commit to user
98 konsep diri. Seringkali dengan melihat kelompoknya itu, seorang waria akan
mengarahkan perilakunya
dan menyesuaikan
dirinya dengan
ciri-ciri kelompoknya.
2. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya
Cross Dressing
Perilaku
cross dressing
atau menyerupai lawan jenis yang identik dengan waria tentunya tidak terjadi begitu saja. Jalaluddin Rakhmat berpendapat bahwa
terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi pola perilaku manusia, yaitu faktor personal, dan faktor situasional
96
. a. Faktor Personal
a.1. Faktor Biologis Faktor biologis biasanya merupakan faktor terbesar yang
membawa perubahan dalam diri laki-laki yang memutuskan untuk melakukan
cross dressing
. Sebagian besar waria merasa mereka berada dalam sosok tubuh yang salah biasanya dimulai sejak usia
dini usia SD. Perilaku ini ditandai biasanya pada cara berbicara yang cenderung feminin. Selain itu pola bermainnya pun berbeda
dengan anak laki-laki kebanyakan. Biasanya mereka cenderung lebih suka bermain dengan anak perempuan ketimbang bermain
dengan anak laki-laki. Ketika memasuki usia remaja, biasanya orientasi seksual mereka mulai terlihat di mana mereka bukan
menyukai lawan jenis, melainkan sesama jenis. Dan ketika
96
Rakmat, op.cit, hal 63
commit to user
99 berhubungan dengan pasangan waria cenderung memperlakukan
dan berharap diperlakukan sebagai perempuan dan bukan sebagai pasangan laki-laki.
Wilson yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat berpendapat bahwa perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah
diprogram secara genetis dalam jiwa manusia, yang disebut
epigenetic rules
97
. Meskipun banyak pendapat yang menolak sosiobiologis sebagai determininisme biologis dalam kehidupan
sosial, namun tak dapat dipungkiri kenyataan bahwa struktur biologis manusia – genetika, sistem syaraf dan sistem hormonal –
sangat mempengaruhi perilaku manusia. Kromosom penentu jenis kelamin manusia dikenal sebagai
kromosom X dan Y. Kedua sistem kromosom ini sangat mempengaruhi manusia, kaitannya dengan seksualitas maupun
jenis kelamin. a.2. Faktor Sosiopsikologis
Kondisi biologis merupakan pemicu dari perilaku
cross dressing
. Namun, kondisi sosial atau lingkungan pergaulan pun dapat menjadi faktor pendukung terjadinya perilaku
cross dressing
ini. Dari
interview
yang peneliti lakukan peneliti menemukan bahwa pola asuh anak dapat menjadi salah satu
penyebab terjadinya perilaku
cross dressing
ketika si anak
97
ibid
commit to user
100 tumbuh dewasa. Ada kalanya jenis kelamin dari anak yang
dilahirkan tidak sesuai dengan keinginan orang tua, misalnya orang tua mengharapkan anak perempuan, namun yang mereka
dapatkan anak laki-laki. Tidak jarang kekecewaan ini membuat beberapa orang tua memperlakukan anaknya tidak sesuai dengan
jenis kelamin anak tersebut. Dalam penelitian ini salah satu narasumber, Susi Fitriah, menegaskan hal ini, di mana sejak kecil
ia diperlakukan seperti perempuan oleh keluarganya, bahkan dipakaikan baju perempuan, sehingga sejak kecil ia merasa
dirinya adalah perempuan. Biasanya anak yang dibesarkan dengan pola asuh yang salah seperti ini, biasanya lebih mudah
diterima oleh keluarganya ketika ia memutuskan untuk melakukan
cross dressing
di usia dewasanya. 2. Faktor Situasional
Faktor situasional di antaranya lingkungan pergaulan yang juga dapat menjadi pemicu terjadinya perilaku
cross dressing.
Ada pula yang mengalami kekerasan secara seksual ketika masih kecil sehingga akhirnya trauma ini mempengaruhi orientasi
seksual mereka. Selain itu, faktor kondisi sosial-ekonomi. Di Indonesia
rasanya tidak sulit menemukan laki-laki yang melakukan perilaku
cross dressing
dengan alasan ekonomi. Hal ini dijumpai terutama pada kelompok pekerja seni. Di Indonesia sosok laki-laki yang
commit to user
101 berpakaian perempuan memang akrab dengan dunia hiburan
karena dianggap lucu dan sangat menghibur. Profesi penari, pertunjukan teaterseni peran, dan alih vokal
lip sync
adalah beberapa profesi yang menjanjikan dan membuat beberapa laki-
laki kemudian memutuskan untuk berperilaku
cross dressing.
Perilaku
cross dressing
pada kelompok ini biasanya tidak terkait dengan orientasi seksual mereka, karena tidak semua pelaku
cross dressing
pada kelompok ini adalah seorang homoseksual.
commit to user
102
B. POLA PENGGUNAAN FASHION DAN PEMBENTUKAN IDENTITAS KELOMPOK WARIA