Pedagang Besar Pedagang Pengecer Rantai Pasok Komoditas Jahe

pedagang pengumpul dalam penelitian ini terdiri atas umur, lama pendidikan, lama pengalaman dan volume pembelian jahe. Tabel 20. Karaktersitik Pedagang Pengumpul Jahe Di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Uraian Satuan Rentang Rata-rata 1 Umur Tahun 33 – 51 42,33 2 Pendidikan Tahun 6 – 16 11,33 3 Pengalaman Tahun 4 – 13 9,33 4 Volume Pembelian KgBulan 10.400 – 22.000 16.133 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 25. Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa rata-rata umur pedagang pengumpul adalah 42 tahun dengan rata-rata lama pendidikan selama 11 tahun. Para agen tersebut memiliki rata-rata pengalaman selama 9 tahun, dan rata-rata volume pembelian dalam satu minggu sebanyak 16.133 kg.

b. Pedagang Besar

Pedagang besar adalah pedagang yang membeli jahe dari pedagang pengumpul dan kemudian menjual ke pedagang pengecer atau konsumen. Pedagang besar yang tersebar di Kabupaten Simalungun terdapat di Siantar dan Raya. Para pedagang besar tersebut menjual jahe ke luar maupun dalam negeri. Adapun karakteristik pedagang besar dalam penelitian ini terdiri atas umur, lama pendidikan, lama pengalaman dan volume pembelian jahe. Tabel 21. Karaktersitik Pedagang Besar Jahe Di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Uraian Satuan Rentang Rata-rata 1 Umur Tahun 47 – 58 51,67 2 Pendidikan Tahun 12 12 3 Pengalaman Tahun 20 – 30 23,33 4 Volume Pembelian KgBulan 12.800 – 137.000 76.933 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 28. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa rata-rata umur pedagang besar adalah 52 tahun dengan rata-rata lama pendidikan selama 12 tahun. Para pedagang besar tersebut memiliki rata-rata pengalaman selama 23 tahun, dan rata-rata volume pembelian dalam satu minggu sebanyak 76.933kg.

c. Pedagang Pengecer

Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli jahe dari petani langsung atau melalui pedagang besar. Penyebaran pedagang pengecer di Kabupaten Simalungun tersebar di beberapa pasar seperti di pasar Raya. Pedagang pengecer kemudian menjualnya langsung kepada konsumen dengan harga rata-rata 9.500kg. Tabel 22. Karaktersitik Pedagang Pengecer Jahe Di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Sampel Nama Sampel Umur Sampel Tahun Lama Pendidikan Tahun Pengalaman Tahun Volume Pembelian KgMinggu 1 S. Sinaga 51 12 10 300 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 28 . Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa umur pedagang pengecer yang ada di Raya adalah 51 tahun, dengan lama pendidikan selama 12 tahun. Rata-rata pengalaman pedagang pengecer jahe selama 10 tahun dengan volume pembelian jahe setiap minggunya sebesar 300 kg. Universitas Sumatera Utara 54 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pra Produksi Penyediaan Sarana Produksi

Supply chain atau rantai pasok adalah semua kegiatan atau usaha yang melibatkan pihak baik yang memproduksi atau yang menghasilkan barang dan jasa, mulai dari produsen atau supplier bahan baku sampai pada konsumen akhir. Sistem agribisnis merupakan satu kesatuan dari subsistem pengadaan input produksi, subsistem proses produksi, subsistem pasca panen dan pemasaran yang didukung oleh subsistem penunjang. Salah satu unsur yang paling penting dalam menentukan keberhasilan usahatani jahe yaitu tersedianya sarana produksi saperti bibit, lahan, pupuk, pestisida dan alat-alat pertanian. Berdasarkan pengamatan di lapangan sarana produksi lahan, pupuk, pestisida tersedia di daerah penelitian dimana petani dapat membeli di kios terdekat dan petani dapat membeli setiap saat sesuai dengan kebutuhan petani. Sarana produksi seperti bibit tidak cukup tersedia sehingga pada saat tertentu sulit didapat petani. Bibit jahe yang tersedia di daerah penelitian belum bersertifikat dan tidak tersedia di kios-kios terdekat sehingga petani tidak dapat membeli bibit setiap waktu petani membutuhkan.

5.1.1 Bibit

Pemilihan bibit jahe merupakan hal yang sangat penting karena akan sangat mempengaruhi produksi. Apabila bibit yang digunakan kurang baik maka tanaman jahe akan sangat mudah terserang penyakit dan dapat menyebabkan Universitas Sumatera Utara gagal panen. Ketersediaan bibit jahe di daerah penelitian tidak cukup tersedia dan tidak tersedia di kios pertanian di daerah penelitian sehingga petani harus mencari informasi dari petani-petani lain yang dapat menyediakan bibit. Rata-rata harga bibit jahe di Kabupaten Simalungun adalah Rp 10.524Kg dengan rata-rata jumlah bibit yang digunakan adalah 1.028 kgpetani. Tabel 23. Sumber dan Cara Memperoleh Input Bibit Jahe di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 Nomor Sampel Sumber Cara Memperoleh Petani Kios Pertanian Mudah Sulit 1 √ √ 2 √ √ 3 √ √ 4 √ √ 5 √ √ 6 √ √ 7 √ √ 8 √ √ 9 √ √ 10 √ √ 11 √ √ 12 √ √ 13 √ √ 14 √ √ 15 √ √ 16 √ √ 17 √ √ 18 √ √ 19 √ √ 20 √ √ 21 √ √ 22 √ √ 23 √ √ 24 √ √ 25 √ √ 26 √ √ 27 √ √ 28 √ √ 29 √ √ Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 23. Sumber dan Cara Memperoleh Input Bibit Jahe di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 Nomor Sampel Sumber Cara Memperoleh Petani Kios Pertanian Mudah Sulit 30 √ √ 31 √ √ 32 √ √ 33 √ √ 34 √ √ 35 √ √ 36 √ √ 37 √ √ 38 √ √ 39 √ √ 40 √ √ 41 √ √ 42 √ √ 43 √ √ 44 √ √ 45 √ √ 46 √ √ 47 √ √ 48 √ √ 49 √ √ 50 √ √ 51 √ √ 52 √ √ 53 √ √ 54 √ √ 55 √ √ 56 √ √ 57 √ √ 58 √ √ 60 √ √ 61 √ √ Persentase 100 36,06 63,94 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 2 Pada Tabel 23 dapat dilihat bahwa 100 petani jahe di daerah penelitian membeli bibit dari petani, hal ini disebabkan karena tidak adanya kios yang menjual bibit Universitas Sumatera Utara jahe di daerah penelitian. Untuk perolehan bibit jahe itu sendiri banyak petani yang menyatakan sulit dalam memperoleh bibit tersebut. Dimana sebesar 36,06 petani mengatakan mudah dalam memperoleh bibit dan sebesar 63,94 petani mengatakan sulit dalam memperoleh bibit jahe tersebut. Karena bibit yang digunakan petani belum bersertifikat maka petani harus berhati- hati dalam memilih bibit jahe. Petani harus tahu betul bagaimana kondisi jahe pada saat belum dipanen karena jahe yang dapat digunakan sebagai bibit adalah jahe yang sehat dan tidak terserang penyakit apapun. Oleh sebab itu biasanya petani membeli bibit jahe pada petani yang sudah dikenal sebelumnya untuk memastikan bahwa bibit yang dijual benar-benar sehat. Selain itu petani juga membutuhkan bibit dalam jumlah yang besar dalam usahatani jahe sehingga petani sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan bibit jahe. Harga bibit jahe di daerah penelitian dipengaruhi oleh harga jual jahe, disaat harga jahe rendah maka harga bibit jahe rendah sebaliknya disaat harga jahe tinggi maka harga bibit jahe juga tinggi. Dapat disimpulkan bahwa ketersediaan bibit didaerah penelitian masih tidak cukup tersedia dan belum bersertifikat.

A. Penggunaan Bibit di Kelurahan Sipolha Horison

Petani jahe di Sipolha Horison mendapatkan bibit dari hasil tanaman mereka sendiri atau dengan cara membeli pada petani jahe lain. Tabel 24. Rata-Rata biaya Dan Penggunaan Bibit di Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No. Kategori penggunan Bibit Kg Biaya Rp. 1 Per-Petani 257,27 2.664.545,45 2 Per-Hektar 2.753,82 29.132.909,09 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 3 Universitas Sumatera Utara Tabel 24 menunjukkan bahwa rata-rata biaya bibit yang dikeluarkan petani cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah bibit yang digunakan petani untuk usaha tani jahe besar dan harga bibit jahe yang cukup mahal. Rata-rata harga bibit jahe di Kelurahan Sipolha Horison adalah Rp 10.591Kg. Semakin tinggi harga jahe maka semakin tinggi juga harga bibit sehingga modal yang di gunakan petani untuk membeli bibit jahe cukup besar terutama saat harga jahe tinggi. Tidak tersedianya bibit yang bersertifikat membuat petani memilih bibit hanya dengan menggunakan pengalaman mereka sehingga sering kali petani salah memilih bibit.

B. Penggunaan Bibit di Nagori Dolog Huluan

Bibit yang digunakan petani di Dolog Huluan juga belum bersertifikat dan diperoleh dari tanaman mereka sendiri atau pun membeli dari petani jahe yang lain sehingga sering kali petani kesulitan mendapatkan bibit. Tabel 25. Rata-Rata biaya Penggunaan Bibit di Nagori Dolog Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No. Kategori penggunan Bibit Kg Biaya Rp. 1 Per-Petani 1.086,5 10.695.833 2 Per-Hektar 1.946,5 37.602.435 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 3 Tabel 25 menunjukkan bahwa rata-rata biaya bibit untuk usahatani jahe per petani di Nagori Dolog Huluan cukup besar hal ini disebabkan karena jumlah kebutuhan bibit yang digunakan petani jahe cukup banyak yaitu 1.086,5 kg per petani dengan rata-rata harga adalah Rp 10.267Kg sehingga modal yang digunakan petani untuk membeli bibit besar terutama pada saat harga jahe tinggi. Universitas Sumatera Utara

C. Penggunaan Bibit di Nagori Parjalangan

Ketersediaan bibit jahe di Nagori Parjalangan juga tidak cukup tersedia karena tidak ada penyedia sarana produksi bibit. Petani mendapat bibit dari tanaman mereka sendiri ataupun membeli dari petani jahe yang lain. Petani juga belum menggunakan bibit yang bersertifikat karena petani belum mendapatkan atau mengetahui informasi mengenai bibit jahe bersertifikat dan tempat dimana petani dapat membelinya. Tabel 26.Rata-Rata Biaya Penggunaan Bibit Di Nagori Parjalangan, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No. Kategori penggunan Bibit Kg Biaya Rp. 1 Per-Petani 1.365 13.385.000 2 Per-Hektar 3.607 36.226.600 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 3 Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan dan biaya yang digunakan petani dalam pengadaan bahan baku bibit cukup besar. Rata-rata bibit yang dibutuhkan petani dalam usahatani jahe di Parjalangan adalah 1.365 kg dengan rata-rata harga Rp 10.050 Kg.

