Eksekusi Benda Agunan Oleh Kreditur Separatis

Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008 Walaupun ketentuan Pasal 14 ayat 1 menyatakan demikian, akan tetapi permintaan untuk pengajuan permohonan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan berdasarkan pada dua macam alasan saja, dan terhadap masing-masing alasan secara khusus telah dibatasi dengan suatu jangka waktu tertentu. Adapun alasan-alasan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: 1. Terdapat bukti tertulis baru yang bersifat menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada tetapi belum ditemukan; atau 2. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata. Pengajuan permohonan peninjauan kembali berdasarkan poin pertama harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 180 hari, dan paling lambat tiga puluh hari untuk alasan poin kedua, terhitung sejak tanggal putusan yang hendak dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan ketentuan khusus lex specialis terhadap ketentuan umum lex generalis yang diatur dalam hukum acara perdata baik HIRatau RIB untuk daerah Jawa dan Madura, maupun RBG untuk daerah luar Jawa dan Madura.

D. Eksekusi Benda Agunan Oleh Kreditur Separatis

Pernyataan pailit seorang debitur penting bagi para kreditur yang terlibat kepailitan, terutama bagi krditur separatis dan kreditur preferen. Mereka dapat mengeksekusi benda agunan seolah-olah tidak ada kepailitan. Hal demikian berbeda Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008 dengan kreditur konkuren yang tidak memiliki benda agunan sehingga kemungkinan diantara mereka terjadi perebutan harta debitur. Oleh karena itu, salah satu fungsi kepailitan adalah untuk memenuhi hak kreditur bersaing atau kreditur konkuren secara adil, sehinga tidak terjadi perbuatan-perbuatan yang secara hukum tidak dibenarkan. Hak kreditur separatis dimaksud disebutkan dalam Pasal 58 FV Faillissements Verordening sebagai berikut: F 119 1 Setiap berpiutang hipotik, yang telah membuat janji sebagai tersebut dalam Pasal 1178 KUH Perdata, begitu pula setiap pemegang gadai dibolehkan,melaksanakan hak-hak mereka seolah-olah tidak ada kepailitan; 2 Apabila penagihan mereka itu adalah suatu piutang sebagaimana tersebut dalam Pasal-pasal 126 dan 127, maka bolehlah mereka berbuat demikian itu hanya sesudah dicocokkannya penagihan mereka, dan tak lain daripada untuk mengambil pelunasan jumlah yang diakui dari penagihan tersebut. 3 Begitupun setiap pemegang ikatan-panenan dibolehkan melaksanakan haknya,seolah-olah tidak ada kepailitan. Pasal 57 FV mengatur bahwa kreditur separatis tersebut diharuskan melaksanakan hak mereka sebelum lewat waktu 2 dua bulan sesudah keadaan tidak mampu membayar bermulai mungkin maksudnya sebelum putusan pernyataan pailit oleh pengadilan. Hakim pengawas dimungkinkan memperpanjang waktu 2 dua bulan dimaksud. Pasal 57 ayat 2 FV membuka kemungkinan BHP melakukan 119 Sastrawidjaja, H. Man S, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2006, hal 36 Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008 inclosing atau beverijding yaitu tindakan membebaskan benda agunan dengan cara menebusnya atau membayar utang-utang berikut bunganya apabila hal itu dianggap menguntungkan harta pailit. Tentu saja apabila kreditur separatis sudah selesai melaksanakan haknya harus menyampaikan pertanggungjawaban terhadap BHP, mengenai hasil eksekusi tersebut. F 120 Apabila hasil eksekusinya tidak mencukupi dan kreditur tersebut mendaftarkan tagihannya kepada BHP, kreditur separatis dapat menuntut kekurangannya dan berposisi sebagai kreditur konkuren atau kreditur bersaing. Sebaiknya, apabila kreditur separatis tidak mendaftarkan tagihannya sebelumnya kepada BHP, yang bersangkutan tidak dapat menuntut kekurangannya. Mengenai kreditur separatis ini, Undang-undang No. 4 Tahun 1998 menambah beberapa ketentuan yaitu Pasal 56A, 57 mengubah dan juga mengubah Psal 58. Dengan adanya beberapa perubahan dan penambahan tersebut, ketentuan mengenai kreditur separatis yaitu terdapat ketentuan penangguhan pelaksanaan eksekusi hak kreditur separatis untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak tanggal putusan pailit ditetapkan. Ketentuan Pasal 56 Undang-undang No. 4 tahun 1998 tersebut menerobos ketentuan Pasal 56 undang-undang yang sama yang menentukan bahwa setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan Pasal 56 ayat 2 Undang-undang No. 4 tahun 1998 yang sama dengan ketentuan 120 Lihat Pasal 58 ayat 1 FV Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008 Pasal 56 ayat 1 FV ini merupakan salah satu prinsip hukum kepailitan dan juga prinsip hukum jaminan. Kemudian terdapat ketentuan bahwa penangguhan yang disebutkan diatas tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan utang. Disebutkan bahwa selama jangka waktu pengangguhan pelaksanaan eksekusi kreditur separatis, kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit yang berada dalam pengawasan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitur, sepanjang untuk itu telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur atau pihak ketiga. Penjelasan pasal yang bersangkutan menyebutkan bahwa harta pailit yang dapat digunakan atau dijual kurator terbatas pada barang persediaan inventory dan atau barang bergerak current asset, meskipun harta pailit tersebut dibebani dengan hak agunan atas hak kebendaan. Penjelasan diatas kembali mengingkari hak yang dimiliki oleh pemegang kreditur separatis. Selanjutnya penjelasan pasal diatas mengemukakan