Pengertian dan Bentuk Kemiskinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

2.1.1. Pengertian dan Bentuk Kemiskinan

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang sering terjadi pada negara- negara dunia ketiga. Kemiskinan ditandai dengan keterbelakangan dan ketertinggalan, rendahnya produktivitas, selanjutnya meningkat menjadi rendahnya pendapatan yang diterima. Hampir di setiap negara, kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu biasanya di pedesaan atau di daerah-daerah yang kekurangan sumber daya. Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian kemiskinan ada baiknya memunculkan beberapa kosa kata standar dalam kajian kemiskinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Friedmann 1992: 89 adalah sebagai berikut: 1 Powerty line garis kemiskinan. Yaitu tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial. Ia biasanya dihitung berdasarkan income yang dua pertiganya digunakan untuk “keranjang pangan” yang dihitung oleh ahli statistik kesejahteraan sebagai persediaan kalori dan protein utama yang paling murah. 2 Absolute and relative poverty kemiskinan absolut dan relatif. Kemiskinan absolut adalah kemiskinan yang jatuh di bawah standar konsumsi minimum dan karenanya tergantung pada kebaikan karitasamal. Sedangkan relatif adalah kemiskinan yang eksis di atas garis kemiskinan absolut yang sering dianggap sebagai kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok non miskin berdasarkan income relatif. 3 Deserving poor adalah kaum miskin yang mau peduli dengan harapan orang-orang non-miskin, bersih, bertanggung jawab, mau menerima pekerjaan apa saja demi memperoleh upah yang ditawarkan. 4 Target population adalah kelompok orang tertentu yang dijadikan sebagai objek dan kebijakan serta program pemerintah. Mereka dapat berupa rumah tangga yang dikepalai perempuan, anak-anak, buruh tani yang tak punya lahan, petani tradisional kecil, korban perang dan wabah, serta penghuni kampung kumuh perkotaan. Selanjutnya Friedmann juga merumuskan kemiskinan sebagai minimnya kebutuhan dasar sebagaimana yang dirumuskan dalam konferensi ILO tahun 1976. Kebutuhan dasar menurut konferensi itu dirumuskan sebagai berikut: 1 Kebutuhan minimum dari suatu keluarga akan konsumsi privat pangan, sandang, papan dan sebagainya. 2 Pelayanan esensial atas konsumsi kolektif yang disediakan oleh dan untuk komunitas pada umumnya air minum sehat, sanitasi, tenaga listrik, angkutan umum, dan fasilitas kesehatan dan pendidikan. 3 Partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi mereka. 4 Terpenuhinya tingkat absolut kebutuhan dasar dalam kerangka kerja yang lebih luas dari hak-hak dasar manusia. 5 Penciptaan lapangan kerja employment baik sebagai alat maupun tujuan dari strategi kebutuhan dasar. Senada dengan itu Kuncoro 2006: 119 mendefinisikan “kemiskinan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum”. Selanjutnya Situmorang 2008: 3, mendefinisikan “kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan dari penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan”. Seterusnya Supradin 2008: 15 mendefinisikan “kemiskinan adalah seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap, sedangkan tanggungan keluarga dan biaya hidup mereka tinggi. Bagi mereka prioritas utama adalah pemenuhan kebutuhan primer berupa pangan dan pakaian dengan kualitas rendah”. Sedangkan Kartasasmita 1996: 234 mendefinisikan “kemiskinan sebagai masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan pendapatan”. Selanjutnya Kartasasmita menjelaskan, masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi. Di samping itu kemiskinan dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk yang terdiri dari: 1 Kemiskinan natural, 2 Kemiskinan kultural, dan 3 Kemiskinan struktural. 