tersebut, dan jika hasil tangkapannya sedikit maka itu berarti hutang mereka akan semakin menumpuk.
Ketika peneliti menanyakan dampak kehamilan pada usia muda, A mengatakan tidak ada dampak yang berarti, karena di sini banyak yang hamil di usia
seperti dirinya tetapi tidak banyak yang mengalami masalah. Saat peneliti menjelaskan bahwa dengan kehamilan usia muda tidak saja berpengaruh pada ibunya
tetapi juga pada bayinya, A hanya terdiam, menunjukkan ketidaktahuan dan ketidakpahaman terhadap masalah tersebut.
4.3.2 Kasus Ma
Subjek kedua berinisial Ma, berumur 16 tahun. Saat menikah Ma berumur 15 tahun sedangkan suaminya saat ini berumur 18 tahun dan saat menikah berumur 17
tahun. Wawancara pertama peneliti dengan Ma dilakukan pada tanggal 23 Januari 2014 sama dengan Subjek pertama. Saat dibawa oleh mahasiswa untuk berpraktek
ANC, subjek dalam keadaan hamil + 40 minggu sudah saatnya untuk melahirkan dan wajah subjek saat itu sekali-sekali meringis menahan sakit. Tinggi badan Ma 152
cm dengan berat badan 47 kg. Ma berkulit sawo matang, dengan riasan wajah seadanya saja.
Ketika peneliti menanyakan apakah menikah pada usia 15 tahun bagi seorang wanita seperti Ma merupakan hal yang bagus. Ma menjawab hal tersebut bukan
karena masalah umurnya, tetapi karena sudah tidak sekolah dan tidak menikah maka akan malu dengan orang-orang di sekitarnya. Dengan kehidupan orangtua sebagai
nelayan, penghasilan yang tidak menentu dan adiknya masih banyak maka dirinya
Universitas Sumatera Utara
tidak sekolah lagi. Ma sebenarnya memiliki hasrat yang kuat untuk sekolah, tetapi keadaan yang memaksanya demikian. Ma sering iri jika melihat teman-temannya
yang masih bisa menggunakan seragam sekolah. Pembicaraan pada hari itu terpaksa diakhiri karena subjek sudah buru-buru
mau pulang karena perutnya tambah mules, dan peneliti pun membuat janji untuk ketemu kembali setelah subjek melahirkan, subjek menyetujui dan memberikan
nomor handphonenya. Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 11 Februari 2014, pukul 14.30
Wib, bertempat di rumah saudara subjek. Peneliti menghubungi subjek untuk bertemu, kemudian sepakat untuk bertemu di rumah saudara subjek yaitu di Desa
Pusong Baru juga tetapi lebih mudah ditemui dari jalan raya. Subjek kelihatan lebih segar fresh walau badannya yang kecil kelihatan lebih kurus ketimbang waktu hamil
dulu. Kalau dilihat sekilas anak yang di gendongannya seperti adiknya. Bayi tersebut juga mungil.
Saat peneliti menanyakan mengapa Ma terlihat agak kurusan. Dirinya menjawab bahwa semenjak mempunyai bayi memang dirinya merasa senang tetapi
kurang cukup tidur, karena si kecil maunya menyusu tersebut. Ma merasa capek apalagi dia sendiri yang seharian mengurus rumah tangga karena suaminya, R, malam
pergi ke laut dan pulang besok paginya kira-kira jam 10 atau jam 11. Setelah sampai rumah kecapekan, suaminya tersebut lebih banyak tidur. Saat ini hasil tangkapan
ikannya berkurang karena angin kencang.
Universitas Sumatera Utara
Ma dan suaminya saat ini tinggal bersama orangtua suami, karena di rumah Ma masih banyak adiknya yang kecil-kecil. Ma merupakan anak keempat sedangkan
suaminya mereka 7 orang, selain itu di rumahnya juga tinggal nenek dari mamaknya sehingga suaminya memutuskan untuk tinggal dengan mertuanya saja.
Ma menceritakan pernikahannya dengan R karena memang suka sendiri, kebetulan R suka dan merasa cocok sehingga mereka menikah. Tetapi dari raut
wajahnya, Ma menyembunyikan sesuatu, sehingga peneliti menyelidiki apakah benar pernyataan tersebut. Ketika peneliti menyatakan bahwa dari tetangganya ada yang
mengatakan bahwa Ma hamil terlebih dahulu sebelum menikah, Ma kaget dan akhirnya sambil berbisik dirinya minta agar hal tersebut dirahasiakan. Peneliti
berjanji merahasiakan, asalkan Ma bersedia menceritakan kenapa sampai terjadi kehamilan tersebut.
Ma menceritakan bahwa dirinya dan R sudah berpacaran sekitar 1 setengah tahun. Pada suatu hari minggu mereka pergi berduaan ke pantai Reklamasi Pusong,
dan pada saat itu R menunjukkan film seks di hapenya. Ketika pulang pada sore harinya, R mengajak Ma ke tempat yang sepi dan di tempat tersebut, R, merayu Ma
dengan mengatakan sangat mencintainya. Kemudian R, mencium pipi, mencium bibir, memeluk, dan meraba-raba bagian sensitif Ma yaitu payudara dan daerah
pangkal paha Ma. Mendapat perlakuan tersebut dari pria yang sangat dicintainya disertai rayuan maut R, Ma juga tidak sanggup melawan hawa nafsunya, dan dengan
janji akan segera dinikahinya, Ma merelakan kesuciannya direnggut oleh R. Mereka melampiaskan hasrat mereka sebanyak 2 kali pada saat itu. Setelah kejadian tersebut,
Universitas Sumatera Utara
Ma merasa takut dan berdosa, sampai tidak berani pulang ke rumah, tetapi R menguatkan agar pulang saja dan bulan ke depan keluarganya akan datang melamar
Ma. Untung saja, R orang yang bertanggungjawab, pada bulan depannya, R dan keluarga menemui keluarga Ma untuk meminang dan menikahi Ma sebagai istrinya.