yang dimaksud dengan “perlindungan yang wajar” adalah perlindungan yang perlu diberikan untuk melindungi kepentingan kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan. Penjelasan perlindungan diatas menjadi kabur dengan turut dijualnya harta pailit yang dibebani hak agunan atas kebendaan yang dimaksud. Apalagi dengan disebutkan dalam Penjelasan Pasal 56A Undang-undang No. 4 tahun 1998 bahwa dengan pengalihan harta yang bersangkutan, hak kebendaaan tersebut dianggap berakhir Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008 demi hukum. Penjelasan seperti demikian kembali merupakan peniadaan hak separatis dari kreditur yang bersangkutan. Kreditur atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat pengangguhan atau mengubah syarat- syarat penangguhan tersebut. Kertentuan demikian cukup beralasan dalam mengangkat atau memperhatikan hak yang dimiliki kreditur separatis untuk dapt melaksanakan haknya tersebut. Ketentuan dimaksud diikuti dnegan ketentuan bahwa apabila kurator menolak permohonan pengangkatan penangguhan tersebut, kreditur atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan bersangkutan kepada Hakim Pengawas. Selanjutnya, disebutkan pula bahwa Hakim pengawas selambat-lambatnya 1 hari sejak permohonan dimaksud diajukan, wajib memerintahkan kurator untuk segera memanggil dengan surat tercatat atau melalui kurir, apra kreditur dan pihak ketiga yang mengajukan permohonan tersebut untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan yang bersangkutan. Kemudian Hakim Pengawas wajib memberikan putusan atas permohonan yang dimaksud dalam jangka waktu paling lambat 10 hari terhitung sejak permohonan tersebut disampaikan. Dalam Pasal 56A ayat 10 Undang-undang No. 4 Tahun 1998, kemudian disebutkan bahwa putusan Hakim Pengawas atas permohonan mengangkat penangguhan dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh kreditur. Menurut ayat 11 dari pasal dan peraturan perundang-undangan yang dianggap wajar untuk melindungi kepentingan Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008 pemohon. Perlindungan dimaksud dalam pasal tersebut tidak jelas arahnya, karena yang jelas kepentingan pemohon tidak dilindungi dengan permohonannya ditolak oleh Hakim Pengawas. Lebih baik ketentuan Pasal 56A ayat 12 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 yang memberi kesempatan kepada kreditur atau pihak ketiga yang mengajukan permohonan pengangkatan penangguhan yang ditolak untuk mengajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam jangka waktu yang paling lambat 5 hari terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan. Selanjutnya, Pangadilan wajib memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu 10 hari terhitung sejak tanggal perlawanan tersebut diajukan. Namun ayat 13 pasal yang sama menentukan bahwa terhadap putusan Pengadilan tentang perlawanan dimaksud tidak dapat diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Tampaknya ketentuan yang terdapat dalam Pasal 56A ayat 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 bermaksud mengangkat kembali hak kreditur separatis yang telah ditiadakan oleh ketentuan Pasal 56A ayat 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1998. Mengenai waktu pelaksanaan hak kreditur separatis sebagaimaana diatur dalam Pasal 57 ayat 1 FV, pengaturan dalam Pasal 57 ayat 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 tidak jauh berbeda, hanya dalam ketentuan yang terakhir ini tidak diatur kemungkinan Hakim Pengawas memperpanjang waktu tersebut, berbeda dengan FV yang membuka kemungkinan hal demikian. Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008 Pasal 57 ayat 3 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 memungkin pula dilakukan inclosing atau bevrijding seperti yang diatur dalam Pasal 57 ayat 2 FV, hanya dalam Pasal 57 ayat 3 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 disebutkan, “dengan membayar kepada kreditur yang bersangkutan jumlah terkecil antara harga pasar barang agunan dan jumlah utang yang dijamin dengan barang agunan tersebut” Dalam Pasal 57 ayat 2 FV disebutkan, “dengan membayar utang-utang yang bersangkutan ditambah dengan bunga dan biaya” Perbaikan yang dilakukan dalam Pasal 57 ayat 3 Undang-undang No. 4 tahun 1998 pembebasan yang dilakukan oleh kurator dengan menebus benda agunan dengan memperhatihan harga pasar. Ketentuan demikian dapat dipahami mengingat nilai barang agunan pada waktu diadakan perjanjian utang piutang dengan waktu terjadi kepailitan kemugkinan sudah jauh berbeda. Kewajiban kreditur separatis untuk memberikan pertanggungjawaban kepada kurator mengenai pelaksanaan haknya diatur dalam Pasal 58 ayat 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 diadakan beberapa perubahan redaksional, sehingga menjadi lebih singkat dan jelas, serta memperhatikan Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah. Demikin pula kemungkinan kreditur separatis memperoleh tambahan kekurangan dari hasil eksekusinya diatur baik dalam Pasal 58 ayat 4 Undang-undang No. 4 Tahun 1998 mengadakan perubahan redaksional. Prinsipnya, kreditur separatis dalam Freddy Simanjuntak : Penangguhan Eksekusi Stay Benda Agunan Dalam Kepailitan, 2008 USU e-Repository © 2008 keadaan seperti dikemukakan diatas berkedudukan sebagai kreditur konkuren. Hal itu dilakukan setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan pencocokan utang. BAB III PENANGGUHAN EKSEKUSI STAY BENDA AGUNAN DALAM HUKUM KEPAILITAN

A. Penangguhan Eksekusi Benda Agunan berdasarkan Hukum Kepailitan