5.1.2. Lahan

Ketersediaan lahan dalam usahatani adalah faktor yang sangat penting dalam suatu usahatani. Demikian juga dalam usahatani tanaman jahe, lahan juga menjadi hal yang penting diperhatikan oleh petani jahe. Lahan yang digunakan untuk budidaya jahe adalah lahan yang baru di buka atau lahan yang sudah lama tidak digunakan untuk usahatani jahe. Petani jahe tidak menanam jahe pada lahan yang baru di panen jahe untuk mengurangi penyakit yang tersisa dalam tanah dan untuk meningkatkan kesuburan tanah tersebut. Lahan yang baru digunakan untuk Universitas Sumatera Utara usahatani jahe, ditanam dengan tanaman yang lain seperti jagung, tomat atau padi setelah itu dibiarkan 2 sampai 3 tahun kosong baru kemudian dapat di tanam jahe kembali. Rata-rata luas penggunaan lahan untuk usahatani jahe di Kabupaten Simalungun adalah 0,29 HaPetani. Keadaan lahan yang ada di daerah penelitian juga mendukung untuk usahatani jahe. Dimana tekstur tanah yang ada adalah tanah lempung sampai lempung liat berpasir dan memiliki pH tanah 6,8 – 7,4 dengan ketinggian 400-900 m dpl sehingga jahe dapat tumbuh dengan baik. Dapat disimpulkan bahwa sarana produksi lahan di Kabupaten Simalungun tersedia dengan karakteristik lahan yang berbeda-beda.

A. Penggunaan lahan di Kelurahan Sipolha Horison

Lahan yang digunakan untuk usahatani jahe di Kelurahan Sipolha Horison adalah milik mereka sendiri tanah adat sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya sewa lahan dalam usahatani jahe. Luas wilayah pertanian di Sipolha Horison adalah 1.200 Ha yang digunakan untuk tanaman jahe adalah seluas 0,96 Ha. Rata- rata luas penggunaannya adalah 0,09 hapetani dengan range 0,08 – 0,2 Ha. Di Kelurahan Sipolha Horison petani belum menggunakan lahan yang cukup luas untuk usaha tani jahe karena dalam usaha tani jahe memerlukan modal yang besar. Kelurahan Sipolha Horison memiliki lahan dengan kemiringan 10-45 dan tanah yang berbatu sehingga petani harus melakukan pengolahan tanah secara tradisional dengan menggunakan cangkul. Kertersediaan lahan di daerah ini tersedia namun keadaan lahan yang digunakan petani di Kelurahan Sipolha Horison kurang memadai untuk dapat menggunakan teknologi sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja. Lokasi lahan usahatani jahe di daerah ini Universitas Sumatera Utara ada yang dekat dari rumah petani namun ada juga yang jauh dari lokasi pemukiman warga. Lahan yang digunakan dalam usaha tani jahe berada pada kaki gunung yang ada disekeliling kelurahan Sipolha Horison. Ketersediaan lahan di Kelurahan Sipolha Horison tersedia hanya saja lahan tersebut kurang sesuai jika digunakan untuk usahatani jahe karena, selain lahan yang miring dan berbatu, lokasi lahan cukup jauh dari jalan besar yang dapat dijangkau oleh kendaraan beroda empat. Karena kondisi yang demikian menyebabkan jumlah petani yang melakukan usaha tani jahe di Kelurahan Sipolha Horison semakin menurun.

B. Penggunaan lahan di Nagori Dolog Huluan

Lahan yang digunakan untuk usahatani jahe di Nagori Dolog Huluan adalah milik mereka sendiri tanah adat. Keseluruhan luas lahan yang digunakan untuk tanaman jahe adalah seluas 9,12 Ha dan rata-rata luas penggunaannya adalah 0,304 ha dengan range 0,08 – 1 ha. Kondisi lahan yang digunakan petani dalam usaha tani jahe di Nagori Dolog Huluan adalah rata sampai sedikit berbukit dan tidak berbatu. Kondisi lahan yang seperti ini sangat menguntungkan petani dalam usaha tani jahe karena petani dapat menggunakan teknologi dalam pengolahan tanah yang dapat menghemat waktu dan biaya produksi. Lokasi lahan penanaman jahe tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk dan dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan beroda empat sehingga dapat mempermudah petani dalam pengangkutan sarana produksi maupun kegiatan panen dan pasca panen. Universitas Sumatera Utara Ketersediaan lahan di Nagori Dolog Huluan tersedia dan sesuai untuk usahatani jahe karena selain memiliki kesuburan dan kondisi tanah yang baik juga memiliki lokasi lahan yang strategis. Meskipun lahan yang digunakan untuk usahatani jahe tidak bisa ditanamai secara terus-menerus namun petani belum pernah kekurangan lahan untuk usahatani jahe.

C. Penggunaan lahan di Nagori Parjalangan

Lahan yang digunakan untuk tanaman jahe di Nagori Parjalangan adalah milik mereka sendiri tanah adat. Luas lahan yang digunakan untuk tanaman jahe adalah seluas 7,64 Ha dan rata-rata luas penggunaannya adalah 0,382 ha dengan range 0,08 – 1 ha. Lahan yang digunakan petani dalam usaha tani jahe di Nagori Parjalangan juga memiliki topografi rata sampai sedikit berbukit dan tidak berbatu. Kondisi ini dapat memudahkan petani dalam melakukan usaha tani jahe karena dapat menggunakan teknologi seperti traktor. Lahan yang digunakan petani untuk usahatani jahe ada yang dekat dari rumah petani dan ada juga yang jauh dari pemukiman penduduk. Selain itu lahan dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua atau pun dengan kendaraan roda empat. Ketersedian lahan di Nagori Parjalangan masih tersedia dan sesuai untuk usahatani jahe.

5.1.3. Pupuk

Pemupukan adalah proses yang dilakukan oleh petani dengan pemberian unsur hara baik secara kimia maupun organik. Pemupukan yang baik adalah jika petani memupuk dengan tepat waktu dan tepat dosis namun terkadang petani tidak melakukan pemupukan yang sesuai dosis dan waktu karena terkendala pada biaya Universitas Sumatera Utara dan modal yang cukup besar. Rata-rata penggunaan pupuk di daerah penelitian adalah 12.577 kg per petani dengan biaya rata-rata adalah Rp 6.930.059 per petani. Sarana produksi pupuk di daerah penelitian tersedia dimana petani dapat membeli pupuk dari penyedia sarana produksi seperti kios pertanian dengan harga yang tidak jauh berbeda dengan harga pasar tempat penyedia sarana produksi membeli. Tabel 27. Sumber dan Cara Memperoleh Pupuk di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 Nomor Sampel Sumber Cara Memperoleh Petani Kios Pertanian Mudah Sulit 1 √ √ 2 √ √ 3 √ √ 4 √ √ 5 √ √ 6 √ √ 7 √ √ 8 √ √ 9 √ √ 10 √ √ 11 √ √ 12 √ √ 13 √ √ 14 √ √ 15 √ √ 16 √ √ 17 √ √ 18 √ √ 19 √ √ 20 √ √ 21 √ √ 22 √ √ 23 √ √ 24 √ √ 25 √ √ 26 √ √ Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 27. Sumber dan Cara Memperoleh Pupuk di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 Nomor Sampel Sumber Cara Memperoleh Petani Kios Pertanian Mudah Sulit 27 √ √ 28 √ √ 29 √ √ 30 √ √ 31 √ √ 32 √ √ 33 √ √ 34 √ √ 35 √ √ 36 √ √ 37 √ √ 38 √ √ 39 √ √ 40 √ √ 41 √ √ 42 √ √ 43 √ √ 44 √ √ 45 √ √ 46 √ √ 47 √ √ 48 √ √ 49 √ √ 50 √ √ 51 √ √ 52 √ √ 53 √ √ 54 √ √ 55 √ √ 56 √ √ 57 √ √ 58 √ √ 59 √ √ 60 √ √ 61 √ √ Persentase 100 100 Lampiran: Analisis Data Primer Lampiran 4 Universitas Sumatera Utara Dari Tabel 27 dapat dilihat bahwa petani mendapatkan pupuk dari kios pertanian baik pupuk kandang maupun pupuk kimia. Kios yang tidak terlalu jauh dari daerah penelitian membuat petani dapat dengan mudah mendapatkan pupuk. Kios yang ada di daerah penelitian selalu menyediakan pupuk dalam jumlah yang cukup besar sehingga petani dapat membeli pupuk setiap saat sesuai dengan kebutuhan petani. Berikut adalah rata-rata harga pupuk di Kabupaten Simalungun: Pupuk Organik dengan harga Rp 333 – Rp 600 kg, Pupuk Paten Kali Butir seharga Rp 8.000 – Rp 10.000 Kg, Pupuk Phonska seharga Rp 2.300 - Rp 3.000Kg, Pupuk ZA seharga Rp 1.600 – 3.500kg, Pupuk KCL seharga Rp 3.700 – Rp 6.000kg, Pupuk RJ Bass seharga Rp 7.600 - Rp 10.000kg, Pupuk Mutiara seharga Rp 7.000- Rp 10.000kg, Pupuk Hidrokomplik seharga Rp 7.600 - Rp 100.000kg, Pupuk SS seharga Rp 5.800 – Rp 7.200kg, Pupuk Urea seharga Rp 2.000 - Rp 2.400kg dan Pupuk TSP seharga Rp 5.000 - Rp 8.000kg. Rata-rata keuntungan yang di peroleh oleh penyedia sarana produksi adalah Rp 10.000-15.000 per 50 kg. Dapat disimpulkan bahwa sarana produksi pupuk di Kabupaten Simalungun tersedia dimana petani dapat dengan mudah untuk mendapatkan pupuk dengan harga yang masih dapat dijangkau oleh petani.

