Permasalahan Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Konsep Perkawinan

1.2 Permasalahan

Dari data dan uraian di atas, pernikahan dini banyak terjadi dimana-mana termasuk di Kota Lhokseumawe, dengan berbagai dampak negatif yang dialami oleh remaja putri baik dampak pada kehidupan sosial, maupun dampak pada kesehatan reproduksinya. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan penelitian ini adalah bagaimana pernikahan dini pada remaja Aceh di Kota Lhokseumawe tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis mengapa dan apa penyebab terjadinya pernikahan dini pada remaja Aceh di Kota Lhokseumawe Tahun 2014.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktis dan teoritis. 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan kepada pihak terkait untuk membuat suatu kebijakan dalam menurunkan pernikahan dini serta meningkatkan pemahaman masyarakat untuk menunda menikah usia muda dan kehamilan pada usia 20 tahun karena dapat mengakibatkan gangguan pada kesehatan reproduksi. 2. Manfaat Teoritis Diharapkan mampu memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi pada pernikahan dini yang dapat mempengaruhi terhadap terjadinya resiko kematian terkait kehamilan dan proses persalinan yang tidak aman. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pernikahan Dini

2.1.1 Definisi Pernikahan Dini

Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang ada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berpikir serta bertindak, namun bukan pula orang dewasa yang telah matang Zakiah, 2004. Menurut Lutfiati, 2008; Nukman, 2009 pernikahan dini adalah institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga, pernikahan di bawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan. UNICEF 2010 menyatakan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pada usia kurang dari 18 tahun yang terjadi pada usia remaja. Pernikahan di bawah usia 18 tahun bertentangan dengan hak anak untuk mendapat pendidikan, kesenangan, kesehatan, kebebasan untuk berekspresi. Untuk membina suatu keluarga yang berkualitas dibutuhkan kematangan fisik dan mental. Bagi pria dianjurkan menikah setelah berumur 25 tahun karena pada umur tersebut pria di pandang cukup dewasa secara jasmani dan rohani. Wanita dianjurkan menikah setelah berumur 20 Universitas Sumatera Utara tahun karena pada umur tersebut wanita telah menyelesaikan pertumbuhannya dan rahim melakukan fungsinya secara maksimal.

2.1.2 Hukum Menikah Dini

Menikah hukum asalnya adalah sunnah mandub. Perintah untuk menikah merupakan tuntutan untuk melakukan nikah. Namun tuntutan tersebut tidak bersifat pasti atau keharusan ghairu jazim karena adanya kebolehan memilih antara kawin dan pemilikan budak milku al yamin. Maka tuntutan tersebut merupakan tuntutan yang tidak mengandung keharusan thalab ghair jazim atau berhukum sunnah, tidak wajib. Namun hukum asal sunnah ini dapat berubah menjadi hukum lain, tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah. Rasulullah SAW menyarankan kepada orang yang sudah mampu agar segera menikah, sementara kepada yang belum mampu Rasul memberi jalan keluar untuk menangguhkan pernikahan yaitu dengan melaksanakan Shaum, karena shaum merupakan benteng. Ungkapan ini merupakan isyarat bahwa kita diperbolehkan menangguhkan pernikahan untuk lebih mematangkan persiapan. Oleh karena itu, para ahli fiqih mendudukkan hukum pernikahan pada empat hukum : 1. Wajib menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami dan mampu secara fisik, psikis, dan material, serta memiliki dorongan seksual yang tinggi sehingga dikhawatirkan kalau pernikahan itu ditangguhkan akan menjerumus- kannya pada zina. Universitas Sumatera Utara 2. Sunnah thatawwu menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami dan sudah mampu secara fisik, psikis, dan material, namun masih bisa menahan diri dari perbuatan zina. 3. Makruh tidak dianjurkan menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami, namun belum mampu secara fisik, psikis, atau material. Karenanya, harus dicari jalan keluar untuk menghindarkan diri dari zina, misalnya dengan shaum dan lebih meningkatkan taqarrub diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah lainnya. 4. Haram menikah bagi mereka yang seandainya menikah akan merugikan pasangannya serta tidak menjadi kemashlahatan kebaikan. Maupun menikah dengan tujuan menyakiti pasangannya. Adapun menikah dini, yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukan usia tua, hukumnya menurut syara’ adalah sunnah mandub. Pernikahan dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan oleh mereka yang masih muda dan segar, seperti para pelajar, mahasiswa atau mahasiswi yang masih kuliah. Maka dari itu hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara umum harus ada pada semua pernikahan, namun ada pula hukum yang memang khusus yang bertolak dari kondisi khusus, seperti kondisi pelajar yang masih sekolah, bergantung pada orang tua dan belum mempunyai penghasilan sendiri, mahasiswa yang masih kuliah yang mungkin belum mampu memberi nafkah. Universitas Sumatera Utara Hukum umum tersebut yang terpenting adalah kewajiban memenuhi syarat- syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan. Kesiapan nikah dalam tinjauan fiqih paling tidak diukur dengan 3 tiga hal : 1. Kesiapan ilmu 2. , yaitu kesiapan pemahaman hukum-hukum fiqih yang berkaitan dengan urusan pernikahan, baik hukum sebelum menikah, pada saat nikah, maupun sesudah nikah Kesiapan materi atau harta 3. , yang dimaksud harta di sini ada dua macam, yaitu harta sebagai mahar mas kawin dan harta sebagai nafkah suami kepada isterinya untuk memenuhi kebutuhan pokok atau primer bagi istri yang berupa sandang, pangan, dan papan setelah menikah. Mengenai mahar, sebenarnya tidak mutlak harus berupa harta secara materil, namun bisa juga berupa manfaat, yang diberikan suami kepada isterinya, misalnya suami mengajarkan suatu ilmu kepada isterinya. Adapun kebutuhan primer, wajib diberikan dalam kadar yang layak yaitu setara dengan kadar nafkah yang diberikan kepada perempuan lain Kesiapan fisikkesehatan khususnya bagi laki-laki, yaitu maksudnya mampu menjalani tugasnya sebagai laki-laki, tidak impoten. Imam Ash Shanâani dalam kitabnya Subulus Salam juz III hal. 109 menyatakan bahwa al ba`ah dalam hadits anjuran menikah untuk para syabab di atas, maksudnya adalah jimaâ. Ini menunjukkan keharusan kesiapan fisik sebelum menikah. Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Efek Positif Pernikahan Dini

