8. Fungsi lingkungan Kemampuan keluarga dalam pelestarian lingkungan merupakan langkah yang
positif. Penempatan diri untuk keluarga sejahtera dalam lingkungan sosial budaya dan lingkungan alam yang dinamis secara serasi, selaras dan seimbang. Upaya
pengembangan fungsi lingkungan ini dimaksud sebagai wahana bagi keluarga agar dapat mengaktualisasikan diri dalam membangun dirinya menjadi keluarga
sejahtera dengan difasilitasi oleh institusi masyarakat sebagai lingkungan sosialnya dan dukungan kemudahan dari pemerintah.
Dalam fungsi lingkungan terdapat 2 dua nilai dasar yang mesti dipahami dan ditanamkan dalam keluarga. Kedua nilai dasar tersebut diantaranya:
a. Bersih, maksudnya suatu keadaan lingkungan yang bebas dari kotoran,
sampah dan polusi. b.
Disiplin, maksudnya mematuhi aturan dan kesepakatan yang berlaku. BkkbN, 2013.
2.12 Landasan Teori
Menurut UNICEF 2010, pernikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan pada usia 18 tahun. Pernikahan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
dan kebiasaan yang diikuti oleh suatu komunitas. Pernikahan di bawah usia 18 tahun bertentangan dengan hak anak untuk mendapat pendidikan, kesenangan, kesehatan,
kebebasan untuk berekspresi. Untuk membina suatu keluarga yang berkualitas dibutuhkan kematangan fisik dan mental. Bagi pria dianjurkan menikah setelah
Universitas Sumatera Utara
berumur 25 tahun karena pada umur tersebut pria dipandang cukup dewasa secara jasmani dan rohani. Wanita dianjurkan menikah setelah berumur 20 tahun karena
pada umur tersebut wanita telah menyelesaikan pertumbuhannya dan rahim melakukan fungsinya secara maksimal.
Pernikahan dini banyak terjadi pada masyarakat miskin yang erat kaitannya dengan pendapatan yang rendah, kurangnya pendidikan, kurangnya kesehatan, dan
kurangnya aset. Bahwa pernikahan dini terjadi pada masyarakat yang memiliki pendapatan yang minim dan berada di bawah tingkat kemiskinan. Tingkat ekonomi
orang tua berpengaruh pada usia anak untuk menikah. Semakin tinggi tingkat ekonomi orang tua memperlambat mereka untuk menikahkan anak perempuannya
pada usia dini. Grogger Bronars 2010 mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan berkaitan
dengan usia kawin yang pertama. Di Indonesia dan Nepal menyatakan bahwa pendidikan orang tua berpengaruh pada pernikahan dini. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa tingkat pendidikan orang tua yang tinggi akan menunda perkawinan anak perempuannya sampai mereka menyelesaikan pendidikan yang lebih tinggi. Orang
tua yang lebih berpendidikan lebih dapat menerima nilai-nilai modern dan memberikan kebebasan kepada anak mereka untuk menentukan jodohnya sendiri.
Hanum 2011 menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan dan kehamilan pada usia muda di Indonesia yaitu adat dan hukum adat,
agama, sosial, ekonomi, pendidikan, hukum dan peraturan, demografi, psikologi, peranan hari depan, larangan perilaku sosial, tata pergaulan, struktur masyarakat,
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan dan lingkungan alam. Perkawinan usia muda masih banyak ditemukan di berbagai wilayah pedesaan karena pengaruh karakteristik lingkungan fisik, ekonomi
dan sosial budaya masyarakat. Ketiga factor yang mendasari dinamika kehidupan manusia dalam masyarakat inilah yang membentuk perbedaan sikap antar komunitas
dalam menyikapi persoalan yang dihadapi. Remaja wanita yang menikah dini banyak yang berasal dari keluarga besar,
yaitu keluarga yang memiliki anak lebih dari dua orang, dengan keadaan ekonomi yang serba terbatas dan adanya sikap yang apatis, pasrah pada nasib dan keadaan.
Keadaan ini menyebabkan banyak remaja wanita yang putus sekolah. Mereka akhirnya dinikahkan oleh orang tua pada usia dini. Bahwa latar belakang pendidikan
dan aktivitas diri dalam mencari nafkah berkaitan dengan keputusan untuk berumah tangga. Wanita yang mempunyai pekerjaan tertentu sebelum menikah cenderung
tidak berkeinginan untuk hidup berumah tangga dengan laki-laki yang dijodohkan orang tua. Namun tidak sedikit orang tua meminta anaknya untuk berhenti bekerja
saja dan menjalani pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan paradigma interpretivist, dimana makna simbolik sosial yang bisa diobservasi melalui tindakan dan interaksi
manusia Craswell, 2011. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menganalisis pernikahan dini pada remaja dengan cara berinteraksi lebih dalam melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian