untuk memberdayakan nelayan kecil gurem hanya akan berdampak sekejap atau jangka pendek. Pemberdayaan nelayan mengandung makna penyelesaian
masalah kemiskinan multi dimensi sosial, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu pendekatan pemecahan masalah adalah bersifat multi dimensi dan
komprehensif.
Pendekatan-pendekatan di atas, dapat dilaksanakan dengan memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi, keinginan, kebutuhan, pendapatan, dan potensi
sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat nelayan.
2.5. Penelitian Sebelumnya
Studi emperis Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian 1995 dalam Yenny 2006: 18 yang dilakukan pada tujuh belas propinsi di Indonesia,
antara lain: Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa
ada enam faktor utama penyebab kemiskinan masyarakat pedesaan di Indonesia. Faktor tersebut antara lain: 1 rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini
ditunjukkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja,
rendahnya ketrampilan dan besarnya anggota keluarga; 2 rendahnya sumber daya fisik. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan jumlah aset produksi serta
modal kerja; 3 rendahnya penerapan teknologi. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya penggunaan input dan mekanisasi pertanian; 4 rendahnya potensi wilayah yang
ditunjukkan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur. Potensi fisik ditunjukkan oleh iklim, tingkat kesuburan dan topografi wilayah. Infrastruktur ditunjukkan oleh
irigasi, transportasi, pasar, kesehatan, pendidikan, pengolahan komoditi pertanian, listrik dan fasilitas komunikasi; 5 kurang tepatnya kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan; dan 6 kurang berperannya kelembagaan yang ada. Kelembagaan tersebut antara lain; pamasaran, penyuluhan,
dan perkreditan. Penelitian Both dan Firdaus dalam Yenny 2006: 19 dalam studi empirisnya
menyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan masyarakat di pedesaan Asia. Faktor tersebut antara lain: 1 faktor ekonomi terdiri dari; modal,
tanah, dan teknologi; 2 faktor sosial dan budaya terdiri dari; pendidikan, budaya miskin dan kesempatan kerja; 3 faktor geografis dan lingkungan; 4 faktor pribadi
terdiri dari; jenis kelamin, kesehatan dan usia. Keempat faktor tersebut mempengaruhi tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap pasar, fasilitas umum dan
kredit. Lebih lanjut Both dan Firdaus menyatakan tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap ketiga faktor tersebutlah yang mempengaruhi tingkat kemiskinannya.
Smith 1979 dalam Bengen, 2001: 17 yang mengadakan kajian pembangunan perikanan di berbagai negara di Asia serta Anderson 1979 dalam
Bengen 2001: 17 yang melakukannya di negara-negara Eropa dan Amerika Utara tiba pada kesimpulan bahwa kekakuan aset fixity and rigidity of fishing asset
perikanan adalah alasan utama kenapa nelayan tetap tinggal atau bergelut dengan kemiskinan dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan itu.
Kekakuan aset tersebut adalah karena sifat aset perikanan yang begitu rupa sehingga sulit untuk dilikuidasi atau diubah bentuk dan fungsinya untuk digunakan bagi
kepentingan lain. Akibatnya pada saat produktivitas aset tersebut rendah, nelayan tidak mampu untuk mengalih fungsikan atau melikuidasi aset tersebut. Karena itu
meskipun rendah produktivitas, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan yang sesungguhnya tidak lagi efisien secara ekonomis.
Penelitian Aldwin 2009: 198 menyimpulkan bahwa deraan hidup yang datang bertubi-tubi sepanjang kariernya sebagai nelayan, boleh diasumsikan sebagai
gelombang yang mempermainkan perahu di tengah laut. Perahu itu bahkan seperti sabut kecil, tidak berdaya, terhempas terhayun oleh gelombang dan hanya pasrah
dengan kemurahan hati gelombang laut. Jika gelombang reda maka nelayan akan bisa menarik selama beberapa waktu. Namun tetap saja mereka harus lebih keras
berjuang, sama seperti saat mereka berjuang menghadapi gelombang laut. Penghasilan yang diperoleh saat merapat ke dermaga untuk menjual hasil laut yang
diperoleh, seakan tidak sebanding dengan perjuangan hidup yang mereka alami selama melaut. Perairan laut yang tenang diiringi riak, tiba-tiba dapat mengubah
dirinya menjadi gelombang yang siap mempermainkan perahu nelayan tradisional. Jika keadaan sudah seperti ini, para nelayan harus upaya kuat untuk selamat.
Mungkin tidak banyak yang mengetahui bagaimana perjuangan nelayan menghadapi gelombang laut sewaktu mereka melaut. Sejumlah orang - toke ikan,
toke perahu yang sangat dekat dengan jaringan distribusi ikan, mungkin tidak merasa perlu mengetahui hal ini. Bagi mereka keuntungan yang bakal diperoleh, boleh jadi
jauh lebih menarik dibincangkan dari memikirkan perjuangan dan nasib nelayan tradisional yang mengalami deraan hidup di darat dan di laut. Toke ikan dan toke
perahu juga tidak merasa perlu memikirkan ada anak di bawah umur yang berjuang sama kerasnya dengan orang tuanya agar mereka, anak-anak, boleh mendapat hasil
laut memuaskan dan agar mereka boleh melunasi sebagian hutang yang sudah terbentuk sejak lama. Aspek kesehatan dan keselamatan kerja juga luput diperhatikan.
Padahal saat ini, kedua aspek itu menjadi prioritas perhatian banyak pihak. Namun bagi nelayan, laut laksana denyut nafasnya, sumber kehidupan yang akan mewarnai
perolehan kesejahteran dari dan anggota keluarganya. Apa yang mereka lakukan adalah melintas gelombang merajut masa depan.
Penelitian Kusnadi 2002: 2 menyatakan kemiskinan yang diderita oleh masyarakat nelayan bersumber dari faktor-faktor sebagai berikut:
Pertama; faktor alamiah, yakni yang berkaitan dengan fluktuasi musim-musim penangkapan dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Kedua; faktor non-
alamiah, yakni berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial
tenaga kerja yang pasti, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran dan belum berfungsinya lembaga koperasi nelayan yang ada serta dampak negatif kebijakan
modernisasi perikanan yang telah berlangsung sejak seperempat abat terakhir. Penelitian Sudarso 2008: 11 yang dilakukan di Kenjeran Surabaya,
menyimpulkan bahwa kemiskinan nelayan tradisional yang terjadi di Kenjeran adalah
disebabkan oleh faktor-faktor berikut: Pertama; rendahnya kualitas sumber daya
manusia. Yang ditandai dari rendahnya tingkat pendidikan nelayan, kurang memiliki
ketrampilan di luar sektor perikanan. Kedua; keterbatasan modal usaha dan teknologi
penangkapan. Hal ini ditandai dari ketidakmampuan mereka dalam menghadapi nelayan modern yang menggunakan modal besar dan teknologi modern. Di mana
nelayan modern bisa mendapatkan hasil yang lebih banyak, karena daya jangkauan pencarian ikan lebih jauh. Sementara nelayan tradisional terbatas daya jangkauannya.
2.6. Analisis Faktor-faktor Kemiskinan Nelayan Tradisional