1 Kemiskinan natural Kemiskinan natural disebabkan oleh karena tidak memiliki sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Senada dengan itu Nasikun 2001: 20 menyebutkan “kemiskinan natural lebih banyak disebabkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam. Pada kondisi sumber daya manusia dan sumber daya alam lemahterbatas, peluang produksi relatif kecil atau tingkat efisiensi produksinya relatif rendah”. Kondisi kemiskinan seperti ini menurut Kartasasmita 1996: 235 disebut sebagai “Persisten Poverty” yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun-temurun. Daerah seperti ini pada umumnya merupakan daerah yang kritis sumber daya alamnya atau daerah yang terisolir. 2 Kemiskinan kuktural Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh gaya hidup seseorang atau kelompok masyarakat, kebiasaan hidup dan budaya di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan serta budaya yang berlaku pada suatu tempat. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum. Selanjutnya Baswir 1997 dalam Bahri 2008: 14 mengatakan bahwa ia miskin karena faktor budaya seperti malas, tidak disiplin, boros dan lain-lainnya. Senada dengan itu Suryawati 2005: 122 yang mengatakan kemiskinan kultural mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar. Lebih lanjut Suryawati 2005: 127 menjelaskan pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, adat-istiadat yang konsumtif juga banyak mewarnai masyarakat pedesaan seperti berbagai pesta rakyat atau upacara perkawinan, kelahiran dan bahkan kematian yang dibiayai di luar kemampuan karena prestise dan keharusan budaya. 3 Kemiskinan struktural Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor struktur sosial masyarakat pada suatu wilayah tertentu. Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam suatu masyarakat di mana terdapat perbedaan yang tajam antara mereka yang hidup melarat dengan mereka yang hidup dalam kemewahan dan kaya-raya. Mereka itu walaupun merupakan mayoritas terbesar dari masyarakat, dalam realitanya tidak mempunyai kekuatan apa-apa untuk mampu memperbaiki nasib hidupnya. Sedangkan minoritas kecil masyarakat yang kaya raya biasanya berhasil memonopoli dan mengontrol berbagai kehidupan, terutama segi ekonomi dan politik Mubyarto, 1995: 59. Selanjutnya Sudarso 2008: 2 mendefinisikan “kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang diderita suatu golongan masyarakat, karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka”. Dengan demikian kemiskinan struktural dapat diartikan sebagai suasana yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebabnya bersumber pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat miskin itu sendiri. Sehingga mereka secara turun-temurun terkurung dalam suasana kemiskinan selama bertahun-tahun. Sedangkan Sumodiningrat 1998 dalam Bahri 2008: 14 mengatakan bahwa: “Munculnya kemiskinan struktural disebabkan kerena berupaya menangulangi kemiskinan natural, yaitu dengan direncanakannya bermacam-macam program dan kebijakan. Namun karena pelaksanaannya tidak seimbang, pemilikan sumber daya tidak merata, kesempatan yang tidak sama, menyebabkan keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula, sehingga menimbulkan struktur masyarakat yang timpang”. Selanjutnya Kartasasmita 1996: 236 mengatakan hal ini disebut dengan “accidental poverty”, yaitu kemiskinan karena dampak dari suatu kebijaksanaan tertentu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Sudarso 2008: 3 menyebutkan ciri utama dari kemiskinan struktural adalah: “Yang miskin akan tetap hidup dengan kemiskinannya dan yang kaya akan tetap menikmati kekayaannya. Struktur sosial yang berlaku telah melahirkan berbagai corak rintangan yang menghalangi mereka untuk maju. Seperti halnya kelemahan ekonomi tidak memungkinkan mereka memperoleh pendidikan yang berarti agar bisa melepaskan diri dari kemelaratan. Sedangkan ciri lain dari kemiskinan struktural adalah timbulnya ketergantungan yang kuat pihak si miskin terhadap kelas sosial ekonomi di atasnya. Seperti halnya buruh tidak punya kemampuan untuk menetapkan upah dan pedagang kecil tidak bisa mendapatkan harga yang layak atas barang yang mereka jual”.

2.1.2. Ciri-ciri Masyarakat Miskin