keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula, sehingga menimbulkan struktur masyarakat yang timpang”.
Selanjutnya Kartasasmita 1996: 236 mengatakan hal ini disebut dengan “accidental poverty”, yaitu kemiskinan karena dampak dari suatu kebijaksanaan
tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Sudarso 2008: 3 menyebutkan ciri utama dari kemiskinan struktural adalah:
“Yang miskin akan tetap hidup dengan kemiskinannya dan yang kaya akan tetap menikmati kekayaannya. Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan
berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Seperti halnya kelemahan ekonomi tidak memungkinkan mereka memperoleh
pendidikan yang berarti agar bisa melepaskan diri dari kemelaratan. Sedangkan ciri lain dari kemiskinan struktural adalah timbulnya
ketergantungan yang kuat pihak si miskin terhadap kelas sosial ekonomi di atasnya. Seperti halnya buruh tidak punya kemampuan untuk menetapkan
upah dan pedagang kecil tidak bisa mendapatkan harga yang layak atas barang yang mereka jual”.
2.1.2. Ciri-ciri Masyarakat Miskin
Salim 1984: 42 menyatakan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
“Pertama; mereka pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal ataupun ketrampilan. Faktor produksi yang
dimiliki sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas. Kedua; mereka tidak memiliki kemungkinan untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan ataupun modal usaha. Sedangkan syarat
tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan, seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling
kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat pelunasan yang berat dan memungut bunga yang cukup tinggi. Ketiga; tingkat pendidikan mereka
rendah, tak sampai tamat sekolah dasar. Waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Juga anak-anak
mereka tidak bisa menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah, sehingga
secara turun-temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan di bawah garis kemiskinan ini. Keempat; kebanyakan mereka tinggal di pedesaan. Banyak
diantara mereka yang tidak memiliki tanah, kalaupun ada maka kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar pertanian.
Karena pertanian bekerja dengan musiman, maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka lalu menjadi “pekerja bebas” self
employed berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka
di bawah garis kemiskinan. Kelima; banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak punya ketrampilan skill atau pendidikan.
Selanjutnya Suryawati 2005: 6 menyabutkan ciri-ciri kelompok penduduk
atau masyarakat miskin adalah: “1 rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal,
peralatan kerja dan ketrampilan; 2 mempunyai tingkat pendidikan yang rendah; 3 kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil
sektor informal, setengah menganggur atau menganggur tidak bekerja; 4 kebanyakan berada di pedesaan atau daerah tertentu perkotaan slum area;
dan 5 kurangnya kesempatan untuk memperoleh dalam jumlah yang cukup bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum,
pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi dan kesejahteraan sosial lainnya”.
Senada dengan itu Prayitno 1988: 32 mengemukakan ciri penduduk miskin sebagai berikut: 1 umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah,
modal, ketrampilan yang rendah, dan pendapatan yang rendah; 2 mengalami kesulitan dalam akses produksi; 3 tingkat pendidikan umumnya rendah; 4 umumnya
adalah petani pekerja, atau pekerja kasar di sektor pertanian. Situmorang 2008: 11, ciri-ciri masyarakat miskin secara umum ditandai oleh
ketidakberdayaanketidakmampuan powerlessness dalam hal: “1 memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang,
papan, pendidikan, dan kesehatan; 2 melakukan kegiatan usaha produktif;
3 menjangkau akses sumber daya sosial ekonomi; 4 menentukan nasibnya sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai
perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis dan fatalistik; dan 5 membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa
mempunyai martabat dan harga diri yang rendah”.
Badan Pusat Statistik menyebutkan ciri-ciri masyarakat miskin kedalam 14 empat belas kriteria, yaitu:
“1 Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m
2
per orang; 2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanahbambukayu murahan;
3 Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamburumbiakayu berkualitas rendahtembok tanpa diplaster; 4 Tidak memiliki fasilitas buang air
besarbersama-sama dengan rumah tangga lain; 5 Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik; 6 Sumber air minum berasal dari
sumurmata air tidak terlindungsungaiair hujan minyak tanah; 7 Bahan bakar untuk memasak sehari-hari menggunakan kayu bakararangminyak tanah;
8 Hanya mengkonsumsi dagingsusuayam satu kali dalam seminggu;
9 Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam satu tahun; 10 Hanya sanggup makan sebanyak satudua kali dalam satu hari; 11 Tidak sanggup membayar
biaya pengobatan di Puskesmas; 12 Lapangan pekerjaan utama Kepala Rumah Tangga Petani dengan luas lahan 0,5 haburuh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000.- enam ratus ribu rupiah; 13 Pendidikan tertinggi
Kepala Rumah Tangga tidak sekolahtidak tamat SDhanya SD; dan 14 Tidak memiliki tabunganbarang yang mudah dijual dengan nilai minimal
Rp. 500.000,-. Ciri-ciri kemiskinan berbeda antar wilayah, di mana perbedaan ini terkait pada
kemiskinan sumber daya alam, sumber daya manusia dan kelembagaan setempat. Oleh karena adanya perbedaan tersebut, maka dalam upaya penanggulangan
kemiskinan di daerah-daerah perlu terlebih dahulu digali penyebab dan ciri-ciri dari kemiskinan masing-masing daerah. Sehingga program yang diluncurkan tepat
sasaran.
2.1.3. Indikator Kemiskinan