A. Penggunaan pupuk di Kelurahan Sipolha Horison

Jenis pupuk yang digunakan oleh petani jahe yang ada di kelurahan Sipolha Horison adalah Pupuk Anorganik dan Pupuk Organik. Petani dapat membeli pupuk di kios pertanian yang tidak terlalu jauh dari daerah penelitian. Penyedia Universitas Sumatera Utara sarana produksi yang paling dekat dengan daerah penelitian adalah kios yang berada di Parapat dan Siantar dimana petani dapat menjangkaunya dengan menggunakan sepeda motor ataupun dengan kendaraan beroda empat. Petani tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan sarana produksi pupuk karena kios yang ada di daerah penelitian selalu menyediakan pupuk dalam jumlah yang cukup besar dan akan membeli pupuk dalam seminggu sekali. Gambaran jumlah pupuk yang digunakan untuk usahatani jahe di daerah Kelurahan Sipolha Horison adalah sebagai berikut: Tabel 28. Rata-Rata Jumlah dan Biaya Pupuk untuk Usahatani Jahe di Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Jenis Pupuk Per Petani Per Hektar Kebutuhan kg Biaya Rp Kebutuhan kg Biaya Rp 1. Organik 928 326.833 9.218 4.056.944 2 Phonska 42 114.600 387,6 1.066.250 3. ZA 35 75.650 431,4 922.500 4. RJ Bass 35 350.000 337,6 3.375.000 5. Mutiara 10 100.000 250 2.500.000 6. SS 50 360.000 313 2.250.000 7. Urea 25 60.000 313 750.000 8. TSP 17 130.000 222,33 1.694.444 Jumlah 1.141 1.517.083 11.472 16.615.139 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 5 dan Lampiran 8 Dari Tabel 28 dapat dilihat bahwa petani jahe di Kelurahan Sipolha lebih banyak menggunakan pupuk organik daripada pupuk anorganik. Rata-rata kebutuhan pupuk per petani di Sipolha Horison adalah 1.141 kg dengan biaya rata-rata adalah Rp 1.517.083 per petani. Sarana produksi pupuk di Kelurahan Sipolha Horison tersedia dengan harga yang masih dapat dijangkau oleh petani. Universitas Sumatera Utara

B. Penggunaan Pupuk di Nagori Dolog Huluan

Jenis pupuk yang digunakan oleh petani jahe yang ada di Nagori Dolog Huluan adalah pupuk anorganik dan pupuk organik. Adapun jenis-jenis pupuk yang tersedia dan yang dibutuhkan di Nagori Dolog Huluan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 29. Pupuk yang Tersedia dan Pupuk yang Dibutuhkan di Nagori Dolog Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No. Jenis Pupuk yang Tersedia Kg Jenis Pupuk yang DibutuhkanKg 1. Organik Organik 2. PKB PKB 3. Phonska Phonska 4. ZA ZA 5. KCL KCL 6. RJ Bass RJ Bass 7. Mutiara Mutiara 8. Hidrokomplik Hidrokomplik 9. SS SS 10. Urea Urea 11. TSP TSP 12. Boron 13. SP 36 14. Petro Organik Lampiran: Analisis Data Primer Lampiran 23 Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa pupuk yang dibutuhkan petani dalam usahatani jahe tersedia di daerah penelitian. Di daerah penelitian tersedia kios pertanian “Desri Tani” yang memiliki sertifikat dan bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan penyuluh sehingga memudahkan dalam distributor pupuk bersubsidi. Kios Desri Tani melakukan transaksi atau belanja pupuk dalam seminggu sekali namun jika permintaan pupuk banyak misalnya pada saat musim tanam bisa mencapai dua kali dalam seminggu. Universitas Sumatera Utara Rata-rata pembelian pupuk yang dilakukan oleh kios Desri Tani per minggu adalah 1 ton per jenis. Selisih harga di penyedia bahan baku dengan harga di petani untuk pupuk non subsidi adalah Rp 10.000 – 15.000 per sak 50 kg . Pada saat ada pupuk bersubsidi maka kios Desri Tani akan menebus pupuk dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok RDKK yang telah disusun oleh penyuluh dan kelompok tani. Petani dapat membeli pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah dan jenis pupuk sesuai kebutuhan petani dengan harga subsidi. Kios Desri Tani juga dapat mengantar pupuk ke rumah atau lahan petani yang dapat dijangkau dengan kendaraan beroda empat jika pupuk yang dibeli dalam jumlah yang besar. Gambaran jumlah pupuk dan jumlah biaya yang digunakan petani dalam usahatani jahe di Nagori Dolog Huluan adalah sebagai berikut: Tabel 30. Rata-Rata Jumlah Dan Biaya Pupuk Untuk Usahatani Jahe Di Nagoi Dolog Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Jenis Pupuk Per Petani Per Hektar Kebutuhan kg Biaya Rp. Kebutuhan kg Biaya Rp 1. Organik 11.897 4.531.937 36.668 14.594.619 2. PKB 139 1.042.115 329 3.225.744 3. Phonska 215 618.100 526 1.791.194 4. ZA 180 763.676 487 1.722.732 5. KCL 96 487.115 323 1.791.174 6. RJ Bass 130 1.105.455 330 3.091.346 7. Mutiara 170 1.698.636 394 3.231.970 8. Hidrokomplik 49 378.500 295 2.613.889 9. SS 56 671.188 245 2.179.870 10. Urea 60 136.800 268 597.308 11. TSP 68 351.400 368 1.709.816 Jumlah 13.063 11.784.922 40.232 36.549.660 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 6 dan Lampiran 8 Dari Tabel 30 dapat dilihat bahwa rata-rata kebutuhan pupuk untuk usahatani jahe adalah 13.063 Kgpetani dimana petani dapat membeli pupuk tersebut pada penyedia bahan baku. Petani juga dapat membeli pupuk di kios yang ada di luar Universitas Sumatera Utara nagori ini seperti di Raya Huluan atau di Tigarunggu yang tidak terlalu jauh dari daerah penelitian dan dapat dijangkau dengan sepeda motor ataupun kendaraan beroda empat. Oleh sebab itu sarana produksi pupuk di Nagori Dolog Huluan juga tersedia dimana petani dapat membeli pupuk setiap saat sesuai dengan kebutuhan petani dengan harga yang dapat dijangkau oleh petani.

C. Penggunaan pupuk di Nagori Parjalangan

Pupuk yang digunakan petani yang ada di Parjalangan juga terdiri dari pupuk organik dan anorganik. Adapun jenis-jenis pupuk yang tersedia dan pupuk yang dibutuhkan di Nagori Parjalangan antara lain dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 31. Pupuk yang Tersedia dan Pupuk yang Dibutuhkan di Nagori Parjalangan, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No. Jenis Pupuk yang Tersedia Kg Jenis Pupuk yang DibutuhkanKg 1. Organik Organik 2. PKB PKB 3. Phonska Phonska 4. ZA ZA 5. KCL KCL 6. RJ Bass RJ Bass 7. Mutiara Mutiara 8. Hidrokomplik Hidrokomplik 9. SS SS 10. Urea Urea 11. TSP 12. Boron 13. SP 36 Lampiran: Analisis Data Primer Lampiran 24 Dari Tabel 31 dapat dilihat bahwa jenis pupuk yang dibutuhkan petani di daerah penelitian tersedia. Terdapat penyedia bahan baku pupuk ” Maju Tani” yang dekat dengan daerah penelitian yaitu di Raya Huluan. Kios Maju Tani membeli pupuk Universitas Sumatera Utara sekali sampai dua kali dalam seminggu dengan rata-rata pembelian sebanyak 1-2 ton per jenis pupuk sehingga kios ini selalu memiliki persediaan pupuk. Petani menggunakan sepeda motor untuk membeli pupuk selain itu, petani juga dapat membeli pupuk lewat telepon dan kemudian akan di antar ke rumah petani. Gambaran jumlah pupuk yang digunakan untuk usahatani jahe di daerah Nagori Parjalangan adalah sebagai berikut: Tabel 32. Rata-Rata Jumlah dan Biaya Pupuk untuk Usahatani Jahe di Nagori Parjalangan, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun tahun 2016 No Jenis Pupuk Per Petani Per Hektar Kebutuhan kg Biaya Rp. Kebutuhan kg Biaya Rp 1. Organik 18.800 6.975.400 50.109 19.044.859 2. PKB 150 1.278.333 227,33 4.053.472 3. Phonska 169 475.556 384,44 1.043.713 4. ZA 175 318.382 427,80 798.223 5. KCL 123 525.385 303,50 1.277.324 6. RJ Bass 105 935.909 266,20 2.377.651 7. Mutiara 100 890.000 250 2.225.000 8. Hidrokomplik 25 230.000 313 2.875.000 9. SS 141 865.357 347,75 1.910.714 10. Urea 83 200.000 291,67 700.000 Jumlah 19.871 12.694.322 52.921 36.305.957 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 5 dan Lampiran 8 Pada Tabel 32 dapat dilihat bahwa rata-rata penggunaan pupuk Parjalangan adalah 19.871 kg per petani dimana petani dapat membeli di kios pertanian yang ada di daerah penelitian. Harga pupuk di daerah penelitian tidak jauh berbeda dengan harga yang dibeli penyedia bahan baku dimana selisih harga pupuk di penyedia bahan baku dengan harga di petani adalah Rp 10.000-13.000 per sak 50 kg. Petani juga dapat membeli pupuk di kios yang lain seperti kios di Tigarunggu namun jaraknya dari daerah penelitian lebih jauh. Universitas Sumatera Utara

5.1.4. Pestisida

Pestisida merupakan pembasmi gulma serta dapat mencegah hama dan penyakit pada tanaman jahe yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman jahe bahkan dapat membuat petani menjadi gagal panen. Tanaman yang terserang hama dan penyakit juga akan menurunkan kualitas dan produksi dari tanaman jahe sehingga dapat merugikan petani. Penyakit busuk rimpang dan layu bakteri pada jahe sampai saat ini belum dapat diberantas menggunakan pestisida yang ada. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling ganas pada jahe karena belum ada obatnya dan mudah menular pada jahe yang lainnya dengan cepat, sehingga sering kali membuat petani gagal panen. Rata-rata biaya yang dikeluarkan petani untuk pestisida adalah Rp 493.604 per petani. Sarana produksi pestisida tersedia di daerah penelitian dimana petani dapat membelinya kapan saja dan dapat dijangkau dengan mudah dengan harga yang masih dapat dijangkau oleh petani. Namun pestisida untuk membasmi penyakit busuk rimpang dan layu bakteri sampai saat ini belum ada. Tabel 33. Sumber dan Cara Memperoleh Pestisida di Kabupaten Simalungun Tahun 2016. Nomor Sampel Sumber Cara Memperoleh Petani Kios Pertanian Mudah Sulit 1 √ √ 2 √ √ 3 √ √ 4 √ √ 5 √ √ 6 √ √ 7 √ √ 8 √ √ 9 √ √ 10 √ √ 11 √ √ Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 33. Sumber dan Cara Memperoleh Pestisida di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 Nomor Sampel Sumber Cara Memperoleh Petani Kios Pertanian Mudah Sulit 12 √ √ 13 √ √ 14 √ √ 15 √ √ 16 √ √ 17 √ √ 18 √ √ 19 √ √ 20 √ √ 21 √ √ 22 √ √ 23 √ √ 24 √ √ 25 √ √ 26 √ √ 27 √ √ 28 √ √ 29 √ √ 30 √ √ 31 √ √ 32 √ √ 33 √ √ 34 √ √ 35 √ √ 36 √ √ 37 √ √ 38 √ √ 39 √ √ 40 √ √ 41 √ √ 42 √ √ 43 √ √ 44 √ √ 45 √ √ 46 √ √ 47 √ √ 48 √ √ 49 √ √ Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 33. Sumber dan Cara Memperoleh Pestisida di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 Nomor Sampel Sumber Cara Memperoleh Petani Kios Pertanian Mudah Sulit 50 √ √ 51 √ √ 52 √ √ 53 √ √ 54 √ √ 55 √ √ 56 √ √ 57 √ √ 58 √ √ 59 √ √ 60 √ √ 61 √ √ Persentase 100 100 Lampiran: Analisis data Primer Lampiran 9 Dari Tabel 33 dapat dilihat bahwa petani membeli sarana produksi di kios pertani yang ada di daerah penelitian. Sama halnya dengan pupuk petani dapat membeli pestisida pada penyedia bahan baku atau kios yang dekat dengan daerah penelitian. Penyedia bahan baku membeli pestisida seminggu sekali sesuai dengan kebutuhan petani dan penyedia bahan baku selalu memiliki persediaan pestisida sehingga petani tidak mengalami kekurangan maupun kesulitan untuk mendapatkan pestisida. Penggunaan Pestisida di Kelurahan Sipolha Horison Petani jahe yang ada di Kelurahan Sipolha Horison jarang ada yang menggunakan pestisida karena petani takut jika diberi pestisida dapat mengganggu pertumbuhan tanaman jahe itu sendiri. Petani membasmi gulma secara manual tanpa menggunakan pestisida dan melakukan pencegahan hama penyakit dengan cara membersihkan tanaman jahe dari gulma. Gambaran jumlah dan biaya pestisida Universitas Sumatera Utara yang digunakan untuk tanaman jahe di daerah Kelurahan Sipolha Horison adalah sebagai berikut: Tabel 34. Rata-Rata Jumlah dan Biaya Pestisida untuk Usahatani Jahe di Kelurahan Sipolha Hoison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Jenis Pestisida Per Petani Per Hektar Kebutuhan ltr Biaya Rp Kebutuhan ltr Biaya Rp 1. Supergro 0,75 42.000 9,375 525.000 2. Entracol 0,75 71.250 9,375 890.625 Jumlah 1,5 113.250 18,75 1.415.625 Sumber : Analisis Data Primer lampiran 10 dan Lampiran 13 Dari Tabel 34 dapat dilihat bahwa pestisida yang digunakan petani adalah Supergro dan Entracol. Pemakaian Pestisida dilakukan dengan cara mencampur dengan air menggunakan ukuran yang sudah ditentukan kemudian disemprot ke tanaman jahe. Petani dapat membeli pestisida di kios pertanian dimana petani membeli pupuk yaitu di Parapat atau Siantar yang dapat dijangkau dengan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Rata-rata harga Supergro adalah 28.000liter dan rata-rata harga Entracol adalah Rp 47.500liter. Sarana produksi pestisida di Sipolha Horison tersedia dan dapat dibeli setiap saat sesuai dengan kebutuhan petani dan dengan harga yang dapat dijangkau oleh petani.

