampilkan citra positif, atau setidaknya keunikan yang akan menjadikan kelompoknya mampu berdiri sendiri dan memiliki karakter khas. Hal ini sangat tampak pada pola penggunaan fashion oleh kelompok-kelompok di masyarakat. Misalnya kelompok cendekia muslim, pada umumnya akan ilih fashion yang dapat menonjolkan citra mereka sebagai cendekia muslim, misalnya pemakaian jilbab, maupun baju gamis pada perempuan, atau menumbuhkan jenggot pada pria. Contoh selanjutnya adalah pada anggota komunitas punk, yang tentu saja memilih mengikuti fashion yang diterima oleh kelompok mereka sendiri tanpa memperhatikan pakem fashion tradisional yang diterima oleh masyarakat mayoritas. Dan pada kelompok waria, akan dijelaskan commit to user 116 secara lebih terperinci bagaimana bentuk-bentuk pola komunikasi fashion ini dan motivasi yang mendorongnya. Teori identitas sosial memainkan peranan penting dalam banyak interaksi sosio-kultural, dalam cara yang berbeda-beda, yang mana orang menambil sebuah identitas dari keanggotaannya daam sebuah kelompok tertentu. Juga dalam upaya untuk memahami bagaimana kelompok mencitrakan dirinya maupun individu sebagai anggotanya dalam rangka upaya untuk menumbuhkan kepercayaan diri. commit to user 117

BAB V P E N U T U P

A. KESIMPULAN

Berkomunikasi tidak dapat dibantah merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Dalam pengaplikasiannya ke dalam kehidupan sehari-hari ada banyak instrumen yang digunakan manusia untuk menyampaikan pesannya melalui kegiatan berkomunikasi ini, satu diantaranya adalah fashion. Bukan hal yang baru, namun memang belum semua orang juga memanfaatkan instrumen fashion sebagai alat komunikasi. Namun, tidak dapat kita pungkiri pula bahkan sejak lama kita telah dapat menilai suatu peradaban melalui cara mereka memanfaatkan fashion. Salah satu diantara kelompok komunitas yang dengan konsisten berkomunikasi menggunakan fashion adalah kelompok waria. Melalui penelitian ini dapat terlihat bagaimana simbol-simbol sosial, dalam hal ini fashion, dimaknai dan mampu memberikan identitas bagi diri waria. Melalui pakaian, make up dan aksesoris waria menciptakan identitas subyektif dan obyektif yang jika dijabarkan adalah sebagai berikut : 1. Identitas pada pakaian waria. Secara subyektif dinyatakan bahwa waria mengadopsi penampilan perempuan sepenuhnya, pakaian yang nyaman menurut dia, namun di sisi lain waria tidak menginginkan menjadi perempuan. Mereka hanya memerankan perempuan dalam kehidupan sehari-harinya, namun secara penuh menyadari bahwa dirinya adalah