commit to user
82
C. IDENTITAS SOSIAL PADA POLA FASHION WARIA YANG DIKAITKAN DENGAN PROFESI
Sebagaimana perempuan, waria juga selalu berusaha untuk mengikuti tren mode berpakaian, walaupun semua ini tentunya sangat ditentukan juga oleh
kemampuan mereka dari segi ekonomi. Sebagaimana yang telah peneliti sebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sebagian besar waria di Indonesia hidup di bawah
garis kemiskinan karena sempitnya lapangan kerja yang dapat mereka masuki. Dalam penelitian ini peneliti berhasil menemui waria-waria dengan 7 profesi
berbeda yang memang sangat identik dengan dunia waria. Profesi-profesi ini diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Pengamen
2. Pekerja Seks Komersial PSK
3. Penjahit
4. Entertainer
5. Kapster salon
6. Aktivis sosial
7. Fashion designer
Selanjutnya ditemukan fakta bahwa perbedaan dari segi profesi ini juga nantinya akan memberikan diferensiasi dari segi pemilihan busana, misalnya saja
kelompok pengamen, PSK, dan
entertainer
adalah kelompok waria yang cenderung berpenampilan berlebihan dalam kesehariannya. Sementara 4
kelompok lainnya, yaitu, penjahit,
fashion designer,
kapster salon dan aktivis sosial lebih memilih busana yang kasual dalam kesehariannya.
commit to user
83 Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, masalah pemilihan pakaian
para waria dalam kesehariannya ini tidak dapat dilepaskan dari profesi yang mereka jalani. Pakaian dan profesi, dua hal ini memiliki benang merah yang
sangat erat bagi para waria, contohnya sebagai berikut : 1. Pengamen
Ada yang memilih untuk tampil biasa agar merasa nyaman, karena mereka harus jalan dengan jarak yang lumayan jauh setiap harinya. Namun ada juga yang
memilih untuk berpenampilan berlebihan dengan harapan mendapatkan uang lebih dari orang-orang. Pada dasarnya waria yang berprofesi sebagai pengamen
sebagian besar adalah waria yang cenderung suka berpenampilan ‘heboh’. Hal ini lebih dikarenakan karena motif ekonomi yaitu untuk mendapatkan uang tambahan
dari ‘saweran’ orang-orang yang tertarik melihat penampilannya.
“ ...Kita lihat dari profesinya. Temen-temen Ebenezer
90
mungkin mungkin dipandang sebagai temen-temen waria disini berlebihan, dengan bunga-
bunga disini, tapi ya kembali itu lagi, karena tuntutan profesi masing- masing, biar menarik perhatian, gimana cara berpakaian mereka, cara
berpenampilan mereka itu bisa menarik perhatian orang kan, dengan harapan bisa mendapatkan tambahan uang kayak gitu...”
Olivia Sonya Ariska, wawancara pada 15 Agustus 2008 ”…
Kalau nggak ‘
tampil
’ banget, yah gimana mau dilihat orang mbak”
Fani, wawancara pada 18 Juli 2008 2.
Pekerja Seks Komersial PSK Siang hari mereka cenderung tampil biasa saja, cenderung kasual. Malam
hari barulah mereka akan tampil feminin. Meski demikian tidak semua waria PSK berpenampilan terbuka dan sexy ketika sedang bekerja. Ada juga waria yang
90
Ebenezer adalah komunitas waria pengamen, PSK anak jalanan di sekitar Sagan dan stasiun Lempuyangan Yogyakarta.
commit to user
84 memilih pakaian yang tidak terlalu terbuka. Menurut mereka pemilihan pakaian
ini juga tergantung wilayah ‘mangkal’ mereka. Jika di tempat umum, seperti daerah sekitar Bank Indonesia Yogyakarta, waria disini cenderung berpenampilan
tidak terlalu buka-bukaan. Berbeda dengan waria yang memang ‘mangkal’ di kompleks prostitusi seperti Jl. Pasar Kembang Yogyakarta misalnya. Waria disini
lebih berani memakai pakaian sexy dan berdandan menor. “
Aku juga mangkal, tapi mangkalnya lebih ke
have fun
aja sih yah, jadi nggak semata-mata karena nyari duit aja. Jadi yah pakaian aku sih yah
cenderung biasa-biasa aja. Pakai tanktop gitu, nggak yang terlalu gimana-gimana”
Hanna Calista, wawancara pada 4 September 2008 Di daerah luar Yogyakarta pun, waria-waria dengan profesi PSK memang
adalah kelompok yang paling berani mengekspresikan dirinya melalui pakaian. Misalnya di Jakarta ada sebuah jalan yang dijadikan tempat mangkal para waria,
yang populer dengan sebutan Taman Lawang. Dari pengamatan peneliti, waria di daerah Taman Lawang Jakarta ini justru jauh lebih terbuka dan sexy dalam
berpakaian, bahkan kebanyakan mereka hanya mengenakan
underwear
saja.