A. Penggunaan Pestisida di Nagori Dolog Huluan

Pestisida yang paling banyak digunakan oleh petani di daerah penelitian adalah pestisida Gromoxon. Pestisida ini digunakan untuk membasmi gulma sebelum jahe tumbuh ke permukaan tanah. Selain itu, harga pestisida tidak terlalu mahal sehinga masih dapat dijangkau oleh petani. Petani dapat membeli pestisida dikios pertanian yang ada di daerah penelitian seperti kios Desri Tani. Universitas Sumatera Utara Sama halnya dengan pupuk, kios Desri Tani juga membeli pestisida sekali seminggu sesuai dengan permintaan petani dan selalu membuat persediaan agar dapat dibeli setiap saat. Harga pestisida di daerah penelitian juga tidak terlalu tinggi dimana selisih harga di penyedia bahan baku dengan harga di petani adalah Rp 5.000-10.000 per botol. Gambaran jumlah dan biaya pestisida yang digunakan untuk tanaman jahe di daerah Nagori Dolog Huluan adalah sebagai berikut: Tabel 35. Rata-Rata Jumlah dan Biaya Pestisida untuk Usahatani Jahe di Nagori Dolog Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Jenis Pestisida Per Petani Per Hektar Kebutuhan Biaya Rp Kebutuhan Biaya Rp 1. Manjet kg 0,88 72.750 2,89 329.479 2. 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Prepaton ltr Basmilang ltr Rikkot ltr Trineb ltr Supergro ltr AgroStarfit ltr Kasumin kg Wenri kg Drusban ltr Entracol kg Gromoxon ltr 0,23 1,58 1,21 1,43 2 1,71 1 1,30 1,04 0,75 3,5 85.000 95.304 61.500 72.806 25.714 47.429 68.786 99.100 82.667 80.000 199.750 0,79 7,73 2,15 2,79 3,57 2,77 2,12 3,3 1,35 0,75 4,16 559.583 439.290 274.450 335.104 159.432 123.891 309.056 322.000 316.249 331.250 675.937 Jumlah - 990.804 - 4.175.725 Sumber : Analisis Data Primer lamipran 11 dan Lampiran 13 Dari Tabel 35 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya untuk pestisida di Dolog Huluan adalah Rp 990.804 per petani. Sarana produksi pestisida di Nagori Dolog Huluan tersedia dan mudah di dapat petani. Namun pestisida untuk pemberantas penyakit busuk rimpang dan layu bakteri pada jahe belum ada.

B. Penggunaan Pestisida di Nagori Parjalangan

Petani membeli pestisida pada penyedia bahan baku atau kios tempat petani membeli pupuk seperti di kios Maju Tani. Kios Maju Tani membeli pestisida Universitas Sumatera Utara sekali dalam seminggu sesuai dengan kebutuhan dan membuat persedian agar petani tidak kesulitan untuk mendapatkan pestisida. Harga pestisida di daerah penelitian juga tidak terlalu tinggi dimana selisih harga pestisida pada penyedia bahan baku dengan harga di petani adalah Rp 5.000-8.000 per botol. Gambaran jumlah dan biaya pestisida yang digunakan untuk tanaman jahe di daerah Nagori Parjalangan adalah sebagai berikut: Tabel 36. Rata-Rata Jumlah dan Biaya Pestisida untuk Usahatani Jahe di Nagori Parjalangan, Kecamatan Dolog Pardamean, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Jenis Pestisida Per Petani Per Hektar Kebutuhan Biaya Rp Kebutuhan Biaya Rp 1. Manjet kg 0,88 70.000 2,18 175.000 2. 3 4 5 6 7 8 9 10 Prepaton ltr Basmilang ltr Rikkot ltr Trinep ltr Supergro ltr Agro Starfit ltr Kasumin kg Entracol kg Gromoxon ltr 0,10 2,33 0,75 1,13 2,25 0,75 1,17 1 2,63 85.000 139.667 75.000 88.750 61.875 21.000 87.667 100.000 154.500 0,31 6,42 2,71 2,79 4,06 2,08 2,70 5,00 7,14 265.625 384.583 270.833 236.458 112.187 60.000 219.583 500.000 420.104 Jumlah - 883.458 - 2.644.375 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 12 dan Lampiran 13 Dari Tabel 36 dapat dilihat bahwa pestisida yang banyak digunakan petani adalah Basmilang dan Gromoxon. Pestisida ini digunakan petani untuk membasmi gulma sebelum tanaman jahe tumbuh kepermukaan tanah. Selain itu petani juga dapat membeli pestisida pada penyedia bahan baku yang lain seperti di Raya atau Tigarunggu. Sarana produksi pestisida di Parjalangan juga tersedia dan mudah di dapat petani namun pestisida untuk membasmi penyakit panas dalam dan layu bakteri juga belum ada. Universitas Sumatera Utara

5.1.5. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam suatu usahatani karena tenaga kerja merupakan penunjang terhadap keberlangsungan dari usahatani di daerah penelitian. Dalam pengelolaan usahatani terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga TKDK dan tenaga kerja luar keluarga TKLK yang berasal dari masyarakat yang tinggal di daerah penelitian. Penggunaan tenaga kerja yang dicurahkan usahatani jahe didasarkan kepada hari kerja secara pria HKP. Pada usahatani jahe memerlukan tenaga kerja yang berbeda-beda pada setiap kegiatan. Tenaga kerja di daerah penelitian tidak cukup tersedia karena petani didaerah penelitian rata-rata memiliki lahan masing-masing untuk usahatani serta dibutuhkan tenaga kerja yang cukup besar terutama pada saat penanaman dan panen sehingga petani jahe di daerah penelitian harus mencari tenaga kerja dari luar daerah ini.

A. Penggunaan Tenaga Kerja di Kelurahan Sipolha Horison

Berikut jumlah dan biaya tenaga kerja dalam usaha tani jahe yang dibutuhkan oleh petani baik TKDK maupun TKLK: Tabel 37. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja di Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Biaya Tenaga Kerja Jenis Tenaga Kerja Upah Rp TKDK HKP TKLK HKP

1. Per Petani

14,54 24,32 2.272.727

2. Per Hektar

193,57 299,84 29.170.455 Jumlah 208,11 324,16 31.443.182 Sumber : Analisis Data Primer 14 Penggunaan tenaga kerja dalam mengelola usahatani jahe berasal dari tenaga kerja dalam keluarga TKDK dan tenaga kerja luar keluarga TKLK. Dari Tabel 37 Universitas Sumatera Utara dapat dilihat bahwa Petani jahe di Kelurahan Sipolha Horison lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dibandingkan tenaga kerja dalam keluarga. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan petani jahe pada daerah ini cukup besar karena di daerah ini tidak dapat menggunakan teknologi seperti traktor yang dapat membantu petani dalam melakukan pengolahan lahan sehingga petani harus mencari tenaga kerja dari luar daerah ini. Upah tenaga kerja di Kelurahan Sipolha Horison sebesar 50.000hari dengan 7 jam kerja. Upah yang diberikan kepada tenaga kerja laki-laki sama dengan upah yang diberikan kepada tenaga kerja perempuan. Penggunaan Tenaga Kerja di Nagori Dolog Huluan Pada daerah Dolog Huluan petani juga cukup kesulitan dalam hal mencari tenaga kerja sehingga petani menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar desa ini. Upah tenaga kerja di Nagori Dolog Huluan adalah 50.000Hari dengan 7 jam kerja. Tabel 38. Rata-Rata biaya Penggunaan Tenaga Kerja di Nagori Dolog Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Biaya Tenaga Kerja Jenis Tenaga Kerja Upah Rp TKDK HKP TKLK HKP 1. Per Petani 20,35 56,76 4.038.333

2. Per Hektar

66,19 191,76 15.058.833 Jumlah 86,54 248,52 19.097.166 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 14 Dari Tabel 38 dapat dilihat bahwa petani jahe di Dolog Huluan juga lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluar dibandingkan dengan tenaga kerja dalam keluarga. Dalam usahatani jahe petani memerlukan tenaga kerja yang banyak terkhusus pada saat panen karena jahe yang dihasilkan dalam jumlah yang banyak dan harus dipanen secara serempak. Universitas Sumatera Utara Penggunaan Tenaga Kerja di Nagori Parjalangan Pada daerah Parjalangan tenaga kerja luar keluarga berasal dari luar dan dalam nagori ini sehingga petani tidak terlalu mengalami kesulitan dalam mencari tenaga kerja. Upah tenaga kerja yang dikeluarkan untuk tenaga kerja laki-laki sama dengan upah tenaga kerja untuk perempuan yaitu Rp 60.000hari dengan jam kerja sebanyak 7 jam per hari. Tabel 39. Rata-Rata biaya Penggunaan Tenaga Kerja di Nagori Parjalangan, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Biaya Tenaga Kerja Jenis Tenaga Kerja Upah Rp TKDK HKP TKLK HKP

1. Per Petani

13,05 74,56 6.150.000

2. Per Hektar

52,65 189,44 17.337.510 Jumlah 65,70 264.00 23.487.510 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 14 Dari Tabel 39 dapat dilihat bahwa dalam usahatani jahe petani jahe yang ada di Nagori Parjalangan lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga daripada tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja di daerah Parjalangan juga tidak cukup tersedia sehingga pada saat tertentu petani harus mencari tenaga kerja dari luar daerah ini.

5.1.6. Alat-Alat dan Mesin Pertanian

Alat-alat pertanian adalah sarana yang sangat penting dalam usahatani karena peralatan tersebut digunakan untuk mempermudah kegiatan usahatani mulai dari penanaman sampai pada panen. Petani dapat dengan mudah mendapatkan peralatan tersebut di pasar dan pada umumnya permintaan terhadap sarana produksi tersebut tidak banyak karena pemakaian peralatan tersebut bisa dipakai dalam waktu yang lama. Universitas Sumatera Utara Petani sampel di Kabupaten Simalungun masih menggunakan alat dan mesin pertanian yang sederhana seperti cangkul, kiskis, sprayer, parang babat dan traktor. Mereka hanya memanfaatkan alat dan mesin yang tersedia dalam produksi jahe. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alat dan mesin pertanian secara sederhana tersedia di daerah penelitian, namun untuk alat dan mesin modern seperti mesin pengering dan penghalus jahe belum tersedia.

A. Penggunaan Alat dan Mesin Pertanian di Kelurahan Sipolha Horison

Petani jahe tidak kesulitan dalam mendapatkan alat-alat pertanian karena petani dapat membeli ke pasar yang tidak terlalu jauh dari Kelurahan Sipolha Horison yaitu Pasar Parapat atau Pasar Siantar. Tabel 40. Rata-Rata Jumlah dan Biaya penyusutan alat-alat pertanian untuk Usahatani Jahe di Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Jenis Alat Per Petani Jumlah unit Penyusutan Rp 1. Cangkul 2 57.629 2. 3 Pisau Babat Sprayer 2 1 32.784 86.677 Jumlah 5 177.089 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 15 dan Lampiran 16 Dari Tabel 40 dapat dilihat bahwa alat-alat pertanian yang dipakai petani jahe di Kelurahan Sipolha Horison adalah cangkul, pisau babat dan sprayer manual. Rata- rata harga cangkul di Keluahan Sipolha Horison adalah Rp 68.182, rata-rata harga pisau babat adalah Rp 63.636 dan rata-rata harga sprayer adalah Rp 735.000. Jumlah alat-alat pertanian yang dimiliki petani berdasarkan jumlah tenaga kerja dalam keluarga. Semakin banyak jumlah tenaga kerja dalam keluarga maka semakin banyak juga jumlah alat-alat pertanian yang dimiliki oleh petani. Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa petani di daerah penelitian menyatakan Universitas Sumatera Utara tidak kesulitan dalam memperoleh alat-alat pertanian yang digunakan untuk usahatani jahe. Artinya semua peralatan yang dibutuhkan selalu tersedia di daerah penelitian.

B. Penggunaan Alat-alat Pertanian di Nagori Dolog Huluan

Petani jahe di Dolog Huluan tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh alat- alat pertanian yang digunakan untuk usahatani jahe. Petani dapat membeli alat- alat pertanian ke pasar Pasar Tigarunggu atau Pasar Raya, artinya semua peralatan yang dibutuhkan selalu tersedia di daerah penelitian dengan rata-rata harga cangkul adalah Rp 53.500, rata-rata harga kiskis adalah Rp 37.586 dan rata-rata harga sprayer adalah Rp 764.074. Tabel 41. Rata-Rata Jumlah dan Biaya penyusutan alat-alat pertanian untuk Usahatani Jahe Nagori Dolog Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Jenis Alat Per Petani Jumlah unit Penyusutan Rp 1. Cangkul 2 28.288 2. 3 Kiskis Sprayer 2 1 24.416 85.572 Jumlah 5 138.276 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 15 dan Lampiran 16 Dari Tabel 41 dapat dilihat bahwa alat-alat pertanian yang digunakan petani jahe di Nagori Dolog Huluan adalah cangkul, Kiskis dan Sprayer. Cangkul digunakan petani untuk penanaman dan pemanenan, kiskis digunakan untuk melakukan penyiangan jahe dari gulma dan sprayer digunakan petani untuk melakukan penyemprotan. Di daerah Dolog Huluan petani jahe sudah menggunakan teknologi dalam pengolahan lahan yaitu menggunakan traktor. Bapak Eric Edison Purba merupakan satu-satunya yang memiliki traktor pribadi di daerah ini, Bapak ini menyewakan traktor kepada petani jahe dengan harga Rp 40.0000,04 Ha Universitas Sumatera Utara untuk lahan jahe yang ada di Dolog Huluan dan Rp 45.0000,04 Ha untuk lahan yang ada di luar Nagori Dolog Huluan.

C. Penggunaan Alat-alat Pertanian di Nagori Parjalangan

Petani jahe di Nagori Parjalangan tidak mengalami kesulitan dalam mendapatkan alat pertanian yang dibutuhkan petani. Petani membeli alat pertanian dari pasar yang ada di Tigarunggu mauapun Pasar yang ada di Raya dengan rata-rata harga cangkul adalah Rp 56.000, rata-rata harga kiskis adalah Rp 42.105 dan rata-rata harga sprayer adalah Rp 702.500. Semua peralatan yang dibutuhkan petani selalu tersedia di daerah penelitian namun yang sering menjadi kendala petani adalah modal. Tabel 42. Rata-Rata Jumlah dan Biaya penyusutan alat-alat pertanian untuk Usahatani Jahe di Nagori Parjalangan, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Jenis Alat Per Petani Jumlah unit Penyusutan Rp 1. Cangkul 2 31.968 2. 3 Kiskis Sprayer 2 1 23.379 77.884 Jumlah 5 133.231 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 15 dan Lampiran 16 Dari Tabel 42 dapat dilihat bahwa alat-alat pertanian yang digunakan petani jahe di Nagori Parjalangan adalah cangkul, kiskis dan sprayer. Petani jahe di Parjalangan sudah menggunakan teknologi seperti traktor dalam pengolahan lahan namun, di daerah ini belum ada masyarakat ataupun petani yang memiliki traktor pribadi sehingga petani masih menggunakan traktor yang disewakan dari luar desa ini. Rata-rata biaya pengolahan lahan menggunakan traktor adalah Rp 3.262.500Ha hal ini sangat membantu petani baik dalam menghemat waktu maupun menghemat biaya produksi. Universitas Sumatera Utara Total biaya adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani jahe dalam usaha tani jahe baik untuk sarana produksi, tenaga kerja, penyusutan alat pertanian dan biaya pajak bumi dan bangunan. Tabel 43. Rata-Rata Total Biaya Produksi Jahe di Kelurahan Sipolha Horison, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun Per Musim Tanam No Jenis Biaya Rata-Rata Biaya Produksi Per-Petani Rp. Persentase Per-Hektar Rp. Persentase 1. Penyusutan 106.172 1,83 106.172 0,16 2. Saprodi a. Bibit b. Pupuk c. Pestisida 3.407.886 2.664.545 630.091 113.250 58,87 46,03 10,88 1,96 37.687.360 29.132.909 7.138.826 1.415.625 56,26 43,49 10,66 2,11 3. Tenaga kerja 2.272.727 39,26 29.170.455 43,55 4. Biaya PBB 2.273 0,04 25.000 0,03 Jumlah 5.789.059 100,00 66.988.987 100,00 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 18 Dari Tabel 43 dapat dilihat bahwa biaya yang paling banyak dikeluarkan petani dalam usaha tani jahe adalah biaya untuk sarana produksi seperti bibit, pupuk dan pestisida sekitar 58,87 dari total biaya produksi. Biaya untuk bibit merupakan biaya yang paling tinggi dalam sarana produksi karena jumlah bibit yang dibutuhkan petani banyak dan harga bibit yang tinggi. Perlu adanya bantuan dari pemerintah dalam penyediaan bibit yang unggul dengan harga yang dapat dijangkau oleh petani. Dalam usahatani jahe di Nagori Dolog Huluan petani mengeluarkan biaya produksi yang terdiri dari biaya untuk membeli sarana produksi, biaya penyusutan alat pertanian, biaya tenaga kerja, biaya pengolahan lahan menggunakan traktor dan biaya pajak bumi dan bangunan. Berikut adalah tabel rata-rata total biaya produksi jahe di Nagori Dolog Huluan: Universitas Sumatera Utara Tabel 44. Rata-Rata Total Biaya Produksi Jahe di Nagori Dolog Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun Per Musim Tanam No Jenis Biaya Rata-Rata Biaya Produksi Per-Petani Rp. Persentase Per-Hektar Rp. Persentase 1. Penyusutan 128.905 0,57 128.905 0,15 2. Saprodi a. Bibit b. Pupuk c. Pestisida 16.118.956 10.695.833 7.658.320 280.650 74,53 44,55 28,74 1,23 57.570.842 37.602.435 23.740.245 1.021.948 72,18 45,11 25,95 1,11 3. Biaya Traktor 1.855.000 4,85 3.045.833 3,99 4. Tenaga kerja 4.038.333 20,00 15.058.833 23,64 5. Biaya PBB 7.600 0,03 25.000 0,03 Jumlah 24.664.641 100,00 80.623.199 100,00 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 18 Dari Tabel 44 dapat dilihat bahwa biaya sarana produksi yang terdiri dari biaya membeli bibit, pupuk dan pestisida merupakan biaya yag paling banyak dikeluarkan petani dalam usaha tani jahe sekitar 74,53 dari total biaya produksi. Petani jahe yang ada di Nagori Parjalangan mengeluarkan biaya produksi seperti biaya sarana produksi, biaya penyusutan alat pertanian, biaya tenaga kerja, biaya pengolahan lahan menggunakan traktor dan biaya pajak bumi dan bangunan. Berikut adalah tabel rata-rata total biaya produksi jahe di Nagori Parjalangan: Tabel 45. Rata-Rata Total Biaya Produksi Jahe di Nagori Parjalangan, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun Per Musim Tanam No Jenis Biaya Rata-Rata Biaya Produksi Per-Petani Rp. Persentase Per-Hektar Rp. Persentase 1. Penyusutan 133.231 0,44 133.231 0,16 2. Saprodi a. Bibit b. Pupuk c. Pestisida 22.908.450 13.385.000 9.302.650 220.800 75,21 43,94 30,54 0,72 61.879.874 36.226.600 25.045.451 607.823 74,88 43,84 30,31 0,73 3. Biaya Traktor 1.257.750 4,13 3.262.500 3,95 4. Tenaga kerja 6.150.000 20,19 17.337.510 20,98 5. Biaya PBB 9.550 0,03 25.000 0,03 Jumlah 30.458.981 100,00 82.638.115 100,00 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 18 Universitas Sumatera Utara Dari Tabel 45 dapat dilihat bahwa biaya untuk sarana produksi merupakan biaya yang paling tinggi sekitar 75,21 dari total biaya produksi. Dalam pengadaan sarana produksi biaya bibit adalah biaya yang paling tinggi yang dikeluarkan oleh petani karena jumlah bibit yang dibutuhkan banyak dan harga bibit jahe yang cukup mahal. Oleh sebab itu petani berharap mendapatkan bantuan sarana produksi berupa bibit, pupuk maupun pestisida yang dapat membantu petani menghemat biaya produksi dalam usahatani jahe. Usahatani jahe memerlukan modal yang besar sehingga sebagian petani tidak menanam jahe pada lahan yang luas. Keterbatasan modal sering kali menjadi hambatan bagi petani dalam melakukan usahatani jahe sehingga usahatani jahe belum dilakukan dengan maksimal. Modal yang besar juga membuat petani terkadang khawatir dalam melakukan usahatani jahe karena takut mengalami kerugian yang besar. Untuk itu perlu adanya lembaga yang dapat membantu petani dalam hal penyediaan modal seperti Koperasi Unit Desa.

