Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
melaksanakan haknya secara langsung tanpa melalui keputusan pengadilan atau grosse akta notaris.
F
23
Kewenangan untuk melaksanakan parate eksekusi itu pada umumnya timbul karena telah diperjanjikan terlebih dahuluseperti halnya pada hipotek, hak
tanggungan atau jaminan fidusia. Hanya pada gadai, parate eksekusi timbul karena ditetapkan oleh undang-undang.
F
24
Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri itu harus didaftarkan dalam register umum untuk mempunyai hak kebendaan, sedangkan penjualan lelangnya
harus dilakukan di muka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu.
F
25
2. Kerangka Konsepsi
Untuk menghindarkan kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan, maka di bawah ini akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah berikut:
1. Kepailitan dan Hukum Kepailitan
Kata Pailit berasal dari bahasa Perancis yaitu Failite yang berarti kemacetan pembayaran, sedang orang yang berhenti membayar dalam bahasa Perancis disebut
“le failli”. Kata kerja “failit” berarti gagal”
F
26
F
atau yang dalam bahasa belanda dikenal
23
Ibid.
24
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op. Cit, hal 31-33.
25
R. Soebekti dan Tjirosudibio, Op. Cit, Pasal 1211.
26
Lee Aweng, Tinjauan Pasal Demi Pasal FV Faillisement Verordening S.1905.No.217 jo 1906 No 348 Js perpu No 1 Tahun 1998 dan Undang-undang No 4 Tahun 1998, Tanpa penerbit,
Medan, 2001, hal.19.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
dengan istilah Failiteit. Sedangkan dalam hukum anglo Amerika, pailit dikenal dengan istilah Bankruptcy Act.
F
27
F
Dari segi bahasa, arti pailit bermakna negatif sekaligus cermin moral yang tidak diterima oleh masyarakat. Menurut John Duns “The social stigma attached to
bankcruptcy was considerable. It was directly linked with criminal behavior.
F
28
F
Istilah “Pailit” atau “bankruptcy” juga berkaitan dengan etimologi kata “Bank” yaitu “banc”atau “banca rotta” Italy yang artinya bench or table broken atau pailitnya si
penukar uang.
F
29
F
Dalam bahasa Indonesia, istilah pailit diadopsi dari bahasa belanda failit, dan failit itu sendiri berasal dari kata falere yang artinya menipu atau bohong-
bohongan. Pengertian “Pailit” juga tidak ada dijelaskan baik dalam ordonansi Kepailitan
maupun oleh Perpu No 1 Tahun 1998 Jo Undang-undang No 4 Tahun 1998 tentang
Kepailitan. Istilah “pailit”didefinisikan secara tegas dalam Pasal 1 angka 1 Undang- undang
No 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU yang menggantikan Perpu No 1 tahun 1998 Jo Undang-undang
No 4 Tahun 1998 sebagai berikut “ Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini”.
27
Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2007, hal 4
28
Jhon Duns, Insolvency Law and Policy, London: Oxford Univerity Press, 2003, hal 24.
29
C.T.Onions, The Oxford Dictionary of English Etimology, London: The Clerendon Press,1966, hal.73.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Berdasarkan hal itu maka dari arti pailit dalam hukum Indonesia adalah kondisi seseorang yang dalam keadaan berhenti membayar utangnya yang sudah
jatuh tempo default to pay the mature debts which is due and payable. Kepailitan adalah suatu keadaan dimana seseorang berhenti tidak mampu lagi membayar
hutangnya dengan putusan hakim atau pengadilan negeri.
F
30
F
Maka secara sederhana, kepailitan dapat diartikan sebagai suatu penyitaan umum atas semua asset debitur.
Debitur pailit juga tidak serta merta kehilangan kemampuannya untuk melakukan tindakan hukum, akan tetapi hanya kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus
harta kekayaannya yang dimasukkan ke dalam harta pailit terhitung sejak pernyataan kepailitan.
Pendapat senada dikemukakan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio sebagaimana dikutip Sentosa Sembiring sebagai berikut: Pailit berarti keadaan seorang debitur
apabila ia telah menghentikan pembayaran utang-utangnya. Suatu keadaan yang menghendaki campur tangan hakim guna menjamin kepentingan bersama dari para
krediturnya.
F
31
Para ahli hukum memiliki sudut pandang yang berbeda dalam merumuskan hukum kepailitan tergantung dari teori yang mereka anut. Dalam kepustakaan hukum
kepailitan secara umum dikenal ada enam teori hukum kepailitan yang masing- masing memiliki sudut pandang yang berbeda tentang hakekat dan fungsi kepailtan.
Menurut Vanessa Finch, ke enam teori tersebut adalah creditors wealth maximization,
30
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 37 Tahun 2004
31
Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Kepailitan, Bandung: Nuansa Aulia, 2006, hal 12.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
contraction approach, the communitarian vision, the forum vision, the etchical vision, dan the multiple valueselectic approach.
F
32
Dari sekian banyak teori hukum kepailitan, yang paling menonjol dan paling banyak dianut adalah teori Creditors Wealth Maximization yang dikemukakan oleh
Thomas H. Jackson. Jackson merumuskan hukum kepailitan dari perfektif ekonomi sebagai “An acillary, paralel system of debt-collection law,
F
33
F
sedangkan keadaan pailit adalah suatu cara melaksanakan suatu putusan tentang apa yang akan dilakukan
terhadap harta debitur.
F
34
Retnowulan Susanto
F
35
F
melihat hukum kepailitan itu sebagai suatu prosedur pembayaran hutang dalam rangka merealisasikan ketentuan Pasal 1131 dan 1132
KUH Perdata yang mengatur tentang tanggung jawab debitur terhadap perikatan- perikatan yang dilakukan krediturnya. Pandangan yang sama dinyatakan oleh Jerry
Hoff yang merumuskan hukum kepailitan dari segi fungsinya sebagai suatu sitaan umum; “Bankruptcy is a general statutory attachment encompassing all assets of the
debtor.”
F
36
F
Ahli hukum insolvency dan kepailitan lainnya, seperti Andrew Keay dan Michael Murray menganut kombinasi teori Creditor’s Wealth Maximization dan
Forum Vision, meninjau hukum kepailitan dari sifatnya sebagai hukum yang
32
Vanessa Finch, Corporate Insolvency Law: Perspective And Principles, Cambridge: Cambridge University Press, 2002, hal 24-41.
33
Thomas H. Jackson, The Logic And Limits of Bankruptcy Law, Newyork: Harvard University Press, hal 3-4.
34
Ibid, hal 34 “Bankcruptcy is a way of implementing a decision as to what to do with assets of a debtor”
35
Lihat Bernadette Waluyo, Kepailitan dan PKPU Bandung: Mandar Maju, 1990, hal 1
36
Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Jakarta: PT. Tata Nusa,, 1999, hal 11
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
memaksa dan berlaku secara kolektif yaitu, “A collective process in that individual creditors are not able to enforce their debts independently of the other creditors.”
F
37
Dari beberapa rumusan hukum kepailitan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum kepailitan adalah sutu prosedur tentang penagihan dan pembayaran
utang yang berlaku secara kolektif terhadap debitur yang sudah tidak mampu lagi membayar utangnya dimana dengan dinyatakan debitur dalam keadaan pailit, harta
debitur jatuh menjadi boedel pailit yang akan digunakan untuk membayar seluruh utangnya pada kreditur.
Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk
menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur
dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing. Lembaga kepailitan pada dasarnya merupakan suatu lembaga yang
memberikan suatu solusi terhadap para pihak apabila debitur dalam keadaan berhenti membayartidak mampu membayar. Lembaga kepailitan pada dasarnya mempunyai
dua fungsi sekaligus, yaitu: Pertama, kepailitan sebagai lembaga pemberi agunan kepada kreditur bahwa debitur tidak akan berbuat curang, dan tetap bertanggung
jawab terhadap semua hutang-hutangnya kepada semua kreditur. Kedua, kepailitan
sebagai lembaga yang juga memberi perlindungan kepada debitur terhadap
37
Andrew Keay, Michaewl Murray, Insolvency: Personal Corporate Law Practice, Sidney: LawBook Company, 2002
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
kemungkinan eksekusi massal oleh kreditur-krediturnya. Jadi keberadaan ketentuan tentang kepailitan baik sebagai suatu lembaga atau sebagai suatu upaya hukum
khusus merupakan satu rangkaian konsep yang taat asas sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.
Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata merupakan perwujudan adanya jaminan kepastian pembayaran atas transaksi-transaksi yang telah diadakan oleh
debitur terhadap kreditur-krediturnya dengan kedudukan yang proporsional. Adapun hubungan kedua Pasal tersebut adalah bahwa kekayaan debitur Pasal 1131
merupakan jaminan bersama bagi semua krediturnya Pasal 1132 secara proporsional, kecuali kreditur dengan hak mendahului hak Preferens.
Jiwa dari hukum kepailitan Indonesia pada dasarnya ada dalam Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 8 ayat 4.
F
38
F
Yang mengatur tentang syarat-syarat kepailitan serta sifat dan karekter dari pembuktian dan prosedur dalam mengajukan kepailitan. Karenanya
kedua Pasal ini harus dibaca senafas dalam menentukan pailit tidaknya seorang debitur.
Pasal 2 ayat 1 menentukan syarat materil yang harus dipenuhi sebagai dasar dari timbulnya keadaan pailit terhadap debitur yaitu debitur mempunyai 2 dua atau
lebih utang atau memiliki lebih dari seorang kreditur concursus creditorium, debitur tidak membayar lunas sedikitya 1 satu utang dan utang yang tidak dibayar itu telah
38
Sebelumnya diatur dalam pasal 1 ayat 1 Jo pasal 6 ayat 3 Perpu No.I Tahun 1998 Jo Undang-undang No 4 Tahun 1998.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
jatuh tempo dan dapat ditagih due and payable. Di samping syarat materil, syarat formil tidak kalah penting dalam hal mencegah sia-sianya permohonan kepailitan
hanya karena formalitas tidak terpenuhi. Permohonan pailit dapat diajukan oleh debitur dan kreditur. Hak persona standing right lainnya untuk
memohon pailit debitur adalah:
a. Bank Indonesia dalam hal yang diajukan pailit adalah bank
b. Bapepam dalam hal yang diajukan pailit perusahaan efek
c. Menteri Keuangan dalam hal diajukan pailit adalah Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi atau Badan Usaha Miliki Negara yang bergerak dibidang kepentingan publik
d. Kejaksaan bertindak sebagai proxy legal mandatory mewakili kepentingan
publik dapat mengajukan kepailitan. e.
Jika permohonan pailit diajukan oleh debitur yang menikah dengan pencampuran harta perkawinan, permohonan harus disertai izin suamiistri.
Pasal 4 ayat 1 jo Pasal 23 dan 110 ayat 2 f.
Permohonan pailit harus diajukan oleh seorang Advokat Pasal 7 g.
Permohonan pailit harus diajukan ke Pengadilan Niaga
F
39
39
Permohonan pailit harus diajukan ke Pengadilan Niaga, yaitu: a.
Ditempat kedudukan hukum dari debitur atau tempat kedudukan hukum terakhir debitur jika debitur telah meninggalkan wilayah Indonesia. Pasal 3 ayat 1 dan 2
b. Ditempat kedudukan dari firma atau CV Pasal 5.
c. Jika debitur tidak bertempat tinggal di indonesia tapi menjalankan usahanya di Indonesia
maka permohonan diajukan ke tempat kedudukan hukum kantor debitur menjalankan usahanya.Pasal 3 ayat 4.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Mahadi mengatakan bahwa salah satu syarat terbentuknya suatu norma hukum adalah ada asas yang tersebunyi yang menjadi dasar norma hukum itu dan
menjiwai norma hukum tersebut.
F
40
F
Undang-undang Kepailitan dan PKPU
mengandung bebarapa asas sebagai berikut:
1. Asas Transparansi, Cepat, Efektif serta Adil.
F
41
2. Asas Lex Speciali Derogat Lege Generali atau Asas Integrasi.
F
42
3. Asas Kepailitan Sebagai Sitaan Umum.
F
43
d. Jika debitur berbentuk badan hukum legal entity, permohonan diajukan ketempat
kedudukan hukum sebagaimana telah ditentukan dalam anggaran dasar badan hukum bersangkutan Pasal 3 ayat 5.
40
Mahadi, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Bandung: Penerbit Alumni, 1991, hal 85
41
Asas ini dengan tegas dinyatakan dalam Penjelasan Undang-undang Kepailitan dan PKPU
sebagai asas keseimbangan yang bertujuan tidak hanya melindungi kepentingan debitur tapi juga melindungi kepentingan kreditur agar hukum kepailitan tidak disalahgunakan untuk kepentingan
tertentu.
42
Pada hakekatnya, hukum kepailitan adalah hukum acara yang khusus Lex Specialis mengatur prosedur dari kepailitan, proses pencocokan utang, pemberesan boedel pailit, pembayaran
utang dan proses reorganisasi utang atau dikenal sebagai PKPU. Namun demikian, jika ada hal-hal tidak diatur dalam lex Specialis, maka lex generalis merupakan rujukan wajib. Yang termasuk lex
Generalis sehubungan dengan kepailitan adalah Herzeine Indosich ReglementRechtReglement Buitengewesten HIRRBG, Reglement op de Rechtsvordering RV dan ketentuan dalam KUH
Perdata. dalam Elyta Ras Ginting, Op. Cit, hal 66
Bandingkan pula Munir Fuady, Op.Cit, hal 6. Berpendapat bahwa pada prinsipnya prosedur hukum acara perdata biasa HIR atau RBG tetap berlaku untuk perkara permohonan pailit sepanjang
tidak diatur secara khusus dalam Undang-undang Kepailitan tersebut.
43
Asas ini terkandung dalam Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan yang menyebutkan “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan si berhutang pada saat pernyataan pailit, beserta segala apa
yang diperoleh selama kepailitan. Bandingkan juga dengan J.B.Huinzink, Insolventie. Alih Bahasa oleh Linus Doludjawa. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2004, hal 8, yang berpendapat PKPU bukanlah merupakan suatu sitaan umum sebagaimana halnya dalam kepailitan, oleh karena itu debitur tetap dapat menjalankan usahanya
seperti biasanya.
Konsekuensi juridisnya adalah dengan adanya pernyataan pailit dari Pengadilan Niaga, maka seluruh harta debitur pailit berada di bawah sitaan umum guna jaminan pembayaran utang-utangnya.
Sitaan umum terhadap harta debitur adalah refleksi dari asas pokok dari schuld dan haftung yang terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata. Schuld adalah kewajiban debitur untuk
membayar utangnya dan Haftung adalah debitur berkewajiban membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak hutang debitur, guna pelunasan hutang tersebut dalam hal debitur cidera janji.
Lihat Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III-Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, 1995, Hal 9-10.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
4. Asas Pasca Sunt Servanda.
F
44
5. Asas I’tikad Baik.
F
45
6. Asas Pembagian Merata Asas Pari Passu.
F
46
Secara teoritis, ketentuan distribusi budel pailit secara pari passu berlaku untuk semua golongan kreditur tapi prinsip ini menurut Goode tidak bersifat
absolut.
F
47
F
Dalam prakteknya prinsip pari passu ini tidak diterapkan terhadap kreditur separatis pemegang hak jaminan atas kebendaan secured creditor.
Dalam ketentuan Kitab Undang-undang hukum Perdata untuk selanjutnya disebut KUH Perdata, tidak dikenal istilah debitur, akan tetapi istilah si berutang atau
schuldenaar. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata yang dihubungkan dengan Pasal 1235 KUH Perdata, dan Pasal 1239 KUH Perdata, si berutang schuldenaar adalah
pihak yang wajib memberikan sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu berkenaan dengan
44
Misalnya tawaran perdamaian yang diterima dan disahkan oleh Pengadilan Niaga menjadi bukti hak bagi kreditur untuk menuntut pemenuhannya di kemudian hari. Perdamaian tersebut
dianggap sebagai perikatan antara debitur dan krediturnya yaitu bahwa debitur menyanggupi akan membayar kreditur dengan persentase tertentu. Jika ternyata debitur tidak dapat memenuhi isi
perdamaian yang telah diterima oleh kreditur tersebut, maka kreditur dapat meminta Pengadilan Niaga untuk membatalkan perdamaian karena perdamaian tersebut tunduk pada azas pacta sunt servanda.
45
Unsur I’tikad baik dari debitur bona fide debtor maupun kreditur bona fide creditor marupakan hal penting dalam kepailitan, sebab lembaga kepailitan rentan disalahgunakan untuk
menguntungkan diri sendiri maupun pihak tertentu yang tidak beri’tikad baik. Guna mengantisipasi kemungkinan prosedur kepailitan disalahgunakan ini, Undang-undang
Kepailitan mengatur tentang actio pauliana doctrine of preferential transfer dalam pasal 41-46.
46
Pada dasarnya, konsep kepailitan dari seluruh dunia menganut asas pembagian secara pari passu atau pro rata distribution. Menurut Jhon Duns, “it is a common principle of insolvensi law that
creditors should share equally in the insolvent estate”. John Duns, Op.Cit hal 318 Hal yang sama juga dikemukakan oleh R.M Goode mengatakan “The most fundamental
principle of insolvency law is that of pari passu distribution, all creditors participating in the common pool in proportion to the size of their admitted claims. Sedangkan prinsip yang mendasari pembagian
pari passu menurut Shirley Quo adalah untuk menjamin bahwa seorang kreditur konkuren tidak memperolah prioritas lebih dari kreditur konkuren lainnya secara tidak adil. R.M Goode. Op.Cit, hal
59.
47
R.M.Goode, Ibid, Hal.67.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
perikatannya kepada si berpiutang, baik yang timbul karena perjanjian mmaupun karena undang-undang. Akan tetapi dalam pustaka-pustaka hukum maupun dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, si berutang schuldenaar lebih dikenal sebagai debitur. Oleh karena itu dalam Undang-undang Kepailitan digunakan istilah
debitur.
F
48
Istilah kreditur berasal dari bahasa latin ‘credence’ atau ‘credere’ yang artinya dapat dipercaya. Kata credence ini kemudian menjadi kredit dalam bahasa Inggris
yang memiliki arti yang sama dengan faith, trust favorable repute, power based on confidence, acknowledgement of merit, confidence in a buyers ability to pay atau
reputation of solvency. Kata benda dari credence adalah creditum atau credit Inggris yang artinya sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang thing entrusted to one.
F
49
Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Kepailitan menyatakan bahwa kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang
dapat ditagih di muka pengadilan Salah satu pihak yang terlibat dalam perkara kepailitan adalah pihak pemohon
pailit, yaitu pihak yang mengambil inisiatif untuk mengajukan permohonan pailit ke pengadilan, yang dalam perkara biasa disebut sebagai pihak penggugat.
48
Dalam Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, yang dimaksud dengan debitur, dalam Pasal 1 angka 3, adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-
undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
49
Lihat The Oxford Dictionary of English Etimology, Op.Cit.hal 226. Lihat juga Bryan A.Garner Editor, The Blacks law Dictionary
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Undang-undang kepailitan yang dapat menjadi pemohon dalam suatu perkara pailit adalah salah satu dari pihak berikut, yaitu:
F
50
1 Pihak debitur itu sendiri;
2 Salah satu atau lebih krediturnya;
3 Pihak Kejaksaan, jika menyangkut dengan kepentingan umum;
F
51
4 Pihak Bank Indonesia, jika debiturnya adaah suatu bank;
5 Pihak Badan Pangawas Pasar Modal, jika debiturnya adalah suatu perusahaan
efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian;
6 Menteri Keuangan, jika debiturnya adalah perusahaan asuransi, reasuransi,
dana pension atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohon atau dimohonkan pailit ke
pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang
telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Debitur di sini dapat terdiri dari orang peroangan atau badan pribadi maupun badan hukum. Sehingga berdasarkan hal tersebut, pihak-pihak yang dapat dinyatakan
pailit adalah sebagai berikut; a.
Orang perorangan, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit diajukan
oleh debitur peorangan yang telah menikah, maka permohonan tersebut dapat
50
Undang-undang No. 37 Tahun 2004, Op.Cit, Pasal 2
51
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa Indonesia dan Negara, atau kepentingan masyarakat luas. Sebagai contoh apabila debitur dimaksud mempunyai utang
yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas. Lihat penjelasan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Kepailitan.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
diajukan atas dasar persetujuan suami atau isterinya, kecuali antara suami dan isteri tersebut tidak terjadi pencampuran harta.
b. Perserikatan dan perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya, permohonan
pernyataan pailit terhadap suatu firma harus memuat nama dan tempat kediaman dari masing-masing persero yang secara tanggung jawab renteng
terikat untuk seluru utang firma; c.
Perseroan, perkumpulan, koperasi, maupun yayasan yang berbadan hukum,dalam hal ini berlaku ketentuan mengenai kewenangan masing-masing
badan hukum sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya; d.
Harta peninggalan debitur harta warisan, apabila seseorang atau beberapa kreditur mengajukan permohonan pailit dan mengurikan secara singkat dam
permohonan pernyataan pailit tersebut, bahwa orang debitur yang meninggal itu dalam keadaan insolvent.
Suatu perkara kepailitan harus diperiksa oleh hakim majelis tidak boleh hakim tunggal baik untuk tingkat pertama maupun untuk tingkat kasasi. Hanya untuk
perkara perniagaan lain yang bukan perkara kepailitan untuk tingkat pengadilan pertama, boleh iperiksa oleh hakim tunggal dengan penetapan Mahkamah Agung
F
52
F
Hakim majelis tersebut merupakan hakim-hakim pada pengadilan niaga, yaitu hakim-hakim dalam lingkup pengadilan negeri yang telah diangkat menjadi hakim
pengadilan niaga berdasaran keputusan Mahkamah Agung. Selain itu terdapat juga
52
Ibid, Pasal 301
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Hakim Ad Hoc, yaitu hakim yang diangkat dari kalangan para ahli berdasarkan Keputusan Presiden atas usul dari Ketua Mahkamah Agung.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa terhitung sejak kepailitan diputuskan debitur pailit tidak lagi berhak melakukan pengurusan atas harta
kekayaannya. Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan debitur pailit maupun pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan debitur pailit sebeum pernyataan paiit
dijatuhkan, diangkat kurator kepailitan. Undang-undang kepailitan dengan tegas telah menunjuk kurator sebagai satu-
satunya pihak yang menangani seluruh kegiatan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Hal tersebut secara umum dinyatakan dalam Pasal 26 ayat 1 Undang-undang
Kepailitan bahwa “tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailt harus diajukan oleh atau terhadap kurator”.
F
53
Dalam suatu putusan pernyataan pailit selain dicantumkan mengenai pengangkatan hakim pengawas dan kurator, juga dicantumkan mengenai besarnya
imbalan jasa bagi kurator yang ditetapkan berdasarkan pedoman yang ada dalam
53
Dalam Pasal 70 ndang-undang Kepailitan disebutkan bahwa terdapat dua macam kurator, yaitu Balai Harta Peninggalan BHP apabila debitur dan keditur yang memohonkan pailit tidak
mengajukan usul megenai pengangkatan kurator kepada pengadilan, dan kurator lainnya yaitu: a.
Orang perorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus atau membereskan harta pailit;
b. Telah terdaftar pada Departemen Kehakiman sekarang Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia c.
Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, maka kurator berwenang untuk melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit, meskipun terhadap putusan
tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
53
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. 09.HT.05.10 tahun 1998, yang telah ditetapkan di Jakarta tanggal 22 September 1998.
Yang dimaksud dengan imbalan jasa
F
54
F
adalah upah yang harus dibayarkan kepada:
a. Kurator, kurator tambahan, atau kurator pengganti dalam rangka pengurusan
dan atau pemberesan harta pailit; b.
Kurator sementara dalam rangka mengawasi pengelolaan usaha debitur, dan mengawasi pembayaran kepada debitur, pengalihan atan pangagunan
kekayaan debitur dalam rangka kepailitan yang memerlukan persetujuan kurator.
Untuk mengawasi pelaksanaan pengurusan dan pemberesan harta pailit oleh kurator, maka dalam suatu putusan penyataan pailit oleh pengadilan niaga juga harus
diangkat Hakim Pengawas.
Secara umum dalam Pasal 65 Undang-undang Kepailitan dikatakan bahwa hakim pengawas bertugas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit,
dan sebelum mengambil suatu ketetapan mengenai pengurusan dan pemberesan harta
54
Mengenai besarnya imbalan jasa bagi kurator dalam Pasal 2 ayat 1 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. 09.HT.05.10 tahun 1998, ditentukan sebagai berikut:
a Dalam hal kepailitan berakir dengan perdamaian, maka besarnya imbalan jasa adalah sebesar
suatu presentase dari nilai hasil harta pailit di luar utang sebagaimana ditentukan dalam perdamaian;
b Dalam hal kepailtan berakhir dengan pemberesan, maka besarnya imbalan jasa adalah sebesar
suatu presentase dari nilai pemberesan harta pailit; c
Dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak ditingkat kasasi atau peninjauan kembali, maka besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh hakim dan dibebankan kepada debitur.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
pailit, maka pengadilan harus terlebih dahulu mendengar pendapat dari hakim pengawas.
Hakim pengawas juga berhak untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan mengenai kepailitan, mendengar keterangan saksi-saksi, ataupun untuk
memerintahkan diadakannya penyidikan oleh ahli-ahli, dan untuk pemanggilan saksi- saksi tersebut di atas, harus atas nama hakim pengawas.
F
55
Jumlah kreditur yang berkepentingan dengan kepailitan debitur bisa sangat banyak, jumlahnya bisa mencapai ratusan bahkan tidak mustahil mencapai ribuan.
Selain jumlahnya yang sangat banyak, jenis-jenis kreditur juga beragam. Apabila
kreditur jumlahnya banyak dan beragam jenisnya, tentu akan sulit bagi kurator untuk dapat berhubungan dengan masing-masing kreditur. Untuk mengatasi kesulitan yang
demikian, undang-undang kepailitan sangat memungkinkan dibentuknya suatu Panitia Kreditur oleh pengadilan yang anggota-anggotanya diangkat dari kreditur
yang ada.
Dalam Undang-undang Kepailitan, mengenai panitia kreditur diatur pada Bab II Kepailitan, bagian ketiga tentang pengurusan harta pailit khususnya paragraph tiga
mulai Pasal 79 sampai dengan Pasal 84. Panitia kreditur sendiri dibedakan menjadi dua yaitu panitia kreditur sementara dan panitia kreditur tetap.
F
56
55
Apabila saksi mempunyai tempat kedudukan hukum domisili hukum di luar kedudukan hukum pengadilan yang menetapkan putusan pernyataan pailit, maka hakim pengawas dapat
melimpahkan pendengaran keterangan dari saksi yang bersangkutan, kepada pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan saksi.
56
Panitia kreditur sementara dibentuk atau diangkat oleh pengadilan dengan putusan kepailitan atau dengan penetapan lainnya. Panitia ini diambil dari para kreditur yang ada dan dikenal,
dengan jumah anggota satu sampai tiga orang, yang bertugas memberi pendapat dan mendampingi
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut ketentuan undang-undang kepailitan kepada panitia kreditur diberikan hak untuk setiap waktu meminta diperihatkan segala buku atau surat
mengenai kepailitan, dan kurator diwajibkan untuk membeikan segala keterangan yang diminta kepada panitia kreditur.
Tugas utama panitia kreditur adalah untuk memberikan pendapat pada kurator, demikian pula kurator dapat meminta pendapat dari panitia kreditur setiap
waktu yang dianggap perlu, ataupun untuk mengadakan rapat dengan panitia kreditur. Selain memberikan pendapat kepada kurator sebagai tugas utama, panitia
kreditur juga mempunyai tugas-tugas yang lain, yaitu sebagai berikut: a.
Memeriksa surat-surat atau buku-buku yang berhubungan dengan kepailitan, serta meminta keterangan yang diperlukan;
b. Meminta untuk diadakan rapat kreditur bila dianggap perlu;
c. Wajib memberikan pendapat pada kurator untuk memberikan jawaban
terhadap gugatan. Pendapat yang diberikan oleh panitia kreditur kepada kurator tidaklah
mengikat kurator, apabila kurator tidak setuju dengan pendapat dari panitia kreditur tersebut. Apabila terjadi hal yang demikian, maka yang berwenang untuk
memutuskan perbedaan pendapat itu adalah hakim pengawas.
kurator dalam tugasnya memeriksa keadaan harta pailit dan melakukan pencocokan kepada hakim pengawas.
Panitia kreditur sementara bertugas selama belum diadakan rapat verifikasi atau pencocokan utang, dan setelah rapat verifikasi selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan kepada para
kreditur untuk membentuk panitia kreditur tetap.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Sebagai suatu hukum acara, Undang-undang Kepailitan mengatur dua jenis
prosedur pembayaran utang secara kolektif One Law-Two Procedures yang dapat ditempuh umtuk menagih pembayaran utang sebagai berikut:
a. Kepailitan atau Likuidasi
Prosedur likuidasi formal liquidation preceeding diatur dalam Bab I Pasal 1 sampai Pasal 221. Dalam prosedur likuidasi dikenal ada dua jenis kepailitan yaitu
kepailitan secara paksa compulsory bankcruptcy yang dimohonkan oleh kreditur atas debiturnya. Yang kedua adalah kepailitan sukarela voluntary bankcruptcy yaitu
kepailitan sukarela yang dimohonkan sendiri oleh debitur. Permohonan pailit dapat diajukan jika debitur yang memiliki dua orang arau
lebih kreditur tidak membayar satu dari utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 8 ayat 4, debitur dapat
dinyatakan pailit jika ia memiliki lebih dari dua orang kreditur dan ia tidak membayar satu dari utangnya yang telah jatuh tempo.
Ketentuan Undang-undang Kepailitan dalam menjatuhkan putusan pailit
terhadap debitur ini sangat sederhana dan tidak membutuhkan pembuktian yang rumit. Hal ini sejalan dengan tujuan dari prosedur likuidasi yaitu untuk membekukan
harta pailit dalam hal debitur telah gagal membayar utangnya yang sudah jatuh tempo.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
b. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU
Prosedur PKPU ini dikenal dengan berbagai istilah, seperti reorganization proceeding, suspencion of payment of debt atau moratorium on debt repayment
procedures. Ketentuan tentang ini diatur dalam Bab II Pasal 222 sampai 298. Adapun perbedaaannya dengan prosedur likuidasi atau kepailitan adalah:
1. Kondisi debitur bukan dalam keadaan tidak membayar utangnya tapi karena
debitur dalam keadaan tidak sanggup meneruskan pembayaran utangnya karena menghadapi masalah likuiditas temporer temporary liquidity problem
2. Debitur tetap dianggap cakap mengelola hartanya tapi pengelolaan dilakukan
bersama-sama dengan pengurus administrator yang diangkat oleh Pengadilan Niaga.
Dari sudut tujuannya, jelaslah PKPU bertujuan untuk memberi debitur fresh start dalam usahanya dengan cara menjadwalkan kembali pembayaran utang-
utangnya dengan kreditur. Penjadwalan utang ini tertuang dalam komposisi yang diajukan debitur baik pada saat mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga
atau diajukan sebelum rapat permusyawaratan hakim dimulai. Ada beberapa kondisi yang mengakibatkan debitur dalam proses PKPU
menjadi pailit, yaitu: 1.
Jika debitur tidak datang menghadap pada sidang yang ditentukan setelah PKPU sementara ditetapkan.
F
57
57
Lihat pasal 225 ayat 5 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
2. Jika PKPU berakhir dan tidak ada persetujuan yang dicapai sehubungan
dengan komposisi hutang yang diajukan.
F
58
3. Jika tidak tercapai persetujuan sehubungan dengan komposisi utang yang
diajukan dalam PKPU tetap.
F
59
4. Jika kreditur dan administrator mohon kepada Pengadilan Niaga untuk
mengakhiri PKPU dengan alasan debitur tidak beritikad baik dalam mengajukan permohonan PKPU.
F
60
5. Jika kondisi asset debitur tidak lagi memungkinkan untuk meneruskan
PKPU.
F
61
6. Jika komposisi yang diajukan ditolak oleh kreditur.
7. Jika komposisi disetujui oleh kreditur tapi Pengadilan niaga menolak
mengesahkannya dengan alasan yang ditentukan dalam Undang-undang Kepailitan.
F
62
Akibat dari PKPU yang berubah menjadi Kepailitan adalah bahwa pernyataan pailit atas diri debitur sudah dianggap final sehingga debitur tidak lagi diperkenankan
mengajukan rencana perdamaian
F
63
F
dan pemberesan atas boedel pailit dapat segera dimulai. Di samping itu, Kepailitan yang timbul dari PKPU mengakibatkan uapya
58
Lihat pasal 228 ayat 5 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
59
Lihat pasal 228 ayat 5 Jo Pasal 230 ayat 1 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
60
Lihat pasal 255 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
61
Lihat pasal 255 huruf e Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
62
Lihat pasal 285 ayat 3 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
63
Lihat pasal 292 Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
hukum telah tertutup bagi debitur sehingga ia tak dapat lagi melakukan kasasi atau peninjauan kembali.
c. Pengertian Insolvent
Istilah insolvent berasal dari bahasa latin “solvere” yang artinya membayar dan lawan katanya adalah “insolvent” atau “tidak membayar”.
F
64
F
Roman Tomasic dan Keturah Whitford berpendapat sama menyatakan bahwa kemampuan membayar
utang atau ability to pay the debt adalah kunci dari konsep hukum Kepailitan.
F
65
Dalam konteks hukum kepailitan negara-negara common law system pada umumnya, keadaan insolvent debitur biasanya ditest oleh pengadilan dengan
menggunakan pendekatan cash flow test atau practical insolvency.
F
66
F
Cash flow test adalah pendekatan yang melihat solvabilitas debitur diukur dengan fakta apakah ia
membayar utangnya atau tidak.
F
67
F
Jika ternyata ia membayar utangnya yang telah
64
Lihat The Oxford Dictionary of English Etymology, Op.Cit, hal 845
65
Romas Tomasic, Keturah Whitford, Australian Insolvency and Bancruptcy Law, Edisi ke 2, Sydney: Butterworth, 1997, hal 207
66
Lihat juga Andrew A Keay, Insolvency: Personal and Corporate Law and Pratice, Sydney: Law Book Company Service, 1994, hal 3 menyebut istilah ‘cash flow test’ dengan istilah
‘commercial insolvency test’ dan ‘balance sheet test’ sebagai ‘absolute insolvency test’
67
David Morrisondalam Elyta, ‘When a Company Insolvent?’ Insolvency Law Jurnal, Volume 10, 2002, hal 6. Lihat juga Oxford Dictionary of Bussiness, Op.Cit, hal 88 merumuskan cash
flow sebagai : “The amount of cash being received and expended by a business, which is often analysed into its various component’.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
jatuh tempo, hal ini mengindikasikan ia ada dalam keadaan solvent atau sanggup membayar.
Di samping pendekatan cash flow test, pengadilan menggunakan pendekatan alternatif lainnya yaitu balance sheet test atau asset test.
F
68
F
Dalam pendekatan ini, pengadilan tidak melihat solvabilitas debitur dari fakta apakah debitur membayar
utangnya atau tidak tapi dari nilai asset debitur, yaitu apakah assetnya yang dapat direalisasikan melebihi kewajibannya maka debitur dianggap solvent.
F
69
Akan halnya Indonesia, konsep insolvensi dalam hukum kepailitan Indonesia memiliki pengertian teknis yang berbeda dengan istilah insolvent yang dianut oleh
negara common law system pada umumnya.
F
70
F
Walaupun Keay menyimpulkan bahwa “cash flow test telah diterapkan beratus tahun yang lalu dan merupakan konsep klasik
dari sistem hukum Eropa Continental,
F
71
F
namun dalam hal hukum kepailitan Indonesia, konsep insolvent diaplikasikan dalam fase yang berbeda dengan konsep
insolvent negara common law system.
F
72
Dalam konteks hukum kepailitan Indonesia, pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga hanya didasarkan pada fakta bahwa debitur tidak membayar satu dari utangnya
68
Oxford Dictionary of Bussiness, Op. Cit, hal 45, merumuskan istilah balance sheet sebagai : ‘A statement of the total assets and liabilities of an organization at a particular date, usually the last
day of the accounting period. The first part of the statement lists the fixed and current assets and the liabilities, the second part shows how they have been financed; the total of each part must be equal’
69
Ibid, hal 7
70
Setiawan, Op. Cit, hal 94
71
Andreaw R. Keay, Avoidance Provisions in Insolvency Law, Sydney: LBC Information Services, 1997, hal 94
72
Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Kepailitan secara implisit mengadopsi cash flow test dalam
menjatuhkan pernyataan pailit yaitu debitur tidak membayar satu utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Akan tetapi, pernyataan pailit itu sendiri tidak mengindikasikan bahwa debitur berada
dalam keadaan insolvent sebagaimana dipraktekkan di negara-negara common law system.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
yang telah jatuh tempo dan dapat dibayar. Sedangkan keadaan solvabilitas debitor akan ditentukan oleh krediturnya.
F
73
Dalam Undang-undang Kepailitan ada beberapa kondisi yang
mengindikasikan bahwa debitur ada dalam keadaan insolevent secara teknis atau praktis dan juridis yaitu:
1. Jika debitur tidak mengajukan perdamaian composition plan atau;
2. Debitur menawarkan perdamaian tapi ditolak oleh krediturnya, atau;
3. Perdamaian yang ditawarkan debitur diterima oleh krediturnya tapi
pengadilan Niaga menolak meratifikasi perdamaian tersebut karena ada dugaan perdamaian dicapai dengan cara curang atau melawan hukum
F
74
Adapun akibat hukum dari keadaan insolvent adalah bahwa kepailitan telah bersifat final sehingga harta debitur pailit dapat segera dilikuidasi untuk dibagi-
bagikan kepada para krediturnya. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa suatu putusan pernyataan pailit
bersifat serta merta uit ver baar bij voor raad dan mempunyai akibat yang konstitutif, yaitu meniadakan keadaan hukum den menciptakan keadaan hukum yang
baru. Dalam suatu putusan tentang pernyataan kepailitan, ada tiga hal yang esensial,
yaitu:
F
75
73
Lihat Ketentuan Pasal 178 Undang-undang Kepailitan dan PKPU.
74
Lihat Ketentuan Pasal 178 Undang-undang Kepailitan PKPU yang mengatur tentang harta debitur pailit dalam keadaan tidak mampu nmembayar atau insolvent.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
a. Pernyataan pailit debitur pailit;
b. Pengangkatan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh pengadilan; dan
c. Pengangkatan kurator
Lebih lanjut mengenai akibat kepailitan, dalam Undang-undang Kepailitan diatur dalam Bab II bagian kedua, mulai dari Pasal 21 sampai dengan Pasal 64.
a. Akibat Kepailitan Pada Umumnya
Secara umum suatu pernyataan pailit akan mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
F
76
1. Harta debitur pailit yang termasuk harta pailit merupakan sitaan umum. Harta
pailit meliputi seluruh kekayaan debitur pada waktu putusan pailit diucapkan serta segala apa yang diperoleh debitur pailit selama kepailitan;
2. Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri
pribadi debitur pailit; 3.
Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaannya, sejak tanggal putusan pailit diucapkan;
4. Segala perikatan debitur yang timbul setelah putusan pailit, tidak dapat
dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit; 5.
Harta pailit diurus dan dikuasai oleh kurator, juga diangkat Hakim Pengawas untuk memimpin dan mengawasi pelaksanaan kepailitan;
75
Rahayu Kartini, Op.Cit, hal 103
76
Kartini Mulyadi, Pengertian dan Prinsip-prinsip Umum Hukum Kepailitan 2000 sebagaimana dikutip oleh Sutan Remy Sjahdeni, Op. Cit, hal 255
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
6. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban terhadap harta pailit
harus diajukan oleh atau terhadap kurator, dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan verifikasi
b. Akibat Kepailitan terhadap debitur pailit dan Hartanya
Putusan pernyataan pailit oleh pengadilan tidak mengakibatkan debitur kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum volkomen
handelingsbevoegd pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangan untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaaannya saja. Dengan
demikian, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum seperti menikah, bertindak menjadi kuasa atau mewakili pihak lain, dan lain sebagainya.
F
77
Dengan kata lain, akibat kepailitan hanyalah terhadap harta kekayaan debitur saja, kepailitan tidak menyebabkan debitur menjadi berada di bawah pengampuan
karena debitur tidak kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum yang menyangkut dirinya, kecuali apabila perbuatan hukum itu menyangkut
pengurusan dan pengalihan atas harta bendanya. Apabila perbuatan hukum yang akan dilakukan oleh debitur pailit
menyangkut mengenai harta benda yang akan diperolehnya, maka debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda tersebut, akan tetapi harta benda
yang akan diperolehnya itu akan menjadi bagian dari harta pailit.
77
Sutan Remy Sjahdeni, Op.cit, hal 257
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Pasal 21 Undang-undang Kepailitan, kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat pernyataan pailit diputuskan beserta semua kekayaan
yang diperolehnya selama kepailitan. Namun ketentuan ini tidak berlaku terhadap:
F
78
1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur
sehubungan dengan pekerjaan, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapan yang akan
digunakan oleh debitur dan keluarganya, makanan untuk tiga puluh hari bagi debitur dan keluarga, yang terdapat ditempat itu;
2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai
penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, uang pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas;
atau 3.
Uang yang diberikan kepada debitur untuk memenuhi sebuah kewajiban memberi nafkah.
Kemudian yang dimaksud dengan seluruh kekayaan yang diperoleh selama kepailitan, adalah apabila setelah pernyataan pailit diputuskan, debitur pailit
menerima suatu warisan, maka menurut ketentuan Pasal 40 Undang-undang Kepailitan warisan yang diterima itu menjadi hak dari debitur pailit, oleh kurator
tidak boleh diterima kecuali jika menguntungkan harta pailit dan jika kurator bermaksud untuk menolak suatu warisan, maka diperlukan izin terlebih dahulu dari
hakim pengawas.
78
Undang-undang No. 37 Tahun 2004, Op.Cit, Pasal 22
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
c. Akibat Kepailitan terhadap Eksekusi atas Harta Kekayaan Debitur Pailit
Suatu putusan pernyataan pailit mempunyai akibat, bahwa segala penentapan pelaksanaan pengadilan terhadap bagian dari harta kekayaan debitur yang telah
dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk mengenai hukuman paksaan badan
terhadap debitur pailit.
F
79
Berdasarkan ketentuan diatas, dapat disimpulkan bahwa setelah adanya putusan pernyataan pailit, maka semua putusan hakim baik mengenai penyitaan sita
jaminan atau sita eksekutorial maupun penjualan atas harta kekayaan debitur menjadi terhenti, bahkan sekali pun pelaksanaan terhadap putusan hakim itu dimulai,
maka pelaksanaan itu harus dihentikan. Lebih lanjut penjelasan Pasal 31 ayat 1 Undang-undang Kepailitan
disebutkan bahwa ketentuan itu tidak berlaku bagi kreditur pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya,
karena mereka dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
d. Akibat Kepailitan terhadap Perjanjian Timbal Balik yang Dilakukan
Sebelum Kepailitan
Menurut Pasal 36 Undang-undang Kepailitan, apabila pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan terdapat perjanjian timbal balik yang belum atau baru
sebagian terpenuhi, maka pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur pailit
79
Ibid, Pasal 31
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
dapat meminta kepada kurator untuk diberikan kepastian tentang kelanjutan dari pelaksanaan perjanjian dalam jangka waktu yang akan disepakati oleh kurator dengan
pihak dimaksud. Dalam hal kesepakatan mengenai jangka waktu tidak tercapai, maka Hakim
Pengawas yang akan menetapkan jangka waktunya, dan jika dalam jangka waktu yang telah ditentukan kurator tidak juga memberikan jawaban atau tidak bersedia
melanjutkan pelaksanaan perjanjian, maka perjanjian menjadi berakhir dan pihak sebagaimana dimaksud diatas dapat menuntut untuk diberikan ganti rugi, dan pihak
yang dimaksud akan diperlakukan sebagai kreditur konkuren. Tetapi apabila kurator menyatakan kesanggupannya, maka kurator yang akan melaksanakan perjanjian
tersebut. Ketentuan sebagaimana diuraikan diatas menjadi tidak berlaku, jika dalam
klausul perjanjian debitur diwajibkan untuk melaksanaan sendiri pretasinya. Demikian juga halnya tehadap perjanjian-perjanjian sebagai berikut:
1. Perjanjian penyerahan barang, dimana telah disepakati untuk menyerahkan
barang dalam jangka waktu tertentu, namun sebelum jangka waku penyerahan tersebut pihak yang harus menyerahkan barang dinyatakan pailit,
maka dengan adanya putusan pernyataan pailit perjanjuan itu menjadi batal dan pihak lawan yang dirugikan dapat mengajukan diri sebagai kreditur
konkuren. Sedangkan apabila karena hapusnya perjanjian tersebut harta pailit
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
yang dirugikan, maka pihak lawan yang diwajibkan memberi ganti kerugian.
F
80
2. Perjanjian sewa menyewa, dalam hal penyewa dinyatakan pailit, maka
kurator maupun pihak yang menyewakan barang untuk sementara dapat menghentikan perjanjian sewa menyewa dimaksud, dengan syarat ada
pemberitahuan sebelumnya dalam jangka waktu paling singkat 90 sembilan puluh hari, dan dalam hal uang sewa telah dibayarkan terlebih dahulu maka
perjanjian sewa tidak dapat dihentikan sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah dibayar oleh uang sewa. Sehingga sejak tanggal putusan
pernyataan pailit, uang sewa merupakan utang harta pailit.
F
81
3. Dalam suatu perjanjian kerja, maka pekerja yang bekerja pada debitur pailit
dapat memutuskan hubungan kerja, dan sebaliknya kurator juga dapat memberhentikan pekerja dengan pemberitahuan terlebih dahulu paling
singkat 45 empat puluh lima hari sebelumnya. Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja ini harus tetap berpedoman pada peraturan yang
berlaku dibidang ketenagakerjaan, dan sejak tanggal putusan pernyataan
80
Ibid, Pasal 37
81
Ibid, Pasal 38
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
pailit upah
F
82
F
yang terutang sebelum maupun sesudah putusan pailit merupakan utang harta pailit.
F
83
e. Akibat Kepailitan terhadap Perjanjian Hak Jaminan
Menurut Pasal 55 Undang-undang Kepailitan setiap kreditur yang akan memegang hak gadai, jaminan fidusia, tanggungan atau hak agunan atas kebendaan
lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun dalam Pasal 56 Undang-undang Kepailitan disebutkan bahwa hak
ekseskusi kreditur sebagaimana dimaksud diatas ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 sembilan puluh hari terhitung sejak tanggal putusan pailit
ditetapkan. Akan tetapi penangguhan eksekusi itu tidak berlaku terhadap kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur yang dijamin dengan uang tunai dan
hak kreditur untuk melakukan perjumpaan utang.
F
84
Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang
badan peradilan, dan baik kreditur maupun pihak ketiga sebagaimana dimaksud Pasal 56 ayat 1 Undang-undang kepailitan dilarang untuk mengeksekusi maupun
memohonkan sita atas barang yang menjadi agunan.
F
85
82
Yang dimaksud dengan upah adalah hak hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau suatu jasa
yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan, dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarga.
Lihat Penjelasan Pasal 39 ayat 2 Undang-undang Kepailitan
83
Ibid, Pasal 39
84
Ibid, Pasal 56 ayat 2
85
Rahayu Hartini, Op. Cit, hal 118
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Kemudian menurut ketentuan Pasal 56 ayat 3 Undang-undang Kepailitan selama berlangsungnya waktu penangguhan, kurator dapat menggunakan atau
menjual harta pailit baik berupa benda bergerak maupun benda bergerak, yang berada dalam penguasaan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitur, sepanjang
untuk itu telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur. Dalam penjelasan Pasal 56 ayat 3 Undang-undang Kepailitan disebutkan,
bahwa yang dapat dijual oleh kurator, terbatas pada barang persediaan inventory atau benda bergerak current assets, meskipun terhadap harta pailit tersebut telah
dibebani dengan hak jaminan kebendaan. Lebih lanjut yang dimaksud dengan perlindungan yang wajar bagi
kepentingan kreditur adalah perlindungan yang perlu diberikan utnuk melindungi kepentingan kreditur yang haknya ditangguhkan dan dengan beralihnya harta yang
bersangkutan hak kebendaan tersebut berakhir dengan hukum.
F
86
2. Agunan Kebendaan dalam Kepailitan
Benda adalah tiap-tiap barang-barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik, jadi segala ketentuan, peraturan dan perundang-undangan yang
mengatur statusnya benda-benda tersebut.
86
Perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur sebagaimana dimaksud, antara lain berupa:
1. Ganti rugi atas terjadinya penurunan nilai harta pailit;
2. Hasil perjanjian bersih;
3. Hak kebendaan pengganti; atau
4. Imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai utang yang dijamin lainnya.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Agunan adalah sesuatu yang dapat dijadikan jaminan. Untuk menemukan perumusan hukum jaminan, baik dalam undang-undang maupun di dalam literatur
maka akan sulit untuk berhasil menemukannya. Di dalam literatur sering ditemukan istilah zekerheidsrechten, yang memang bisa saja diterjemahkan menjadi hukum
jaminan. Akan tetapi hendaknya diingat, bahwa kata “recht” di dalam Bahasa Belanda dan Jerman bisa mempunyai arti yang bermacam-macam. Kalau mau
memberikan perumusan juga tentang “Hukum Jaminan”, maka mungkin dapat diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang
seorang kreditur terhadap seorang debitur.
F
87
Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata menentukan bahwa segala harta kekayaan debitur baik yang berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak tetap, baik
yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan, atau agunan bagi semua perikatan yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya. Dengan
kata lain, Pasal 1131 KUH Perdata memberikan penjelasan bahwa, apabila debitur cidera janji maka hasil penjualan atas semua harta debitur, tanpa kecuali menjadi
sumber pelunasan utangnya. Menurut Pasal 1132 KUH Perdata, harta kekayaan debitur tersebut menjadi
jaminan atau agunan secara bersama-sama bagi semua pihak yang memberi utang kepada debitur. Artinya apabila debitur cidera janji, maka hasil penjualan atas harta
kekayaan debitur dibagi secara proporsional secara pari passu menurut besarnya
87
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan Bandung; Citra Aditya Bakti, 2002, hal 2-3.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
tagihan masing-masing kreditur, kecuali apabila diantara para kreditur itu terdapat alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dari kreditur-kreditur lainnya.
Jadi pada asasnya semua kreditur dalam pemenuhan tagihannya memmpunyai kedudukan yang sama. Umur atau lahirnya hak tagihan pada dasarnya tidak
memberikan suatu kedudukan yang lebih baik kepada kreditur yang bersangkutan, karena mereka terbagi secara pari passu menurut besarnya tagihan mereka.
Sekalipun undang-undang telah menyediakan perlindungan kepada kreditur sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata, tetapi
perlindungan secara khusus dan lebih baik kepada kreditur terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Perlindungan khusus sebagaimana dimaksud diatas baru dapat diberikan kepada kreditur memegang hak agunan atas benda tertentu milik debitur, baik berupa
benda bergerak maupun benda tidak bergerak tetap. Hak yang memberikan pelindungan secara khusus itu disebut dengan hak jaminan kebendaaan zakelijke
zekerheidsrechten. Hak agunan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur
kedudukan yang lebih baik dari kreditur-kreditur lainnya karena: a.
Kreditur tersebut didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan dan tagihannya;
b. Ada benda tertentu milik debitur yang dikuasai oleh kreditur sebagai
jaminan utangnya.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008