Mereka menikah di KUA Banda Sakti. Interaksi pada pertemuan ketiga dengan Subjek ketiga, peneliti membuat
kesepakatan untuk bertemu di rumah Ma rumah mertuanya. Untuk mendapatkan rumah tersebut, peneliti memasuki lorong yang lebarnya + 1 m dan berupa jembatan
dari kayu yang kebanyakan kayunya sudah lapuk. Di desa ini pun rumah-rumah yang ada yaitu rumah terapung, maka lorong-lorong jalannya pun terapung. Di atas rumah
dan di bawah air kalau pasang air laut. Kalau kering kita bisa melihat ke bawah, alangkah kotor dan kumuhnya wilayah ini. Setelah berjalan kira-kira 200 meter di
lorong jalan terapung itu peneliti menemukan alamat rumah subjek di ujung lorong tersebut. Rumah sangat sederhana terbuat dari kayu, lantai kayu dan kamar dibatasi
oleh tripleks, kamarnya ada sekitar 3 kamar, ruang tamu dan dapur. Suasana rumah berantakan karena penghuninya banyak. Peneliti disambut oleh penghuni rumah
subjek, mertua perempuan, kakak ipar subjek dan adik ipar subjek yang masih kecil- kecil.
Mertua perempuan Ma menceritakan bahwa anaknya ada 5 orang dan sudah menikah 3 orang 2 orang perempuan dan 1 orang laki-laki yaitu suami Ma. Mereka
yang sudah menikah dan tinggal dengannya 2 orang sedangkan 1 orang perempuan sudah dibawa suaminya tinggal di Desa Ulee Jalan, tapi kalau siang cucu-cucunya
Universitas Sumatera Utara
tersebut sering bermain di rumah tersebut. Kelihatan ribut sekali anak-anak tersebut tetapi menurutnya sangat senang dengan keadaan tersebut.
Anaknya yang perempuan rata-rata menikah pada usia 16 tahun dan 17 tahun sedangkan yang laki-laki suami Ma menikah pada usia 18 tahun. Menurutnya, bagi
anak perempuan usia 16 tahun atau 17 tahun sudah bagus untuk menikah, apalagi jika tidak bersekolah. Karena menurutnya zaman sekarang susah jaga anak terutama anak
perempuan, kecil-kecil sudah pacaran. Malu rasanya anak perempuannya dibawa- bawa sama laki-laki pacarnya. Daripada berbuat dosa maka lebih baik menikah saja
karena menurutnya yang berdosa bukan mereka saja tetapi orangtuanya juga. Menurut pandangannya, jika mereka sudah menikah maka orangtua sudah lepas
dosanya karena yang menanggung adalah suaminya. Sejak menikah, Ma dan suaminya sudah tinggal dengan mertuanya. Menurut
mertuanya jika Ma dan suaminya betah tinggal di rumah tersebut maka lebih baik tinggal bersama karena mereka belum punya uang untuk sewa rumah. Menurutnya,
makan tidak makan yang penting berkumpul. Saat melahirkan bayinya, Ma melahirkan di tempat mertuanya tersebut, karena suaminya lebih nyaman di rumah
sendiri. Proses persalinan dibantu oleh dukun bayi, karena dianggap sudah kenal dan murah serta mau membantu perawatan sampai bayi berumur 40 hari. Kalau tidak ada
uang untuk membayar dukun bayi tersebut, maka mereka memberinya ikan, atau beras.
Pada proses persalinan anak pertamanya tersebut, Ma tidak dapat melupakan seumur hidupnya, karena ia merasakan sakit yang luar biasa, perjuangan antara hidup
Universitas Sumatera Utara
dan mati. Selain itu, pengetahuan yang minim tentang proses persalinan menyebabkan dirinya kurang siap menghadapi persalinan tersebut. Untung saja,
dukun bayi yang menolongnya sangat sabar dan berpengalaman, sehingga akhirnya bayinya lahir dengan selamat walaupun dengan berat badannya hanya 2,5 kg.
Kendala yang dihadapi Ma selama berumah tangga terutama masalah keuangan. Pekerjaan suami sebagai nelayan dengan penghasilan yang tidak tentu
membuat perekonomian mereka sulit. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka terpaksa harus hutang terlebih dahulu ke warung kedai dekat rumah, setelah
suami pulang dan membawa ikan yang banyak barulah mereka membayar hutang tersebut. Kehidupan mereka yang seperti itu sejak dahulu menyebabkan mereka tidak
memiliki simpanan uang. Untuk kebutuhan yang mendesak, kadang mereka meminjam pada orang kaya rentenir yang bersedia meminjamkan uangnya dengan
bunga yang mencekik leher. Menghadapi masalah keuangan tersebut, karena mereka sama-sama sudah terbiasa hidup miskin maka mereka sama-sama mengerti kalau ada
rezeki maka dimakan bersama-sama, kalau tidak ada mereka harus bersabar. Yang terpenting, mereka mendahulukan anak-anak untuk mendapatkan makanan. Menurut
mereka, rezeki sudah diatur oleh Yang Di Atas Tuhan. Saat peneliti menyinggung masalah kehamilan pada usia muda yang dapat
berpengaruh terhadap fisik dan psikologis ibu maupun bayinya, Ma mengatakan tidak tahu karena dirinya hanya berpendidikan SMP. Dirinya tidak paham bahwa dengan
kehamilan di usia muda dapat berdampak buruk bagi ibu maupun bayinya.
Universitas Sumatera Utara
4.3.3 Kasus Mu