5.2 Produksi Produksi adalah suatu kegiatan untuk menciptakanmenghasilkan atau menambah

nilai guna terhadap suatu barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan perseorangan atau badan produsen. Untuk budidaya jahe diperlukan lahan di daerah yang sesuai untuk pertumbuhannya. Untuk pertumbuhan jahe yang optimal diperlukan persyaratan ketinggian tempat 300 - 900 m dpl, temperatur rata-rata tahunan 25 - 30º C, curah hujan per tahun 2 500 – 4 000 mm, intensitas cahaya matahari 70 - 100 atau agak ternaungi sampai terbuka, drainase tanah baik, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir, pH tanah 6,8 – 7,4. Universitas Sumatera Utara Pada lahan dengan pH rendah dapat diberikan kapur pertanian kaptan 1 - 3 tonha atau dolomit 0,5 - 2 tonha untuk meningkatkan pH tanah. Pada lahan dengan kemiringan 3 dianjurkan untuk dilakukan pembuatan teras, teras bangku sangat dianjurkan bila kemiringan lereng cukup curam. Hal ini untuk menghindari terjadinya pencucian lahan yang mengakibatkan tanah menjadi tidak subur, dan benih jahe hanyut terbawa arus. Untuk menjamin kesehatan lahan, sebaiknya lahan yang digunakan bukan bekas jahe, atau tidak ada serangan penyakit bakteri layu dilahan tersebut dan hanya dua kali berturut-turut ditanami jahe. Tahun berikutnya dianjurkan pindah tempat untuk menghindari kegagalan panen karena kendala penyakit. Dalam proses produksi petani sudah melaksanakan kegiatan proses produksi yang baik secara teknis. Pada tahap pengolahan lahan sebagian besar petani sudah menggunakan traktor, pada waktu penanaman petani menggunakan bibit yang sudah disortir, pengaturan jarak tanam, pemupukan 2- 4 kali sesuai dengan dosis yang dibutuhkan tanaman jahe. Hal ini berarti petani sudah mulai berpikir dalam meningkatkan hasil produksinya agar dapat berproduksi dengan baik, hanya saja untuk mengikuti perkembangan teknologi dalam pengolahan pascapanen belum ada. Hasil produksi jahe biasa dikirim ke luar negeri atau ke luar kota dalam bentuk rimpang jahe tanpa adanya pengolahan.

1. Pembibitan

Petani membeli bibit jahe dalam bentuk rimpang jahe dan kemudian jahe dijemur sampai kering kemudian dibiarkan sampai kira-kira 1,5 bulan setelah itu di kopek sesuai dengan rimpangnya. Pada saat jahe dikopek perlu diperhatikan dengan teliti Universitas Sumatera Utara apabila pada pangkal kedua bibit jahe tersebut terdapat serabut-serabut berwarna kuning dan kehitaman berarti bibit jahe tersebut sudah terkena penyakit dan tidak baik untuk ditanam karena dapat menyebabkan penyakit busuk rimpang pada jahe. Sebelum ditanam bibit jahe tersebut direndam di dalam air yang dicampur dengan insektisida seperti drusban dan fungisida seperti trinep yang dapat membantu bibit agar terhindar dari bakteri ataupun penyakit, setelah direndam bibit tersebut dapat langsung ditanam di lahan yang telah disediakan.

2. Penanaman

Sebelum proses penanaman dilaksanakan, terlebih dahulu melakukan persiapan lahan yaitu pengolahan lahan dengan menggunakan traktor atau dengan menggunakan cangkul. Pengolahan lahan biasa dilakukan 2-3 kali sebelum ditanam kemudian lahan yang sudah ditraktor atau dicangkul, diratakan dan dibuat jalur-jalur tempat untuk menanam jahe. jalur dibuat untuk memudahkan petani dalam proses pemanenan. Setelah ditarik garis pada jalur kemudian bibit jahe yang sudah disiapkan diletakkan pada jalur sesuai dengan jarak tanam kemudian diberi pupuk organik di atas bibit dan ditutup kembali dengan tanah. Benih jahe ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas, jangan terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. jarak tanam jahe yang biasa digunakan oleh petani adalah 20-30 cm x 60-70 cm sesuai dengan pengalaman dan informasi yang diperoleh dari teman ataupun petani jahe yang lain. Berikut adalah bagan penanaman jahe secara umum Universitas Sumatera Utara

3. Pemupukan

Secara teori pupuk yang digunakan dalam usahatani jahe ada dua yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang yang sudah masak sebanyak 20 tonha, diberikan 2 - 4 minggu sebelum tanam. Sedangkan dosis pupuk buatan SP-36 300 - 400 kgha dan KCl 300 - 400 kgha, diberikan pada saat tanam. Pupuk urea diberikan 3 kali pada umur 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam sebanyak 400 - 600 kgha, masing-masing 13 dosis setiap pemberian. Pada umur 4 bulan setelah tanam dapat pula diberikan pupuk kandang ke dua sebanyak 20 tonha Pupuk yang diberikan petani di lapangan terbagi atas dua yaitu pupuk organik dengan anorganik. Pupuk organik yang berupa kompos diberikan sebanyak 1-2 kali dalam sekali musim tanam dengan dosis pemberian sesuai dengan kebutuhan dan luas lahan. Pupuk anorganik diberikan sebanyak 1-2 kali dalam sekali musim tanam yang umumnya berupa Phonska, ZA, PKB, RJ Bass, Hidrokomplik, SS, KCL, dll. Belum semua petani jahe melakukan pemupukan sesuai dengan dosis Universitas Sumatera Utara karena harga pupuk yang cukup mahal serta modal yang tinggi. Jenis pupuk yang diberikan petani juga berbeda-beda tergantung kesanggupan petani membeli pupuk.

4. Pengendalian hama penyakit

Pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai dengan keperluan. Penyakit utama pada jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh serangan bakteri layu Ralstonia solanacearum. Sampai saat ini belum ada metode pengendalian yang memadai, kecuali dengan menerapkan tindakan-tindakan untuk mencegah masuknya benih penyakit, seperti penggunaan lahan sehat, penggunaan benih sehat, perlakuan benih sehat antibiotik, menghindari perlukaan penggunaan abu sekam, pergiliran tanaman, pembersihan sisa tanaman dan gulma, pembuatan saluran irigasi supaya tidak ada air menggenang dan aliran air tidak melalui petak sehat sanitasi, inspeksi kebun secara rutin. Petani jahe melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan penyemprotan baik untuk membasmi gulma maupun untuk mencegah hama dan penyakit pada tanaman jahe. Petani jahe di Nagori Dolog Huluan dan Parjalangan melakukan penyemprotan untuk membasmi gulma sebelum jahe tumbuh ke permukaan, namun petani jahe di Sipolha Horison tidak menggunakan pestisida baik dalam membasmi gulma maupun mencegah hama penyakit pada tanaman jahe. Penyemprotan dilakukan petani tergantung keadaan jahe, jika jahe sudah mengalami tanda-tanda mulai terserang penyakit maka akan segera dilakukan penyemprotan, namun jika jahe dalam keadaan baik sampai jahe siap untuk Universitas Sumatera Utara dipanen maka petani tidak melakukan penyemprotan. Rata-rata petani melakukan penyemprotan 2- 4 kali dalam sekali musim tanam.

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan oleh petani di daerah penelitian hanya sebatas pembersihan lahan secara berkala, pemberantasan hama penyakit dengan menggunakan obat - obatan yang diaplikasikan oleh sebagian petani jahe. Kegiatan penyiangan dilakukan petani sesuai dengan kebutuhan biasanya pembersihan lahan atau penyiangan biasanya dilakuakan 2-5 kali dalam sekali musim tanam sesuai dengan kebutuhan lahan. Penyiangan dilakukan petani dengan cara tradisional yakni mengggunakan kiskis atau parang babat.

6. Panen

Pemanenan jahe biasanya dilakukan pada umur 7 sampai 8 bulan untuk jahe tua, namun apabila jahe terserang penyakit biasa petani memanennya lebih awal yaitu pada umur 4-5 bulan jahe muda. Jahe muda jarang di panen petani karena memiliki bobot rimpang yang ringan dibandingkan dengan jahe tua, namun disaat sudah terserang penyakit petani tidak memiliki pilihan lain selain memanennya lebih awal. Pada jahe muda, pemanenan dilakukan dengan cara mencabutnya namun pada jahe tua pemanenan dilakukan dengan menggunakan cangkul. Pada saat panen biasanya petani memerlukan tenaga kerja yang banyak agar jahe dapat dipanen secara serempak.

5.2.1 Teknologi

Teknologi merupakan alat maupun mesin yang digunakan untuk segala sesuatu yang memiliki sifat teknis yang dapat mempermudah pekerjaan manusia. Petani Universitas Sumatera Utara jahe di daerah penelitian pada umumnya masih menggunakan alat dan cara yang sederhana dalam budidaya jahe. Teknologi yang digunakan petani jahe di Nagori Dolog Huluan dan Nagori Parjalangan adalah traktor yang digunakan petani untuk pengolahan lahan. Untuk kegiatan yang lain seperti penanaman, pemupukan, penyemprotan dan penyiangan masih menggunakan alat yang sederhana seperti cangkul, kiskis dan sprayer. Perlu adanya pengembangan teknologi yang dapat membantu petani dalam melakukan budidaya tanaman jahe. Petani jahe di Kelurahan Sipolha Horison belum menggunakan teknologi berupa traktor dalam pengolahan lahan. Dalam budidaya jahe petani masih menggunakan alat-alat pertanian yang sederhana seperti parang babat untuk melakukan penyiangan, cangkul untuk pengolahan lahan dan pemanenan serta sprayer untuk melakukan penyemprotan. Petani jahe di Sipolha Horison tidak menggunakan traktor karena kodisi lahan yang miring dan berbatu sehingga dalam pengolahan lahan petani harus menggunakan alat yang sederhana seperti cangkul. Teknologi yang digunakan pada daerah penelitian tersedia masih sederhana, belum ada alat atau mesin yang modern seperti mesin pencabut jahe pada saat panen.