Fadhl 2012 menulis tentang efek positif pernikahan dini, diantaranya: 1. Pernikahan dini akan meminimalisir terjadinya perbuatan asusila dan perilaku menyimpang di kalangan muda-mudi. Persentase hubungan di luar nikah zina dan perilaku homoseksual di daerah-daerah pedesaan, lebih kecil dibandingkan dengan daerah-daerah perkotaan. Ini merupakan sebuah fakta yang begitu nyata. Pernikahan dini sudah menjadi hal yang biasa di desa-desa. Anak-anak muda yang melakukan liwath hubungan sesama jenis, kebanyakan disebabkan oleh adanya faktor yang menghalangi mereka untuk menikah secara dini, seperti nilai mahar yang tinggi dan sebagainya. 2. Dekatnya jarak usia antara orang tua dan anak sehingga perbedaan umur di antara mereka tidak terlalu jauh. Dengan begitu, orang tua masih cukup kuat memperhatikan dan merawat anak-anak, sebagaimana anak-anak itu pun nanti akan dapat mengurus dan melayani mereka. 3. Saat belum mampu menikah, anak-anak muda akan senantiasa dihinggapi lintasan-lintasan pikiran yang mengganggu. Pelampiasan nafsu akan menjadi maksud dan tujuan yang paling penting. Apalagi saat mereka keluar bersama teman-teman sepergaulan yang tidak baik, ditambah keadaan perilaku mereka sendiri yang buruk. Hal ini akan berdampak negatif terhadap agama mereka. Dan bekas dari dampak negatif ini akan tetap ada sekalipun mereka telah menikah. Ada sebagian dari mereka yang belum juga dapat mengatasi sisa dampak negatif tersebut. Sedangkan pernikahan dini akan menghindarkan mereka dari dampak- Universitas Sumatera Utara dampak negatif itu dan memalingkan perhatian mereka kepada hal-hal yang lebih utama untuk diri mereka sendiri. Oleh karena itu, anda dapat menemukan anak-anak muda belia dari pedesaan yang datang ke kota untuk berusaha dan bekerja keras, mereka memeras keringat dan membanting tulang agar dapat mengirimkan uang kepada istri, anak dan orang tuanya di kampung. Di samping itu, anda juga dapat menemukan anak- anak muda perkotaan yang lebih tinggi usianya, menghabiskan waktu berjam-jam di depan internet, menjalin hubungan dengan perempuan, di saat mereka sendiri masih menjadi beban tanggungan orang tua. 4. Memiliki tingkat kemungkinan hamil yang tinggi. Kehamilan pada masa menikah bagi perempuan di usia dini lebih tinggi tingkat kemungkinannya dibandingkan pada usia lain sebagaimana yang dapat dilihat nanti dari keterangan para dokter. 5. Meningkatkan jumlah populasi suatu umat. Umat yang kaum mudanya melakukan pernikahan dini, akan mengalami peningkatan jumlah populasi yang lebih besar dari umat lain. 6. Meringankan beban para ayah yang tergolong fakir, dan menyalurkan hasrat sang suami dengan cara yang syar’i. 7. Memenuhi kebutuhan sebagian keluarga, misalnya akan keberadaan seorang perempuan yang mengurus dan menangani keperluan rumah tangga mereka. 8. Kemandirian kedua suami istri dalam memikul tanggung jawab, dengan tidak bergantung kepada orang lain. Universitas Sumatera Utara