3. Penjahit
Selalu berusaha tampil
chic
agar pelanggan yakin dengan kualitas jahitannya. Biasanya mereka lebih memilih tampilan kasual, karena tampilan ini
lebih universal dan dapat diterima lebih luas oleh banyak orang. Dengan penampilan seperti ini mereka berharap orang akan menaruh kepercayaan lebih
untuk menjadi pelanggan mereka. Sebagian besar waria yang berprofesi penjahita tidak pernah lagi memakai pakaian laki-laki dan berusaha tampil sefeminin
mungkin.
commit to user
85
“ Ya pasti adalah. Soalnya pekerjaanku itu mencerminkan dari pribadinya aku sendiri. Gitu. Soalnya kita kan tetap setiap harinya kita ketemu
dengan orang. Jadi kalau misalnya kita berpenampilan misalnya seadanya, nggak enak dipandang, pastinya orang eeee nggak percaya,
orang yang punya aja seperti itu masak hasilnya nanti seperti apa. Nah, gitu. Jadi setiap hari kita harus meng-..., berpenampilan rapi,
berpenampilan bagus, seperti itu.”
Susi Fitriah, wawancara pada tanggal 17 Agustus 2008
4. Entertainer
Kelompok ini adalah golongan waria yang berpenampilan paling ‘heboh’. Bukan cuma saat tampil, dalam keseharian pun mereka senang tampil layaknya
artis, dengan berbagai aksesoris dan pakaian yang glamor. Misalnya Dorce yang juga seorang transeksual dan seorang
entertainer.
Penampilan Dorce baik
on-air
di TV maupun
off-air event
dia selalu menyuguhkan penampilan yang extravaganza dan terkadang cenderung ‘heboh’.
Salah satu narasumber yang peneliti berhasil wawancarai bisa dibilang selalu berpenampilan ala 3 diva Titi Dj, Krisdayanti, Ruth Sahanaya, meski
hanya jalan-jalan ke mal saja, dengan baju-baju yang sebenarnya lebih pas dipakai saat tampil di panggung karena
full
aksesoris dan menggunakan bahan-bahan
shiny
atau sutra. Ia mengakui memang adalah fans berat 3 diva, terutama Krisdayanti KD dan selalu berusaha tampil seperti KD baik di panggung,
maupun sehari-hari.
“ Saya memberikan sentuhan yang baru pada sesuatu yang membikin orang itu jadi lebih interest karena saya di dunia entertain itu tentunya
orang ingin melihat sesuatu yang lain dari aku, entah dari tata rambut yang baru, atau gaya busana yang unique, entah karena pemakaian motif
kain, bentuk.”
Sarita, wawancara pada 18 Agustus 2008
commit to user
86 5.
Kapster salon Kapster salon biasanya cenderung lebih menyukai pakaian kasual namun
sedikit sexy. Tidak jarang memang waria justru bekerja di salon ‘plus-plus’. Tapi ada juga yang bekerja di salon dalam artian yang sebenarnya. Salon dan berbagai
tawaran jasa di dalamnya juga menentukan pemilihan fashion para waria, misalnya yang bekerja di salon ‘plus-plus’ tentunya akan berpakaian lebih
terbuka. Sementara waria yang bekerja di salon biasa tanpa embel-embel ‘plus- plus’ cenderung tidak terlalu sexy. Tapi pada umumnya waria yang bekerja di
salon tergolong waria yang gemar dandan dan sangat memperhatikan penampilan. Meski demikian masih ada sebagian waria yang bekerja di salon tidak sepenuhnya
berpakaian perempuan masih setengah feminin.
“ Kaitannya antara baju dengan profesi aku mungkin lebih karena faktor nyamannya aja yah... kalau untuk pakaian sehari-hari aku cenderung
biasa. Sukanya pakai celana, celana-celana pendek gitu... ehm, yang mungkin beda mungkin aku lebih tertutup. Dibanding dengan teman-
teman waria yang lain aku lebih tertutup, jarang aku mau buka-bukaan. Menurut aku seksi itu tidak harus terbuka...”
Kusuma Ayu, wawancara pada 4 September 2008 6.
Aktivis sosial Kelompok waria ini bisa menampilkan berbagai jenis penampilan, dari
waria berjilbab, hingga waria-waria pada umumnya yang gemar berpakaian terbuka. Tapi biasanya waria dalam kelompok ini gemar berpakaian rapi, karena
aktivitas mereka yang menuntut mereka untuk bertemu dengan berbagai
commit to user
87 kelompok masyarakat. Karena sudah terjun dalam aktivitas sosial yang notabene
memperjuangkan hak-hak kaum waria sendiri, maka waria dalam profesi ini adalah waria yang sudah sepenuhnya berpenampilan perempuan.
