Segi kelangsungan rumah tangga

tahun, hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.

2.5.4. Segi pendidikan

Pendewasaan usia kawin ada kaitannya dengan usaha memperoleh tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan persiapan yang sempurna dalam mengarungi bahtera hidup

2.5.5. Segi kependudukan

Perkawinan usia muda di tinjau dari segi kependudukan mempunyai tingkat fertilitas kesuburan yang tinggi, sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kesejahteraan. Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan Rahmatan lil Alamin. Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.

2.5.6. Segi kelangsungan rumah tangga

Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang masih rawan dan belum stabil, tingkat kemandiriannya masih rendah serta menyebabkan banyak terjadinya perceraian. Berbagai konsekuensi yang diakibatkan dari pernikahan dini dikemukakan dari beberapa penelitian. Menurut Shawky 2010 yang melakukan penelitian di Jedah Saudi Arabia tentang pernikahan dini dan konsekuensi kehamilan, Universitas Sumatera Utara hasilnya mengatakan mereka yang menikah di usia dini akan berisiko dua kali untuk mengalami keguguran secara spontan dan empat kali risiko mengalami kematian janin dan kematian bayi. Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan dini sering berbuntut perceraian. Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja?. Pernikahan dini memiliki dua dampak cukup berat. Dari segi fisik, remaja itu belum kuat, tulang panggulnya masih terlalu kecil sehingga bisa membahayakan proses persalinan. Oleh karena itu pemerintah mendorong masa hamil sebaiknya dilakukan pada usia 20-30 tahun. Dari segi mental pun, emosi remaja belum stabil. Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh dikatakan baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead adolescent. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya. Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian, dan pisah rumah. Universitas Sumatera Utara Penelitian yang dilakukan Grogger Bronars 2010 pada masyarakat kulit hitam maupun masyarakat kulit putih didapatkan bahwa perkawinan dan kehamilan pada umur belia berkaitan dengan kondisi-kondisi yang serba merugikan. Kondisi- kondisi tersebut yaitu: rendahnya tingkat pendidikan wanita, rendahnya tingkat partisipasi kerja wanita dan pendapatan keluarga muda yang rendah. Hal ini berdampak pada taraf kesejahteraan yang kurang menguntungkan. Furstenberg 2010 menyatakan bahwa bentuk-bentuk ketidakstabilan kehidupan berumah tangga, krisis keluarga, terputusnya kelanjutan sekolah, masalah pengasuhan anak dan problema ekonomi merupakan bagian dari komplikasi yang diakibatkan dari perkawinan dan kehamilan usia muda. Trussel 2010 juga mengemukakan bahwa kehamilan di kalangan remaja berimplikasi negatif terhadap tingkat pendidikan yang dicapai oleh wanita, posisi ekonomi di kemudian hari dan partisipasi angkatan kerja. Hal senada disampaikan UNICEF 2011, tentang konsekuensi yang diakibatkan oleh pernikahan usia dini pada anak perempuan adalah penolakan terhadap pendidikan, anak perempuan cenderung tidak melanjutkan sekolah setelah menikah sehingga mendorong terjadinya kemiskinan, mengalami masalah kesehatan termasuk kehamilan usia remaja adolescent pregnancy, terisolasi secara sosial. Adhikari 2011 menyatakan bahwa konsekuensi dari pernikahan dini dan melahirkan di usia remaja adalah berisiko untuk melahirkan prematur dan berat badan lahir rendah. Wanita yang menikah pada usia muda mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil. Perkawinan usia remaja berdampak pada rendahnya kualitas Universitas Sumatera Utara keluarga, baik ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial maupun ekonomi rumah tangga. Risiko lain adalah ketidaksiapan mental untuk membina perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab. Dampak lain dari perkawinan dini adalah kehamilan usia muda yang berisiko terhadap kematian ibu dan bayinya karena ketidaksiapan calon ibu dalam mengandung dan melahirkan bayinya Wilopo, 2005. 2.6 Macam-macam Perspektif Pernikahan Dini 2.6.1 Pernikahan Dini dalam Perspektif Psikologi