2.2 Konsep Perkawinan

Definisi perkawinan menurut undang–undang perkawinan nomor I tahun 1974 adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan undang-undang tersebut dapat diketahui bahwa hubungan seksual yang sah berdasarkan norma agama, masyarakat dan hukum adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan suami isteri yang telah disahkan dalam lembaga perkawinan. WHO 2010 telah menetapkan bahwa usia 10-24 tahun merupakan batasan remaja yang masih mendapat perhatian dan perlindungan oleh orang tua. Oleh karena itu perkawinan dini dan kehamilan dini merupakan praktik yang merugikan dan membahayakan perempuan dari segi medis maupun psikis. Konvensi Hak-Hak Anak menentukan 18 tahun sebagai usia minimum untuk menikah bagi laki-laki maupun perempuan. Adapun Undang-Undang Perlindungan Anak menganggap siapa saja di bawah usia 18 tahun sebagai anak dan orang tua bertanggung jawab untuk mencegah pernikahan di bawah umur Pasal 26. Undang-Undang Perkawinan juga bertentangan dengan komitmen Internasional dan undang-undang yang menghendaki hak-hak yang sama untuk menikah dan menetapkan 18 tahun sebagai usia minimum untuk menikah baik laki-laki maupun perempuan. Pernikahan dipandang sebagai suatu yang harus dipatuhi dan dapat menyebabkan kondisi dan posisi perempuan menjadi lemah. Budaya setempat membatasi ruang gerak perempuan. Bentuk pernikahan dini dapat pula sebagai pola Universitas Sumatera Utara yang melindungi atau lebih tepatnya mengekang perempuan untuk dapat berkembang dalam segala bentuk. Pernikahan dini dapat meningkat pada daerah-daerah krisis perang dengan alasan untuk peningkatan ekonomi dan untuk menghindari bahaya pelecehan dan perkosaan UNICEF, 2010. Mathur 2010 juga mengemukakan beberapa penyebab-penyebab lain yang menimbulkan pernikahan dini. Penyebab tersebut antara lain yaitu peran gender dan kurangnya alternatif gender roles and lack ofalternatives. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peran yang diharapkan pada anak laki-laki dan terhadap anak perempuan, serta kurang kesempatan-kesempatan yang diberikan pada pihak wanita seperti kesempatan pendidikan, olahraga, dan pekerjaan. Penyebab kedua adalah nilai virginitas dan ketakutan mengenai aktivitas seksual pranikah value of virginity and fears about premarital sexual activity. Berkaitan dengan penyebab kedua, penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa pernikahan dini terjadi sebagai solusi kehamilan di luar nikah premarital pregnant Bannet, 2010. Dalam UU PA pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa “perlindungan anak” adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam deklarasi hak asasi manusia, dikatakan bahwa pernikahan harus dilakukan atas persetujuan penuh kedua pasangan. Namun kenyataan yang dihadapi dalam pernikahan usia dini ini, persetujuan menikah seringkali merupakan akumulasi dari paksaan atau tekanan orangtuawali anak, sehingga anak setuju untuk menikah Universitas Sumatera Utara seringkali merupakan rasa bakti dan hormat pada orangtua. Orangtua beranggapan menikahkan anak mereka berarti suatu bentuk perlindungan terhadap sang anak, namun hal ini justru menyebabkan hilangnya kesempatan anak untuk berkembang, tumbuh sehat, dan kehilangan kebebasan dalam memilih. Pernyataan senada juga dikeluarkan oleh International Humanist and Ethical Union, bahwa pernikahan anak merupakan bentuk perlakuan salah pada anak child abuse. Dalam hal ini, mengingat berbagai konsekuensi yang dihadapi anak terkait dengan pernikahan dini sebagaimana telah dibahas, maka pernikahan anak tentunya menyebabkan tidak terpenuhinya prinsip “yang terbaik untuk anak”, sehingga hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi anak. Dalam UU Perlindungan Anak dengan jelas disebutkan pula mengenai kewajiban orang tua dan masyarakat untuk melindungi anak, serta kewajiban orang tua untuk mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak pasal 26. Sanksi pidana berupa hukuman kurung penjara dan denda diatur dalam pasal 77-90 bila didapatkan pelanggaran terhadap pasal-pasal perlindungan anak. Terkait dengan kesehatan reproduksi dan pernikahan dini, maka dokter anak berperan serta dalam memberikan penyuluhan pada remaja dan orang tua mengenai pentingnya mencegah terjadinya pernikahan di usia dini serta membantu orangtua untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sesuai tahapan usianya. Dokter anak juga berperan membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi juga alat kontrasepsi, menilai kemampuan orang tua berusia remaja dalam mengasuh anak untuk mencegah Universitas Sumatera Utara terjadinya penelantaran atau perlakuan salah pada anak, serta berpartisipasi dalam masyarakat untuk mencegah terjadinya pernikahan di usia dini.

2.3 Remaja