commit to user
68 Dari penelitian yang telah dilakukan, yaitu dengan melakukan
depth interview
dengan beberapa orang narasumber, ditemukan bahwa ada pola-pola tertentu yang terbentuk dari pemilihan fashion waria yang dilihat dalam dua
pendekatan, yaitu identitas subyektif yaitu bagaimana waria memandang dirinya sendiri dan dengan identitas obyektif yaitu bagaimana pandangan orang lain
terhadap diri waria.
A. FASHION DAN IDENTITAS SUBYEKTIF
1. Pakaian dan Cara Mengkomunikasikan Identitas Subyektif
Yang pertama dilihat oleh peneliti adalah bagaimana cara waria mengekspresikan dirinya melalui pakaian. Dari pola berpakaiannya, peneliti dapat
melihat informasi apa yang hendak disampaikan oleh waria melalui pakaian yang ia pilih, dimana ini adalah identitas subyektif dirinya yang ingin ia refleksikan
kepada masyarakat luar. Dari penelitian ditemukan bahwa pola-pola berpakaian yang merefleksikan identitas subyektif waria adalah sebagai berikut :
a Mengadopsi penampilan perempuan sepenuhnya. Sebagai transgendertranseksual, tujuan utama waria tentu saja sudah
dapat dipastikan untuk menyeberangi gendernya sendiri, sehingga kemudian waria mengekspresikan pemilihan orientasi seksualnya ini melalui cara
berpakaiannya, di mana waria yang pada awalnya berpenampilan laki-laki kemudian dirubah menjadi seperti perempuan.
Ini adalah
statement
dasar sekaligus awal dari upaya waria untuk lebih menyerupai perempuan.
“
Kalau saya sekarang sudah menentukan pilihan hidup seperti ini maka saya memutuskan untuk berpenampilan seperti perempuan, karena saya
commit to user
69
sudah merasa saya perempuan, nggak mungkin lagi jadi cowok.”
Susi Fitriah, wawancara pada tanggal 17 Agustus 2008.
Mula-mula dari pemilihan nama, Susi Fitriah dan hampir semua waria lain lebih menyenangi nama perempuan, ketimbang nama asli mereka. Perilaku
mereka yang cenderung genit semakin ditunjang oleh pemilihan pakaian yang keperempuan-perempuanan. Uniknya, tidak hanya saat berada di luar rumah, para
waria juga memakai pakaian wanita di rumah maupun lingkungan sekitar. Saputan bedak, lipstik, dan perona pipi menegaskan watak waria yang kemayu.
“ ...selayaknya seperti perempuan, biasa, berpakaian ya kalo di rumah pake t-shirt, pake pants yah, celana pendek, ya gitulah...”
Imel, wawancara pada 27 Juli 2008
Unit-unit pakaian itu antara lain atasan maupun bawahan atau terusan untuk wanita, sepatu wanita, hingga pakaian dalam wanita. Terlepas dari apakah
para waria itu termasuk mereka yang telah melakukan operasi kelamin seperti implan payudara atau ganti alat kelamin, beberapa mengaku merasa lebih nyaman
bila memakai pakaian dalam wanita seperti bra maupun
panties
.
“ Pakai beha dong, kita kan cewek. Walau tidak punya harus tetap pakai. Kalau enggak, rasanya gimana gitu.”
Susi Fitriah, wawancara 17 Agustus 2008
“ Semua atribut perempuan, dari bangun tidur hingga tidur lagi malamnya”
Sarita, wawancara 18 Agustus 2008
Salah satu ciri khas lainnya adalah, waria senang memanjangkan rambut mereka. Baik itu rambut asli, atau menggunakan wig jika rambut aslinya sangat
pendek sementara pekerjaannya menuntut kesempurnaan penampilan. Aksesoris
commit to user
70 seperti jepit rambut, tusuk konde, maupun ikat rambut yang tersemat apik di
rambut mereka menambah kesan kewanitaan. Selain itu, tanpa menyebutkan alasan yang spesifik, beberapa waria
mengaku lebih nyaman datang ke pesta atau acara-acara khusus dengan menggunakan gaun ketimbang kebaya. Bahkan sebagian besar dari mereka hanya
menggunakan kebaya ke acara-acara khusus yang mereka memang diminta pihak panitia untuk memakai kebaya, sehingga frekuensi mereka memakai kebaya
menurut mereka masih bisa dihitung dengan jari. “
Aku lebih suka gaun. Kalau pakai kebaya pernah sekali waktu lomba aja.”