5.2.2 Produktivitas Jahe

Produktivitas adalah produksi yang diusahakan per satuan luas lahan per satuan waktu. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas produksi jahe adalah bibit, pupuk, pestisida dan teknologi. Jumlah produksi usahatani jahe juga ditentukan oleh teknik budidaya yang dilakukan oleh petani seperti teknik pengolahan, penanaman dan penggunaan sarana produksi. Produksi dari tanaman Universitas Sumatera Utara jahe berupa rimpang jahe baik jahe tua maupun jahe muda. Berikut tabel produksi dan produktivitas jahe didaerah penelitian: Tabel 46. Rata-Rata Produksi dan Produktivitas Jahe di Kabupaten Simalungun Tahun 2016 No Daerah Penelitian Katagori Hasil Produksi Luas Lahan Ha Produksi Ton Produktivitas TonHa 1 Sipolha Horison Per Petani 0,09 1.568 17.422 Per Hektar 16.288 16.288 2 Dolog Huluan Per Petani 0,30 6.460 21.533 Per Hektar 20.163 20.163 3 Parjalangan Per Petani 0,38 8.805 23.171 Per Hektar 22.603 22.603 Jumlah Per Petani 0,27 5.611 20.709 Per Hektar 19.685 19.685 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 21 Produksi rimpang yang dapat dipanen untuk jahe emprit kecil berkisar 10-20 tonha. Jahe merah berkisar antara 8-15 tonha, dan jahe besar dan jahe gajah besar dapat mencapai 30 tonha Syukur Chepper, 2001. Dari Tabel 46 dapat dilihat bahwa di antara ketiga daerah penelitian diatas, produktivitas jahe yang paling tinggi terdapat di Nagori Parjalangan karena kondisi lahan yang sesuai, penggunaan sarana produksi seperti pupuk, pestisida dan tenaga kerja yang sudah baik serta penggunaan teknologi yang cukup memadai. Sedangkan produktivitas terendah adalah di Kelurahan Sipolha Horison hai ini disebabkan karena kodisi lahan yang kurang sesuai yaitu miring sehingga tidak dapat menggunakan teknologi seperti traktor dan penggunaan pupuk dan pestisida yang masih rendah. Dapat disimpulkan bahwa produktivitas jahe didaerah penelitian baik di Kelurahan Sipolha, Nagori Dolog Huluan dan Nagori Parjalangan masih rendah atau dibawah standar. Universitas Sumatera Utara

5.2.3 Sentral Produksi Jahe

Sentral produksi jahe merupakan unit kecil kawasan yang memiliki ciri tertentu dimana didalamnya terdapat kegiatan proses produksi dan merupakan areal yang lebih khusus untuk komoditi jahe yang telah terbentuk secara alami yang ditunjang oleh sarana untuk berkembangnya produk tersebut atau merupakan pusat daerahtempat yang selalu memproduksi jahe dan tersedia dalam jumlah yang besar. Kabupaten Simalungun merupakan penghasil jahe terbesar di Sumatera Utara dimana ada 11 kecamatan yang merupakan daerah penghasil jahe di Simalungun. Dari 11 kecamatan ada 3 kecamatan yang merupakan sentral produksi jahe di Kabupaten Simalungun yaitu Kecamatan Pematang Sidamanik, Kecamatan Raya dan Kecamatan Dolok Pardamean Lihat Tabel 3. Berikut tabel luas lahan jahe ada di Kecamatan Pematang Sidamanik berdasarkan Nagori: Tabel 47. Jumlah Luas Lahan dan Produksi Jahe di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun per Nagori Tahun 2015 No Nama Nagori Luas Tanam ha Produksi Ton 1 Pamatang Sidamanik 2 41,25 2 Bandar Manik 1 20,625 3 Jorlang Huluan 2 41,25 4 Tambun Raya 2 41,25 5 Sipolha Horison 6 123,75 Jumlah 13 268,125 Sumber: Kantor KUPTD Kecamatan Pematang Sidamanik Tahun 2015 Pada Kecamatan Pematang Sidamanik terdapat 5 nagori atau kelurahan yang merupakan penghasil jahe. Dari Tabel 47 diatas dapat dilihat bahwa jumlah produksi dan luas lahan paling tinggi adalah di Kelurahan Sipolha Horison. Pada Kecamatan Pematang Sidamanik yang menjadi sentral produksi jahe adalah Kelurahan Sipolha Horison karena memiliki luas lahan dan jumlah produksi yang paling tinggi diantara nagori lain yang menghasikan jahe. Usahatani jahe di Universitas Sumatera Utara Kelurahan Sipolha Horison bukan hal yang baru namun tidak terus menerus diusahakan didaerah ini. Pada Kecamatan Raya terdapat 12 Nagori atau kelurahan yang merupakan penghasil jahe dengan produksi dan luas lahan yang berbeda-beda. Semakin luas lahan yang digunakan maka akan semakin tinggi pula produksi yang dihasilkan. Berikut ini adalah tabel luas lahan dan produksi jahe di Kecamatan Raya berdasarkan Nagori atau Kelurahan: Tabel 48. Jumlah Luas Lahan dan Produksi Jahe di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun per Nagori Tahun 2015 No Nama Nagorikelurahan Luas Tanam ha Produksi Ton 1 Silau Huluan 75 1.125 2 Bongguron Kariahan 13 260 3 Simbou Baru 50 900 4 Bah Bolon 12 24 5 Bintang Mariah 15 200 6 Raya Bayu 13 260 7 Silau Buttu 10 200 8 Raya Usang 15 127,5 9 Merek Raya 50 900 10 Pematang Raya 15 180 11 Beringin Raya 10 180 12 Dolog Huluan 70 1.470 Jumlah 348 268.125 Sumber: Kantor KUPTD Kecamatan Raya Tahun 2015 Dari Tabel 48 dapat dilihat bahwa luas lahan yang paling tinggi ada di Nagori Silau Huluan. Meskipun Nagori Silau Huluan memiliki luas lahan yang paling tinggi di Kecamatan Raya, namun jumlah produksi yang paling besar terdapat di Nagori Dolog Huluan. Pada Kecamatan Raya yang merupakan daerah sentral produksi jahe adalah Nagori Silau Huluan dan Nagori Dolog Huluan hanya saja kondisi jalan ke daerah Silau Huluan tidak memadai karena jalan yang curam dan rusak serta jauh dari jalan raya. Oleh sebab itu biaya transportasi sangat tinggi dan Universitas Sumatera Utara agen maupun pedagang pengumpul lebih suka membeli jahe ke Dolog Huluan karena selain lebih dekat dan jahe di Dolog Huluan kualitasnya lebih baik serta ukurannya lebih besar dibandingkan dengan jahe yang dihasilkan di Silau Huluan. Pada Kecamatan Dolok Pardamean terdapat 16 Nagori atau kelurahan yang merupakan penghasil jahe dengan produksi dan luas lahan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah tabel luas lahan dan produksi jahe di Kecamatan Dolok Pardamean berdasarkan Nagori atau Kelurahan: Tabel 49. Jumlah Luas Lahan dan Produksi Jahe di Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun per Nagori Tahun 2015 No Nama Nagorikelurahan Luas Tanam Ha Produksi Ton 1 Bangun Pane 5 100 2 Partuahan 2 38 3 Silaban Jaya 3 54 4 Sinambah Laban 4 84 5 Pematang Sinanam 5 85 6 Sibutuon 2 38 7 Nagori Bayu 3 60 8 Sihemun Baru 2 42 9 Buttu Bayu Pane Raja 4 76 10 Tanjung Saribu 8 144 11 Dolok Saribu 10 210 12 Parjalangan 12 264 13 Pareksabungan 2 44 14 Sirube-rube 4 84 15 Tiga Ras 1 20 16 Togu Namunauli 1 19 Jumlah 348 1.362 Sumber: Kantor KUPTD Kecamatan Dolok Pardamean Tahun 2015 Dari Tabel 49 dapat dilihat bahwa pada Kecamatan Dolok Pardamean yang menjadi sentral produksi jahe adalah Nagori Parjalangan karena memiliki luas lahan dan jumlah produksi yang paling tinggi diantara nagori lain yang menghasikan jahe di kecamatan ini. Universitas Sumatera Utara Dari ketiga kecamatan tersebut yang memiliki produksi jahe paling tinggi adalah Nagori Silau Huluan dan Dolog Pardamean sehingga dapat disimpulkan bahwa Pada Kabupaten Simalungun yang menjadi Sentral produksi jahe adalah Nagori Silau Huluan dan Dolog Huluan.

5.3 Post Produksi

Post produksi atau pasca panen merupakan kegiatan-kegiatan panen, pengolahan serta pemasaran jahe, seperti membersihkan rimpang jahe dari akar dan tanah yang menempel pada jahe, sortasi dan pengemasan. Teknologi panen dan pasca panen jahe pada umumnya merupakan alat-alat maupun mesin yang digunakan petani untuk memanen jahe. Alat-alat dan mesin tersebut digunakan dengan tujuan untuk memudahkan proses pemanenan hingga ke pasca panen.

5.3.1. Teknologi panen

Teknologi panen merupakan alat maupun mesin yang digunakan untuk sesuatu yang memiliki sifat teknis yang dapat mempermudah petani dalam pemanenan jahe. Petani jahe di daerah penelitian pada umumnya masih menggunakan alat dan cara yang sederhana dalam pemanenan jahe. Petani melakukan pemanenan dengan menggunakan cangkul untuk mengeluarkan rimpang jahe dari dalam tanah. Proses pemanenan memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar karena petani melakukan pemanenan masih menggunakan alat yang sangat sederhana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemanenan di daerah penelitian masih menggunakan teknologi yang sangat sederhana seperti cangkul. Oleh karena itu petani sangat mengharapkan adanya teknologi berupa alat maupun Universitas Sumatera Utara mesin yang dapat membantu petani melakukan pemanenan jahe sehingga petani dapat mengefesienkan biaya pemanenan jahe tersebut.

5.3.2. Teknologi pasca panen

Teknologi pasca panen merupakan alat maupun mesin yang digunakan untuk kegiatan pasca panen jahe. Kegiatan pasca panen terdiri dari membersihkan rimpang jahe dari tanah dan akar yang ada pada rimpang jahe. Petani membersihkan rimpang jahe dari akar secara manual yaitu mencabut akar satu per satu dengan menggunakan tangan dan melakukan pencucian jahe untuk beberapa permintaan. Kegiatan pasca panen yang dilakukan petani di daerah penelitian belum menggunakan teknologi baik mesin maupun alat pertanian. Teknologi memang sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan jahe agar dapat menambah nilai guna dari jahe, namun sampai saat ini belum ada teknologi yang digunakan petani maupun pedagang dalam pengolahan jahe sehingga jahe di jual masih dalam bentuk rimpang jahe. Oleh karena itu perlu adanya campur tangan pemerintah untuk membantu petani baik dalam penyediaan teknologi panen maupun pengolahan jahe sehingga dapat menambah nilai guna jahe.

