Tema II : Tidak Sekolah

yang menikahinya tidak memiliki pekerjaan yang tepat, atau memiliki pekerjaan tetapi dengan penghasilan yang kecil.

5.1.2 Tema II : Tidak Sekolah

Pendidikan menjadi point penting dalam Millennium Development Goals MDGs, khususnya di Indonesia. Dalam laporan MDGs, memperlihatkan bahwa pendidikan di Indonesia belum merata, khususnya di daerah-daerah terpencil. Pemerintah menanggapinya dengan mewajibkan wajib belajar wajar 9 tahun. Jika program wajib belajar 9 tahun tersebut sukses, maka jumlah pernikahan dengan usia pernikahan pertama di bawah umur dapat berkurang. Jika banyak anak di bawah umur yang masuk sekolah maka mereka akan mendapatkan pengetahuan mengenai keluarga dan biologis mereka, sehingga semakin banyak anak yang mengerti bahwa usia di bawah umur memiliki tingkat bahaya bagi kesehatan reproduksi untuk menjalani kehamilan dan persalinan, mereka dapat menunda kehamilan hingga cukup umur, sehingga dapat mengurangi angka kematian ibu Astuti, 2011. Data Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan bahwa wanita yang menikah usia 14-19 tahun sebanyak 9,5 tidak sekolah, 16,2 mengenyam pendidikan SD, 1,7 tamat SMP dan 0,5 tamat SMA. Sedangkan perempuan yang menikah pertama kali pada usia 20-24 tahun mayoritas berpendidikan terakhir SMA sebanyak 54,1. Dari data SDKI 2012 diketahui bahwa sekitar 57 wanita melakukan perkawinan pertamanya pada kelompok umur 15-19 tahun dengan tingkat pendidikan hanya tamat SD. Sejumlah 5,8 juta remaja pernah menikah pada umur kurang dari 16 Universitas Sumatera Utara tahun dan 35 diantaranya bahkan menikah di bawah usia 14 tahun. Pihak yang sangat merasakan akibatnya adalah remaja putri atau perempuan karena tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah lagi dan harus menjalani perkawinan yang sebenarnya belum siap baginya, baik dari sisi mental maupun kesehatan reproduksinya. Dari segi pendidikan, seseorang yang melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih muda, tentu akan membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Jika seseorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh pendidikan yang lebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi karena motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat terjadinya proses pendidikan dan pembelajaran. Hal ini seperti yang terjadi pada Subjek III, yang menghentikan kuliah pada semester I dengan alasan karena menikah. Tingkat pendidikan seseorang juga akan berpengaruh dengan kematangan dalam bertindak. Dengan kata lain tingkat kematangan seseorang sangat dipengaruhi oleh cara orang itu dididik dan dibesarkan. Dengan pernyataan tersebut, disadari bahwa bagi para remaja masih dibutuhkan pengalaman dan pendidikan sebelum memasuki pernikahan. Dengan pola pendidikan yang tepat, kematangan seseorang sudah mulai terbentuk di usia belasan tahun. Sebaliknya, dengan pola pendidikan yang tidak tepat, kematangan itu tidak akan terbentuk walau usia seseorang sudah lebih dari 25 tahun. Universitas Sumatera Utara Rendahnya tingkat pendidikan remaja seringkali berbanding lurus dengan tingkat status sosial ekonomi keluarga. Status sosial ekonomi tentunya mempunyai peran terhadap perkembangan anak, dengan perekonomian yang cukup, maka anak- anak mereka mempunyai kesempatan yang luas, seperti mendapatkan pendidikan dan kebutuhan hidup anggota terpenuhi. Lain halnya dengan keadaan sosial ekonomi orang tua yang kurang mencukupi kebutuhan keluarga, anak-anak mereka tidak mempunyai kesempatan luas, seperti sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Beban orang tua akan semakin berat untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga atau anak-anak mereka. Untuk mengurangi beban orang tua yang berasal dari ekonomi yang rendah mereka akan cepat-cepat menikahkan anaknya khususnya anak gadisnya yang belum cukup umur untuk menikah. Penelitian pada masyarakat Jawa di Bengkulu Utara menunjukkan bahwa faktor yang mengkondisikan berlangsungnya perkawinan di usia belia adalah rendahnya akses pada pendidikan, kemiskinan penduduk, isolasi daerah, terbatasnya lapangan pekerjaan dan rendahnya mobilitas Hanum, 1997. Menurut Sukamdi 2005, kemiskinan penduduk erat kaitannya dengan pendidikan rendah, pendapatan rendah dan daya beli masyarakat rendah. Mereka banyak tinggal di daerah lereng bukit, pegunungan atau gunung yang memiliki tempat tinggal semi permanen.

5.1.3 Tema III : Takut Berbuat Dosa Zinah