Olivia Sonya Ariska, wawancara pada tanggal 15 Agustus 2008
“ mmm, saya sukanya pakai gaun yang pendek-pendek gitulah mbak. Trus atasannya dikasih rompi, gitu. Kalau kebaya mungkin nggak terlalu yah.”
Fani, wawancara pada 27 Juli 2008
Meski demikian ada juga sebagian waria yang justru sangat menggemari kebaya dan hampir selalu menggunakan kebaya dalam berbagai kesempatan.
Contohnya Ceni, seorang waria yang juga ketua dari komunitas waria Ebenezer yang sehari-hari bekerja sebagai pengamen. Ceni jarang sekali tampil tanpa
menggunakan kebaya sehingga dapat dikatakan kebaya adalah
signature outfit
Ceni. b Waria yang berpakaian
simple
kasual karena alasan kenyamanan. Sebagian besar narasumber yang berhasil diwawancarai oleh peneliti
mengatakan bahwa gaya pakaian yang cenderung simpel dan kasual adalah gaya pakaian yang mereka pilih untuk tampilan sehari-hari, karena menurut mereka
gaya seperti ini lebih memberikan rasa nyaman dalam beraktivitas. Mereka tidak
commit to user
71 terlalu memusingkan pakaian mereka apakah feminin atau masih ada
maskulinitasnya selama pakaian tersebut nyaman mereka gunakan. Rasa nyaman memang sangat diperlukan oleh komunitas ini dalam
menentukan identitas barunya sebagai waria. Hal ini coba mereka dapatkan dari pakaian yang mereka kenakan, walaupun pemilihan pakaian mereka bisa
dikatakan melawan kontruksi gender yang telah diberikan masyarakat tentang bagaimana jenis kelamin tertentu berperilaku dan bersikap dalam masyarakat,
termasuk di dalamnya dalam hal berpenampilan. Dari rasa nyaman inilah nantinya mereka akan mendapatkan rasa percaya diri.
“ ...Ini kalau ngomong-ngomong masalah fashion, ehm, aku gini aja sih, apa yang aku merasa nyaman, itu yang aku lakukan. Karena walau
apapun, baju, maupun barang, semahal apapun, untuk kita memakainya nggak nyaman, otomatis kita nggak confidence, gitu. Nah, akhirnya
bagaimana aku menyesuaikan baju, menyesuaikan pakaian, mau itu kasual ataupun gaun malam, yang mana aku nyaman, terlihat bahwa,
ehm, kenyamanan itulah ukuran. Ukuran aku untuk tampil confidence di ruang publik...”
Yuni Shara, wawancara pada tanggal 18 Agustus 2008
“ Kalau aku sehari-hari cara berpakaianya yah seperti ini, santai gitu, kasual, yang penting nyaman, mau kena keringat, kena debu, kena ini,
yang penting nyaman, ga perlu harus khawatir kalau, ehmm, yang penting aku nyaman. Yang penting aku nyaman, pake kaos gitu. Tapi nanti kalo
ada acara, yo baru,...”
Olivia Sonya Ariska, wawancara pada 15 Agustus 2008
c Waria yang selalu tampil heboh
Kelompok ketiga adalah waria yang tidak sekedar ingin menyamai perempuan tapi justru ingin melebihi perempuan itu sendiri. Waria-waria pada
kelompok ini justru lebih suka dianggap waria ketimbang perempuan. Meski
commit to user
72 menggunakan pakaian yang kasual sekalipun tetap saja mereka berusaha
menambahkan aksen seperti misalnya payet atau rumbai-rumbai.
“ ...Dan kalau untuk aku sendiri berikan sentuhan unique yang kalau bisa orang belum pernah lihat itu. Saya memberikan sentuhan yang baru pada
sesuatu yang membikin orang itu jadi lebih
interest
...”
Sarita, wawancara pada tanggal 18 Agustus 2008.
“ Saya sukanya pakai celana pendek. Kalau ada bulu-bulu nya, rumbai- rumbai atau payet-payet saya malah lebih suka lagi....”
Fani, wawancara pada 27 Juli 2008 “
Saya ini waria, bukan perempuan. Saya suka tampil keperempuan- perempuanan tapi saya nggak mau disamain sama perempuan. Saya
waria.”
Wulan, wawancara pada tanggal 17 Agustus 2008
2. Make-up dan Cara Mengkomunikasikan Identitas Subyektif