5.4. Rantai Pasok Komoditas Jahe

Rantai pasok supplay chain adalah seluruh kegiatan yang melibatkan berbagai pihak, baik yang memproduksi atau yang menyalurkan barangjasa mulai dari pemasok bahan baku sampai kepada konsumen akhir. Struktur rantai pasok jahe di daerah penelitian melibatkan pelaku-pelaku dimulai dari pemasok bahan baku, petani jahe, pedagang perantara sampai kepada tangan konsumen, dimana setiap pihak saling berinteraksi dan terdapat hubungan timbal balik. Anggota rantai Universitas Sumatera Utara pasok jahe dalam penelitian ini terdiri dari pemasok bahan baku, petani jahe, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer, dan konsumen akhir. Pemasaran jahe adalah telaah terhadap aliran produk jahe secara fisis dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen. Pemasaran melibatkan banyak kegiatan yang berbeda, yang menambah nilai produk pada saat produk bergerak melalui sistem tersebut. Produksi jahe dapat tersedia dan mampu dikonsumsi dengan baik tentunya dibutuhkan lembaga pemasaran yang mau dan mampu menyalurkan komoditi jahe sampai ke tangan konsumen akhir yang didukung sarana pemasaran yang memadai. secara garis besar berikut adalah struktur rantai pasok jahe yang ada didaerah penelitian: Gambar 3. Struktur Rantai Pasok Jahe Pemasok Bahan Baku Pemasok bahan baku pada rantai komoditas jahe merupakan pelaku yang tidak terlibat langsung dalam produksi jahe namun berperan serta dalam proses produksi sebagai penyedia bahan baku dan alat-alat pertanian. Bahan baku dalam Petani Jahe Pedagang pengecer Konsumen Pedagang pengumpul Pedagang BesarEksportir Pemasok Bahan Baku Universitas Sumatera Utara hal ini berupa pupuk, pestisida dan alat-alat pertanian yang digunakan untuk menunjang kegiatan usahatani jahe. Produsen Petani produsen merupakan pelaku yang melakukan kegiatan on farm dalam rantai pasok komoditas jahe. Selain itu petani melakukan beberapa fungsi seperti penjualan, pembiayaan dan penanggungan resiko. Petani tidak melakukan pengemasan dan pengangkutan karena pedagang pengumpul yang datang langsung ke lahan produsen untuk melihat kondisi jahe dan melakukan kesepakatan harga dengan pedagangan pengumpul. Fungsi penanggungan resiko juga dialami oleh produsen mulai dari penanaman, pemeliharaan, panen hingga menjualnya kepedagang pengumpul. Petani menjual jahe pada pedagang pengumpul dengan harga rata-rata adalah Rp 6.279Kg. Pedagang pengumpul Pedagang pengumpul adalah pedagang yang membeli hasil produksi jahe dari petani untuk dijual kembali kepada pedagang lainnya atau langsung ke konsumen. Tabel 50. Volume Penjualan Jahe Pedagang Pengumpul di Kabupaten Simalungun No Pedagag Pengumpul Volume Penjualan KgMinggu Harga Jual Rp 1 Parjalangan 15.500 7.200 2 Dolog Huluan 10.100 7.300 3 Sipolha Horison 21.180 7.200 Jumlah 46.780 21.700 Rata-rata 15.593 7.233 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 27 Pada Tabel 50 menunjukkan bahwa rata-rata penjualan jahe pedagang pengumpul sebesar 15.593 Kg per minggu dengan harga rata-rata Rp 7.233 per Kg. Dari hasil Universitas Sumatera Utara wawancara dengan pedagang bahwa saat ini permintaan jahe sedikit sehingga pedagang pengumpul tidak setiap hari membeli dan menjual jahe. Pedagang pengumpul akan melakukan pembelian jahe jika ada permintaan dari pedagang besar. Petani dapat dengan bebas menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul karena tidak ada terikat pada kemitraan. Pedagang pengumpul melakukan beberapa fungsi tata niaga yaitu pembelian, penjualan, sortasi, pengangkutan, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Sortasi dan pengemasan dilakukan pedagang pengumpul di lahan petani hal ini dilakukan agar pedagang pengumpul dapat memisahkan jahe sesuai dengan kualitasnya dan dapat menghemat pemakaian goni. Pedagang pengumpul melakukan pengangkutan jahe dari lahan petani langsung ke gudang agen besar tempat pedagang pengumpul menjual jahe. Selain itu pedagang pengumpul juga melakukan penanggungan resiko mulai dari pembelian sampai pada jahe tersebut dijual kembali kepada agen besar. Pedagang pengumpul perlu mengetahui informasi pasar mengenai harga agar pedagang pengumpul dapat melakukan pembelian jahe sesuai dengan harga pasar. Pedagang besar Pedagang besar adalah pedagang yang membeli hasil produksi jahe dari pedagang pengumpul untuk di jual kembali ke pedagang pengecer atau langsung ke konsumen. Pedagang besar melakukan fungsi tataniaga yaitu pembelian, penjualan, pengangkutan, penyimpanan, sortasi, pengemasan, pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Saat ini pemasaran jahe berjalan kurang baik dimana permintaan akan jahe sedikit baik dari dalam maupun luar Universitas Sumatera Utara negeri sehingga harga jahe menurun. Biasanya agen besar melakukan penjualan setiap hari namun saat ini hanya 2 sampai 4 kali dalam seminggu itu pun jika ada permintaan dan jumlahnya tidak terlalu besar. Tabel 51. Volume Penjualan Jahe Pedagang Besar di Kabupaten Simalungun No Pedagang Besar Volume Penjualan KgMinggu Harga Penjualan Rp 1 J. Sipayung 78.570 9.000 2 Edinta Marbun 12.544 8.000 3 Hj. Rusni Sembiring 132.890 Ekspor 28.000 11.000 Domestik 104.890 8.800 Jumlah 224.004 36.800 Rata-rata 74.668 9.200 Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 30 Pada Tabel 51 menunjukkan bahwa rata-rata penjualan jahe pedagang besar sebesar 74.668 kg dengan harga rata-rata Rp 9.200. Tujuan pedagang besar ini adalah pedagang pengecer, pengolahan industri baik dalam negeri maupun luar negeri. Pedagang besar melakukan pengangkutan dari gudang sampai kepada pedagang pengecer maupun sampai kepada luar negeri. Untuk jahe yang diekspor Pedagang besar menggunakan kontener melalui Pelabuhan Belawan. Biaya pengangkutan untuk keluar negeri tidak sepenuhnya ditanggung oleh agen besar, biaya pengangkutan dari gudang agen sampai ke pelabuhan ditanggung oleh agen namun biaya dari pelabuhan sampai ke tujuan ditanggung oleh pihak yang dituju. Agen besar melakukan sortasi untuk memisahkan jahe sesuai dengan kualitas jahe terutama jahe yang harus dikirim keluar negeri biasanya setelah disortasi harus dicuci dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum dikemas. Pengemasan yang dilakukan oleh agen besar terdiri dari dua jenis yaitu untuk pengiriman ke luar Universitas Sumatera Utara negeri biasanya pengemasan menggunakan kotak dan pengiriman jahe untuk dalam negeri menggunakan goni. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli hasil produksi jahe dari pedagang besar untuk dijual kembali kepada konsumen. Jahe biasanya dipasarkan kepada konsumen di pasar seperti pasar di Raya dan Siantar. Tabel 52. Volume Penjualan Jahe Pedagang Pengecer Di Kabupaten Simalungun No Sampel Nama Sampel Alamat Volume Penjualan Rp Harga Penjualan Rp 1 S. Sinaga Raya Bayu 180 9.500 Sumber: Analisis Data Primer Lampiran 32 Pedagang pengecer merupakan pelaku rantai pasok yang pertama kali menerima saran dan keluhan dari konsumen akhir. Pedagang pengecer melakukan beberapa fungsi tata niaga yaitu pembelian, penjualan , pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Pedagang pengecer melakukan penanggungan resiko mulai dari pembelian sampai pada jahe tersebut dijual kembali kepada konsumen. Pedagang pengecer perlu mengetahui informasi pasar mengenai harga agar pedagang pengecer dapat melakukan pembelian jahe sesuai dengan harga pasar. Konsumen Konsumen akhir adalah anggota rantai pasok jahe terakhir dan menjadi tujuan akhir rantai pasok. Tujuan rantai pasok adalah memenuhi permintaan konsumen sesuai dengan kualifikasi yang diinginkan konsumen. Dalam rantai pasok jahe domestik, konsumen melakukan pembelian langsung ke pedagang pengecer maupun dari pengolahan jahe, membayarnya secara tunai. Konsumen membeli Universitas Sumatera Utara jahe dalam bentuk rimpang jahe maupun dalam bentuk olahan seperti bandrek, permen jahe dan lain sebagainya. Manajemen Rantai Pasok a. Kemitraan Kerjasama kemitraan merupakan kerjasama antara dua pihak atau lebih yang betujuan memberikan keuntungan satu sama lain. Pemilihan kemitraan adalah salah satu faktor yang mendukung kesuksesan rantai pasok. Pemilihan mitra dalam rantai pasok jahe di daerah penelitian antara lain pemilihan mitra pemasok bahan baku benih dan pemilihan pedagang pengecer. Petani tidak melakukan kemitraan dengan pemasok bahan baku bibit karena petani jahe melakukan sistem pergiliran tanaman crop rotation dalam usahatani jahe. Hal ini dilakukan petani untuk mencegah perkembangan hama dan penyakit serta memelihara kesuburan tanah. Petani tidak melakukan pemilihan mitra untuk memasarkan hasil produksinya dikarenakan hasil produksi akan di jual kepada pedagang pengumpul yang tidak memerlukan kerja sama. Hal ini merupakan suatu kerugian bagi petani karena harga jual yang tidak stabil dan petani tidak memiliki posisi tawar. Pedagang pengumpul melakukan kemitraan dengan pedagang besar tanpa adanya pemilihan mitra dengan kriteria khusus. Kemitraan dijalankan dengan dua cara, yaitu dengan sistem jahe di jual oleh pedagang pengumpul langsung diantar ketempat dengan biaya transportasi ditangung pedagang pengumpul dan jahe dijual pengumpul di lahan petani dengan biaya transport ditanggung oleh Universitas Sumatera Utara pedagang besar. Kemitraan dilakukan pedagang besar dengan beberapa pedagang pengumpul yang berbeda Kolaborasi yang baik antara pelaku rantai pasok merupakan salah satu faktor tercapainya tujuan rantai pasok, yakni memenuhi permintaan konsumen. Untuk memenuhi permintaan konsumen, dibutuhkan kolaborasi dalam pembagian informasi information sharing secara timbal balik di setiap pelaku rantai pasok.

b. Kesepakatan Kontraktual