“ Yang pasti, yang pasti disitu, ada satu yah di mana ketika aku mengenakan baju ya, entah itu kasual, entah itu gaun, selama aku tidak
bisa bergerak bebas, wah aku tidak nyaman pakai baju ini, nanti aku malah kinerjaku jadi terhambat. Ya kan. Karena jujur aja, aku bekerja,
aku bekerja tidak dengan, aku tidak menggunakan alat kelaminku, aku bekerja tidak menggunakan itu, tapi aku bekerja menggunakan otakku,
walaupun aku pakai rok. Seperti itu. Ya kan. Jadi intinya tidak masalah ketika aku pakai rok, ketika aku tetap nyaman melakukan pekerjaan tetap
aku lakukan.”
Yuni Shara, wawancara pada 18 Agustus 2008
7. Fashion designer
Salah satu designer waria yang terkenal adalah Chenny Han. Waria yang adalah juga seorang
designer
biasanya berpenampilan layaknya
designer
lainnya, karena mereka pada dasarnya sudah memahami pakem-pakem dalam berbusana.
Tampilan
edgy
biasanya menjadi tampilan favorit waria dalam kelompok ini. Tidak jauh beda dengan penjahit, waria dalam kelompok ini juga cenderung
senang tampil sefeminin mungkin dan membuang unsur-unsur maskulinitas dalam dirinya.
“ ...Tugas seorang
designer
itu untuk memberi warna yang lama, sebuah baju, misalnya dengan konsep lama, kita berikan suatu sentuhan, misalnya
kebaya, ya kebaya itu dulu yang cuma segini aja. Tapi karena perkembangan zaman, tangan kebaya nya juga jadi lebih bervariasi,
bentuk leher,
victorian
, tangan digembungkan, kebaya bisa diperpanjang lagi, jadi orang bisa melihat kebaya tidak seperti dulu lagi. Dengan
pemakaian unsur-unsur yang, mungkin dulu brosnya kecil bisa di-
zoom
, diperbesar, mungkin dulu pakai selendangnya cuma kayak gini aja,
kenapa sekarang nggak dijumbaikan, lebih dramatis. Jadi view nya memang jadi lebih cantik, lebih menarik, dan si pemakai pun akan jadi
lebih bersemangat untuk memakainya. Ada spirit dalam diri.”
Sarita, wawancara pada 18 Agustus 2008
commit to user
88
“ Sampe warna kuteks sama warna baju tak peratiin, biar nyambung. Apalagi dulu di tata busana itu yah, tetap ada, kerapian dan keserasian
berbusana, estetika, yang kaya gitu itu.”
Olivia Sonya Ariska, wawancara pada 15 Agustus 2008
commit to user
89
BAB IV IDENTITAS DALAM FASHION WARIA
Dari pemaparan di bab sebelumnya ditemukan bahwa ada relevansi antara pemanfaatan pakaian, aksesoris, make-up yang merupakan unit-unit
fashion dengan usaha pengkomunikasian kepribadian yang bermuara pada pembentukan identitas baru pada diri waria. Seiring dengan keputusan para waria
untuk mengenakan pakaian yang bertentangan dengan identitas gendernya, biasanya waria ikut mengubah namanya menjadi nama perempuan dan
menciptakan identitas baru dalam kehidupan sosialnya. Menarik sekali untuk selanjutnya diketahui latar belakang dan alasan yang mendorong mereka
berpayah-payah dengan usaha memunculkan citra baru. Dan selanjutnya perlu diketahui bentuk-bentuk identitas dan kepribadian yang diproyeksikan oleh waria
ke luar. Fashion, budaya, dan komunikasi adalah tiga konsep yang saling
berkaitan. Komunikasi berbicara tentang penyampaian pesan. Sementara fashion, adalah suatu aktivitas yang dapat juga dimuati oleh penyampaian pesan tersebut.
Untuk lebih jelas dalam upaya menangkap kaitan antara dua konsep ini, maka perlu kita masukkan ke dalam konsep yang lebih luas, yaitu
culture
, atau budaya. Seseorang yang berasal dari latar belakang budaya tertentu mengenakan
fashion
tertentu. Perbedaan tersebut dapat ditunjukkan lewat bentuk, model, varian, aksesoris, hingga warna. Warna yang berbeda, memiliki arti yang berbeda.
Seseorang mengenakan jilbab cadar barangkali hal yang lumrah di negara dengan