commit to user
110 mereka. Pertama, adalah identitas gender, dan yang kedua adalah pemosisian diri
mereka dalam lingkup yang lebih luas, yaitu kelompok dalam masyarakat, yang disebut sebagai identitas sosial. Dalam perjalanannya, kedua identitas ini saling
mengait, dan mempengaruhi pola berperilaku, yang termasuk di antaranya adalah pola penggunaan fashion itu sendiri di kalangan kaum waria.
Dalam upaya memahami identitas ini, adalah memandangnya sebagai identitas-identitas yang saling mengunci, yang memiliki warna, variasi, dan level
tersendiri. Misalnya cara memandang identitas psikologis individu tentunya akan berbeda dari bagaimana kita memahami identitas sosial individu. Bahkan pada
kenyataannya dapat terjadi kedua posisi identitas ini sama sekali terpisah.
1. Identitas Gender
Salah satu ahli yang paling mula tertarik terhadap penelitian mengenai identitas adalah Erik Erikson, yang berhasil memformulasikan kerangka pikir
Eriksonian. Kerangka pikir tersebut berpijak pada pembagian di antara hal-hal berkelanjutan yang bersifat psikologis, yang disebut
ego
; idiosinkrasi pribadi yang memisahkan satu dengan yang lain, yang disebut identitas personal; dan
sekumpulan peran-peran sosial yang dimungkinkan dimainkan oleh seseorang, yang dikenal sebagai identitas sosialkultural. Namun pada penjabaran
selanjutnya tentang pemikiran Erikson, pengembangan dari identitas ego yang kuat, bersamaan dengan integrasi pada masyarakat dan kebudayaan yang stabil,
mendorong pada kesadaran identitas secara umum. Defisiensi yang mungkin
commit to user
111 terjadi pada kedua faktor ini akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
identity crisis
atau kebingungan identitas Cote Levin, 2002: 22. Telah disebutkan sebelumnya, bahwa sebagai tambahan dalam upaya
memahami permasalahan identitas sebagai sebuah kategori yang terdiri dari
interlocking identities
, maka banyak pemikiran diarahkan pada konstruksi dan performa dari masing-masing kategori identitas. Individu memperoleh identitas,
sebagian besar dari konstruksi yang berasal dari beragam kelompok sosial yang kita menjadi bagian darinya, seperti keluarga, komunitas, subkelompok budaya,
dan ideologi dominan. Identitas diri, yang dimensinya antara lain terdiri dari kelas, gender, ras, dan seksualitas, diperformakan sesuai, maupun bertentangan
dengan norma-norma maupun ekspektasi yang ada di masyarakat tadi.
101
Ini berarti, ketimbang merupakan sebuah konsep yang telah terbentuk mati, identitas
lebih merupakan sebuah proses respon terhadap konteks maupun situasi di sekeliling manusia.
Identitas gender
adalah gender
di mana
seorang individu
mengidentifikasikan diri kepadanya. Identitas gender tidaklah harus selalu berdasarkan kepada fakta biologis, ataupun pada orientasi seksual seseorang.
Identitas gender bervariasi antara pria, wanita, keduanya, atau di antara keduanya, dan bukan keduanya.
102103
101
Littlejohn, Stephen W. dan Karen A. Foss. 2005. Theories of Human Communication. California: Wadsworth. Edisi ke-8.
102
Bukan keduanya di sini, diasumsikan sebagai suatu bentuk spektrum gender alternatif yang tidak terhubung dengan jenis gender pria dan wanita maupun secara fisik memiliki keterbatasan
gender. Pandangan tradisional yang banyak diterima adalah identifikasi apakah seorang individu tergolong sebagai pria atau wanita. Oleh pengikut pandangan ini, spektrum tradisional tersebut
secara skeptis ditolak, maupun segala bentuk identifikasi terkait gender. Atau dengan kata lain, ini dapat diartikan bahwa pandangan ini berada di atas segala bentuk pemaknaan sosiologis tentang
klasifikasi kultural, dan berada di luar wilayah sains fisik.
commit to user
112 Faktor biologis merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi idenitas gender. Di samping itu juga terdapat faktor sosial yang memiliki pengaruh tak kalah signifikannya dalam membentuk konsepsi diri
seseorang terhadap identitas gendernya. Terkadang identitas gender seseorang yang diperoleh dengan pengaruh dari faktor-faktor sosial ini menjadi tidak
konsisten dengan faktor-faktor karakteristik biologisnya, yang menyebabkan individu tersebut menampilkan pola perilaku yang oleh masyarakat mayoritas
dianggap berada di luar norma perilaku yang sesuai. Ekspresi gender inilah yang disebut sebagai
gender variant
, atau transgender.
104
Orang-orang yang mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang transgender memiliki keinginan kuat untuk mempromosikan identitas dirinya
karena sesungguhnya konsep diri dapat lebih dipahami oleh seorang individu ketika ia melihat bagaimana orang lain memandang dirinya. Karena itu, seorang
transgender akan berupaya mengarahkan pandangan itu sesuai apa yang dia maui, yakni dengan menunjukkan pola perilaku
gender variant
, yang satu contoh di antaranya adalah pola penggunaan fashion.
Pembentukan identitas gender merupakan proses kompleks yang bermula dari sebuah konsepsi, yang melibatkan proses pertumbuhan dan belajar sejak
bayi dilahirkan. Terdapat poin-poin diferensiasi, namun bahasa dan tradisi dalam sebagian besar kelompok masyarakat mendorong suatu keyakinan bahwa setiap
individu haruslah dikategorisasikan sebagai pria atau wanita.
103
Lihat
Vassi, M. Beyond bisexuality. Journal of Bisexuality 52: 283-290. dan Martin, M.
Kay Voorhies, B. 1975. Supernumerary Sexes: Chapter 4 of Female of the Species. Columbia University Press, New York: 23. 2005
104
Wylie. K.. Atypical Gender Development – A Review. Dalam International Journal of Transgenderism
9: 29–442003. http:www.gires.org.ukgenderdev.php. Diakses 10 Juni 2010