Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
kepailitan. Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan ini adalah benar-benar asli.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini teori yang dipergunakan adalah “a creditor’s bargain” yang dikemukakan oleh Thomas H Jakson. Tehnik dasar Jackson adalah menyaring
hukum kepailitan melalui model “a creditor’s bargain”. Dalam model ini, seseorang yang kehilangan kepemilikannya dalam kepailitan ditunjukkan untuk menyetujui
lebih dulu adanya kerugian.
F
11
Diharapkan penangguhan eksekusi stay tidak merupakan pelanggaran terhadap teori “a creditor’s bargain” tetapi stay merupakan tindak lanjut atas teori “a
creditor’s bargain” yaitu antara kreditur separatis dan debitur sama-sama saling diuntungkan atas tindakan penangguhan eksekusi stay tersebut.
Walaupun pembebasan debitur dapat menjadi penyebab motivasi dari sebahagian besar kasus-kasus kepailitan, kebanyakan dari proses kepailitan faktanya
terkait pertanyaan berapa besar pembagian piutang kepada kreditur yaitu antara lain: a.
Asset disusun sedemikian sehingga mereka dapat dialokasikan diantara pemegang klaim melawan debitur atau kekayaan debitur.
b. Tagihan ditentukan sedemikian sehingga peserta-peserta di dalam proses
pembagian mungkin dipertemukan.
11
Sunarmi
,
Tinjauan Kritis Terhadap Undang-Undang Kepailitan: Menuju Hukum Kepailitan Yang
Me
lindungi Kepentingan Kriditor Dan Debitor
,
Disertasi, Medan; SPS USU, 2005 , hal 34.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
c. Peraturan menentukan siapa yang diprioritaskan, diantara penagih-
penagih, akan mendapatkan apa dan dalam kedudukan sebagai apa.
F
12
Ketiga pertimbangan yang telah diuraikan di atas memungkinkan bahwa kreditur tak terjamin pada umumnya akan setuju kepada sistem kolektif sebagai
pengganti rencana pemulihan piutang individu karena tidak ada kreditur tunggal. Bagaimanapun para kreditur akan setuju kepada sistem kolektif kecuali jika ada suatu
sistem yang mengikat semua kreditur lain. Untuk mengijinkan debitur membuat perjanjian dengan kreditur lain yang akan memilih ke luar daripada kerangka
penyelesaian. Hal ini akan menghancurkan keuntungan suatu proses kolektif. Teori “a creditor’s bargain” kemudian dikembangkan kembali oleh Thomas
H. Jackson dan Robert E. Scott yang menyatakan bahwa tujuan utama dari kepailitan untuk memaksimalkan kesejahteraan kelompok secara bersama-sama. Teori ini
kemudian dikenal dengan teori Creditors Wealth Maximization yang merupakan teori yang paling menonjol dan paling banyak dianut dalam hukum kepailitan. Jackson
merumuskan hukum kepailitan dari perspektif ekonomi sebagai “An acillary, parallel system of debtcollection law”, sedangkan keadaan pailit adalah suatu cara
melaksanakan suatu putusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap harta debitur. Kritik David Gray Carlson terhadap Versi efisiensi dari kontraktarianisme akan
terpusat pada kenyataan bahwa semua atau kebanyakan kreditur akan menawar untuk mendapatkan otoritas yang setara dalam kepailitan.
12
Ibid.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Menurut Jakcson semua kreditur akan setuju untuk mendapatkan prioritas yang setara dalam kepailitan. Inilah yang disebut dengan “tawar menawar kreditur
creditor bargain. Kesetaraan kreditur pada debitur pada gilirannya adalah esensi dari kepailitan. Kreditur betul-betul mempunyai pandangan yang setara terhadap
kesempatan mereka dalam kasus kebangkrutan debitur. Kreditur hanya peduli dengan maksimalisasi recovery mereka. Jika para kreditur bekerja sama, mereka bisa
memperoleh keuntungan bahkan dengan menangkap nilai perusahaan yang sedang berjalan going concern suatu perusahaan atau paling sedikit dengan mengurangi
ongkos administrasi atas recovery dari pengutang. Tujuan dari kepailitan adalah pemaksimalan hasil ekonomi dari asset yang ada
untuk para kreditur sebagai satu kelompok dengan meningkatkan nilai aset yang dikumpulkan untuk mana hak-hak kreditur ditukarkan.
Dalam kepailitan seluruh harta benda debitur diperuntukkan bagi pembayaran tagihan-tagihan kreditur maka jika harta bendanya itu tidak untuk memenuhi
kewajiban atas semua tanggungan itu, tentu harta benda itu harus dibagi diantara para kreditur menurut perbandingan tagihan mereka masing-masing.
F
13
F
Pembagian harta kekayaan pailit ini dimaksudkan untuk menjamin kepentingan para kreditur.
Hukum yang memberikan perlindungan terhadap kreditur dari kreditur lainnya berupaya mencegah salah satu kreditur memperoleh lebih banyak dari
kreditur lainnya dalam pembagian harta kekayaan. Sedangkan perlindungan dari debitur yang tidak jujur diperoleh dengan mewajibkan debitur mengungkapkan secara
13
Martiman Prodjomidjojo, Proses Kepailitan, Bandung: Mandar Maju, 1999, hal 2.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
penuh full disclosure kondisi keuangannya kepada seluruh kreditur secara periodik. Sementara itu, apabila debitur berada keadaan dapat ditolong maka debitur
dimungkinkan untuk dapat keluar secara terhormat dari permasalahan utangnya. Dengan demikian jelas mengapa sejak berabad-abad telah ada peraturan
kepailitan, karena dirasakan perlu untuk mengatur hak-hak dan kewajiban debitur yang tidak dapat membayar utang-utangnya serta hak-hak dan kewajiban para
kreditur. Dari kesimpulan ini segera dapat dipahami mengapa masalah kepailitan selalu
dihubungkan dengan kepentingan para kreditur, khususnya tentang tata cara dan hak kreditur untuk memperoleh kembali pembayaran piutangnya dari seorang debitur
yang dinyatakan pailit. Dan sekaligus juga berhubungan dengan perbedaan kedudukan hak diantara para kreditur.
Hukum kepailitan pada dasarnya mengandung dua unsur penting yaitu unsur keadilan dan perlindungan yang seimbang antara debitur dan kreditur. Namun hukum
kepailitan Indonesia dalam beberapa ketentuannya, jelas tidak mencerminkan perlakukan yang seimbang equal treatment.
F
14
F
Hal ini disebabkan hukum kepailitan Indonesia berasal dari hukum kepailitan Belanda yang tetap mewarisi elemen sistem
hukum kontinental yang berakar dari tradisi hukum Eropa yang sentries. Rejim hukum kepailitan sistem hukum Eropa Civil Law pada dasarnya memihak kepada
kreditur daripada debitur.
14
Lihat Pasal 55 Undang-undang No. 37 Tahun 2004.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Di samping teori yang telah diuraikan di atas maka untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diajukan dipergunakan pendekatan dengan
kerangka sistem. Kerangka berfikir menjadikan konsep keadilan dan perlindungan yang seimbang terhadap kepentingan kreditur dan debitur dalam hukum kepailitan
sebagai paradigma filosofis. Selanjutnya paradigma yang bersifat konstan ini diinteraksikan dengan potensi yang dimiliki Indonesia dan perkembangan situasi dan
kondisi yang berupa kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam hukum kepailitan baik dari segi substansi maupun dalam praktek serta kondisi perdagangan nasional
dan global. Interaksi ini menghasilkan wawasan garis politik tentang kepailitan berisi ide-ide perubahan revisi haluan negara termasuk hukum kepailitan yang tertuang
dalam propenas yang kemudian dituangkan dalam pembentukan Undang-undang Kepailitan yang mengandung asas keadilan, kepastian hukum, cepat, efektif dan
memberikan perlindungan hukum yang seimbang terhadap kreditur dan debitur. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap penegakan hukum yang pada akhirnya akan
tercipta suatu sistem hukum dan perundang-undangan yang kondusif untuk mendukung dunia usaha khususnya dengan dukungan hukum kepailitan yang lebih
kondusif. Hal ini sesuai dengan asas yang terkandung dalam Undang-undang No. 37
Tahun 2004 Tentang Kepailitan yang berisi antara lain adalah: a.
Asas Keseimbangan.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
Undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak, terdapat ketentuan yang
dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh Debitor yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditur yang tidak beritikad baik.
b. Asas Kelangsungan Usaha.
Dalam Undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang prospektif tetap dilangsungkan.
c. Asas Keadilan.
Dalam Kepailitan asas keadilan mengandung pengertian, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang
berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenangan- wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-
masing terhadap debitur dengan tidak mempedulikan kreditur lainnya. d.
Asas Integrasi Asas integrasi dalam Undang-undang ini mengandung pengertian bahwa
sistem hukum formal dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Jika dirujuk kepada cita-cita yang ingin dicapai hukum, paling tidak ada 3 tiga yaitu keadilan, kepastian dan ketertiban. Selanjutnya kehadiran hukum dalam
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
masyarakat diantaranya adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa menimbulkan konflik conflict of interest.
Melalui hukum diharapkan konflik itu bisa ditekan sekecil-kecilnya dan seminimal mungkin.
Formulasi hukum atas fenomena dan formasi transaksi ekonomi sering sulit dijelmakan ke dalam suatu spirit yang sebenarnya. Ajaran Pacta Sun Servanda; siapa
berhutang harus membayar, berangkat dari pemikiran logis juridis semata, yaitu debitur sipenghutang harus membayar kewajibannya. Tanpa menyentuh soal-soal
mendasar mengapa hutang itu harus sampai terjadi. Asas good faith semestinya juga diberlakukan pada kreditur yang nakal. Agar tercipta nilai keadilan yang
sebenarnya.
F
15
Hukum eksekusi yaitu hukum yang mengatur tentang pelaksanaan hak-hak kreditur dalam suatu perjanjian kredit utang piutang yang dijamin dengan harta
kekayaan tertentu milik debitur, apabila debitur tersebut ternyata tidak memenuhi prestasinya.
F
16
Dalam suatu hubungan utang piutang, ada kewajiban prestasi dari debitur dan hak atas prestasi dari kreditur, hubungan hukum akan terlaksana jika masing-masing
pihak memenuhi kewajibannya. Namun dalam hubungan utang piutang yang sudah dapat ditagih opeisbaar, jika debitur tidak memenuhi prestasinya maka kreditur
15
Robinta Sulaiman dan Joko Prabowo, Lebih Jauh Tentang Kepailitan, Jakarta: Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Universitas Pelita Harapan, 2000, hal xii.
16
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum Benda, cet. 5 Yogyakarta: Liberty, 2001, hal 31.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutang hak verhaal atau hak eksekusi, terhadap harta kekayaan debitur yang digunakan sebagai jaminan.
F
17
Hak pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara penjualan benda- benda agunan yang hasilnya digunakan untuk pemenuhan utang debitur. Penjualan
benda-benda tersebut dapat terjadi melalui penjualan di muka umum karena adanya janji beding lebih dahulu parate executie terhadap benda-benda tertentu yang
dipakai sebagai agunan, juga dapat terjadi melalui penjualan karena adanya penyitaan beslag terhadap benda-benda tersebut, atau karena adanya kepailitan.
F
18
Suatu penyitaan yang dilakukan terhadap benda-benda tertentu dari debitur, bertujuan untuk kepentingan pelunasan piutang dari kreditur-kreditur tertentu.
Sedangkan penyitaan dalam kepailitan tertuju terhadap seluruh harta benda debitur untuk kepentingan para kreditur bersama untuk dapat melaksanakan haknya terhadap
benda milik debitur melalui eksekusi, kreditur harus mempunyai alas hak untuk melakukan eksekusi tersebut, yaitu melalui sita eksekutorial executorial beslag.
Syarat diadakannya titel eksekutorial ini adalah demi melindungi debitur terhadap perbuatan yang melampui batas dari kreditur.
F
19
Titel eksekutorial dapat timbul pertama berdasarkan keputusan hakim yang dibuat dalam bentuk eksekutorial, yang isinya memutuskan bahwa debitur harus
17
Ibid.
18
Ibid.
19
Ibid.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
membayar sejumlah tertentu, dan yang kedua berdasarkan proses akta notaris yang sengaja dibuat dalam bentuk eksekutorial.
F
20
Menurut ketentuan Undang-Undang Pokok Kehakiman, grosse dari akta notaris yang demikian mempunyai kekuatan eksekutorial, yang dalam akta itu dimuat
antara lain mengenai pernyataan pengakuan sejumlah utang tertentu dari debitur kepada kreditur dan untuk mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan
pengadilan, maka pada kepala akta harus dicantumkan perkataan “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
F
21
Sebagai pengecualian dari apa yang diuraikan di atas, jika terjadi kepailitan maka eksekusi dapat dilakukan tanpa memerlukan titel eksekutorial terlebih dahulu,
dimana para kreditur dari debitur pailit dapat mengajukan piutangnya masing-masing untuk diverifikatie pencocokan utang, setelah selesai rapat pencocokan dilakukan
penjualan terhadap harta kekayaan debitur dan hasilnya akan dibagikan pada para kreditur. Sedangkan bagi kreditur yang berkedudukan sebagai separatis, mereka tetap
melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.
F
22
Kemudian eksekusi juga ternyata dapat dilakukan tanpa mempunyai titel eksekutorial, yaitu melalui parate eksekusi atau eksekusi langsung. Para kreditur
separatis dengan adanya janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri, mereka dapat
20
Ibid.
21
Ibid.
22
Ibid.
Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008
melaksanakan haknya secara langsung tanpa melalui keputusan pengadilan atau grosse akta notaris.
F
23
Kewenangan untuk melaksanakan parate eksekusi itu pada umumnya timbul karena telah diperjanjikan terlebih dahuluseperti halnya pada hipotek, hak
tanggungan atau jaminan fidusia. Hanya pada gadai, parate eksekusi timbul karena ditetapkan oleh undang-undang.
F
24
Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri itu harus didaftarkan dalam register umum untuk mempunyai hak kebendaan, sedangkan penjualan lelangnya
harus dilakukan di muka umum, menurut kebiasaan-kebiasaan setempat dan di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu.
F
25
2. Kerangka Konsepsi