commit to user
102
B. POLA PENGGUNAAN FASHION DAN PEMBENTUKAN IDENTITAS KELOMPOK WARIA
Pola adalah suatu sistem maupun cara kerja sesuatu yang memiliki bentuk dan struktur tetap. Pada tingkat masyarakat, unit-unit komunikasi verbal maupun
non verbal biasanya berpola. Tak terkecuali dalam komunitas waria, terdapat kecenderungan penggunaan fashion yang berpola. Dari pengamatan yang
dilakukan di lapangan, secara garis besar pola penggunaan fashion oleh kelompok waria dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1. Pola berpakaian dan Refleksi Identitas Subyektif dan Obyektif Waria
Klasifikasi pertama adalah pola penggunaan pakaian sehari-hari. Terdapat suatu variasi yang muncul dari pola berpakaian maupun penggunaan fashion
sehari-hari waria yang dapat diamati, di antaranya waria yang secara utuh mengadopsi pakaian perempuan misalnya Hanna dan YS, ada yang hanya
mengadopsi sebagian pakaian perempuan misalnya Fani dan Kusuma Ayu, dan ada yang berusaha untuk tampil jauh berbeda dari perempuan kebanyakan
misalnya Sarita. Pola-pola yang berbeda ini muncul dikarenakan beberapa alasan,yaitu di
antaranya : a.
Waria merasa dirinya adalah perempuan yang tereperangkap dalam tubuh laki-laki. Keyakinan bahwa mereka adalah perempuan namun
ada dalam raga yang salah pada akhirnya menghasilkan suatu pola berpakaian yang secara utuh mengadaptasi wujud perempuan yang
mereka temui
sehari-hari. Hal
ini adalah
upaya untuk
commit to user
103 mengkomunikasikan sosok perempuan yang ada dalam diri mereka,
yang mereka yakini sebagai gender asli mereka, itulah sebabnya mereka mengganti celana yang umumnya digunakan laki-laki
menjadi rok. Mereka juga tidak ragu mengenakan bra dan makeup lengkap.
b. Meski merasa dirinya adalah perempuan yang terperangkap dalam
tubuh laki-laki, ada sebagian waria yang masih merasa kurang nyaman untuk sepenuhnya berpakaian seperti perempuan. Biasanya
mereka cenderung risih memakai rok dan lebih memilih menggunakan celana jeans. Hal ini biasanya terjadi karena beberapa
faktor, yaitu antara lain baru memutuskan untuk melakukan
cross dressing
sehingga cenderung masih risih untuk secara total berpenampilan perempuan feminin. Faktor lain yang juga tidak
kalah penting adalah lingkungan. Biasanya waria yang belum meninggalkan lingkungan aslinya dan masih berada di dekat
keluarganya lebih canggung untuk total berpenampilan dengan pakaian perempuan.
c. Meski merasa dirinya adalah perempuan, namun pada dasarnya
banyak waria yang sadar bahwa mereka bukanlah perempuan. Hal ini memacu mereka untuk tampil melebihi perempuan itu sendiri. Salah
satu penyebabnya adalah waria merasa perempuan adalah saingan mereka dalam mendapatkan perhatian laki-laki, sehingga mereka
berusaha untuk tampil melebihi perempuan agar dapat menarik
commit to user
104 perhatian dari laki-laki. Contohnya Sarita yang baik di atas panggung
maupun di luar panggung selalu menggunakan gaun. Kekhasan pola pakaian waria biasanya terlihat ketika mereka tampil dalam
acara-acara khusus. Seperti kebanyakan perempuan, waria juga senang berdandan, tampil dan diperhatikan. Bedanya adalah waria biasanya memiliki rasa haus yang
lebih besar untuk menjadi pusat perhatian dibandingkan perempuan. Tidak heran jika kemudian waria cenderung sering tampil lebih glamor atau dalam istilah
mereka sendiri ‘extravaganza, misalnya menggunakan gaun berekor, tampil seperti Miss Universe dalam penampilan sehari-hari. Selain agar dapat lebih
banyak menarik perhatian orang, pola berpakaian yang heboh ini sebenarnya dilakukan untuk menutupi karakter diri laki-laki yang tentunya tak dapat
dipungkiri akan tetap melekat dalam diri mereka.
2. Pola Berpakaian Terkait Profesi