Faktor Kelembagaan Faktor-Faktor Kemiskinan Nelayan Tradisional

Selanjutnya sistem bagi hasil yang berlaku antara nelayan tradisional pemilik perahu dengan nelayan penumpang di Desa Padang Panjang diperkuat lagi oleh hasil wawancara dengan Panglima Laot sebagai berikut: “Sistem bagi hasil yang berlaku di kalangan nelayan Robbin adalah hasil yang diperoleh dari sekali kegiatan melaut akan dibagi dua dengan nelayan penumpang setelah dipotong biaya minyak solar. Artinya ikan dibagikan 50 untuk nelayan pemilik perahu dan 50 untuk nelayan yang menumpang. Uang yang dipotong untuk biaya membeli minyak Solar sekitar Rp. 20.000. Kadang- kadang juga bisa mencapai Rp. 30.000.- jika ada jaring dan pancing yang rusak, sehingga mereka harus membelinya lagi ke toko”. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor hubungan kerja nelayan dapat dikatagorikan sebagai faktor yang tidak berpengaruh terhadap kemiskinan nelayan tradisional, karena dari ketiga indikator yang diteliti dalam faktor ini, ketiganya tidak menunjukkan sebagai faktor penyebab kemiskinan nelayan tradisional di Desa Padang Panjang.

4.3.4. Faktor Kelembagaan

Studi emperis Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Depatemen Pertanian 1995 dalam Yenny 2006: 18 menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan masyarakat pedesaan di Indonesia, salah satunya adalah kurang berperannya lembaga yang ada. Kelembagaan tersebut antara lain; Pemasaran, Penyuluhan dan Perkreditan. Sehubungan dengan hasil studi itu, dalam penelitian ini faktor peranan kelembagaan menjadi salah satu faktor yang dianalisis sebagai faktor penyebab kemiskinan pada nelayan tradisional di Desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya. Faktor peranan kelembagaan diukur melalui 3 tiga indikator, yakni; a Peranan lembaga pemasaran; b Peranan lembaga penyuluhan; dan c Peranan lembaga Perkreditan. Adapun masing-masing indikator tersebut akan dianalisis sebagai berikut: a Peranan Lembaga Pemasaran Pasar adalah faktor penarik dan bisa menjadi salah satu kendala utama bila pasar tidak berkembang. Untuk mengembangkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkan nelayan maka upaya yang dilakukan adalah mendekatkan masyarakat dengan pasar seperti eksportir komoditas perikanan. Keuntungan dari hubungan seperti ini yaitu nelayan mendapat jaminan pasar dan harga, pembinaan terhadap nelayan terutama dalam hal kualitas barang bisa dilaksanakan, serta sering kali nelayan mendapat juga bantuan modal bagi pengembangan usaha yang dihasilkan. Struktur pasar yang tidak menguntungkan nelayan ini disebabkan karena informasi yang kurang mengenai harga. Sehingga harga lebih sering dimonopoli oleh toke-toke ikan, di mana mereka membeli dengan harga murah dan menjualnya kepada eksportir dengan harga yang berlipat ganda Bengen, 2001: 39. Selanjutnya untuk menjalin hubungan dengan para eksportir dapat dilakukan melalui pengembangan aksi kolektif, yakni melalui pengembangan koperasi atau usaha bersama, seperti Koperasi Unit Desa. Di mana mereka-mereka yang bekerja sebagai nelayan tradisional menjadi anggota koperasi tersebut. Sehingga hasil dari kegiatan melaut dapat dijual melaui koperasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Kecamatan Susoh telah didirikan sebuah koperasi nelayan yang bernama Koperasi Perkumpulan Nelayan Robbin KPNR Susoh. Namun pada kenyataannya, keberadaan lembaga koperasi itu belum mampu menjadi wakil dari nelayan dalam memasarkan produk-produk hasil laut. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan kepada 51 responden tentang peranan Koperasi KPNR dalam membantu nelayan tradisional memasarkan hasil-hasil produksi lautnya, diketahui bahwa ternyata koperasi KPNR Susoh tidak membantu nelayan tradisional untuk memasarkan hasil tangkapannya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.25 berikut ini: Tabel 4.25 : Peranan Koperasi KPNR Susoh dalam Memasarkan Hasil Laut dari Nelayan Tradisional Peranan Koperasi KPNR Jumlah Persentase Membantu nelayan memasarkan hasil laut - Tidak membantu nelayan memasarkan hasil laut. 51 100 Jumlah 51 100 Sumber: Data Primer Tahun 2009 Berdasarkan Tabel 4.25 dapat diketahui bahwa 100 persen nelayan tradisional menyatakan Koperasi KPNR Susoh tidak membantu nelayan memasarkan hasil laut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa koperasi KPNR Susoh tidak berperan dalam memasarkan produksi-produksi laut hasil tangkapan nelayan, terutama hasil tangkapan nelayan tradisional di Desa Padang Panjang. Selain itu, tidak berperannya Koperasi KPNR Susoh dalam pemasaran produksi laut hasil-hasil tangkapan nelayan, didukung oleh hasil wawancara dengan Sekretaris Desa Padang Panjang adalah sebagai berikut: “Koperasi Perkumpulan Nelayan Robbin KPNR Susoh didirikan sekitar tahun 2004 yang lalu. Anggotanya termasuk seluruh nelayan tradisional yang ada di Desa Padang Panjang. Pertama dibentuknya Koperasi KPNR itu, sebagai modal awalnya dikutip dari nelayan tradisional yang ada di desa ini, di mana pada waktu itu masing-masing nelayan tradisional mengumpulkan uang sebesar Rp. 2000.- per hari. Kutipan tersebut berjalan selama satu tahun, tapi sampai dengan saat ini kutipan itu tidak ada lagi. Usaha Koperasi KPNR berbentuk kegiatan simpan pinjam, yang keuntungannya dibagikan kepada seluruh anggota. Namun kenyataannya, hasil usaha hanya pernah dibagikan kepada anggota satu kali pada tahun 2005, di mana masing-masing anggota memperoleh uang sebesar Rp. 68.000.- “. Penjelasan di atas, menunjukkan bahwa di Desa Padang Panjang belum ada lembaga yang dapat mamasarkan produksi-produksi laut hasil tangkapan nelayan. Sedangkan koperasi Perkumpulan Nelayan Robbin KPNR Susoh tidak berperan dalam kegiatan pemasaran hasil laut. Hal ini ditunjukkan oleh kegiatan usaha koperasi KPNR yang hanya bergerak dalam kegiatan usaha simpan pinjam. Seharusnya sebagai koperasi nelayan, koperasi KPNR selain bergerak di bidang kegiatan simpan pinjam, koperasi ini juga bisa melakukan kegiatan usaha apa saja untuk peningkatan kesejahteraan anggotanya seperti salah satunya ialah kegiatan pemasaran produksi laut hasil tangkapan nelayan terutama nelayan tradisional. b Peranan Lembaga Penyuluhan Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi pelaku dan penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil pembangunan. Dengan demikian maka masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Upaya pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu berperan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama dalam bentuk dan merubah perilaku masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Pemberdayan masyarakat tidak lain adalah memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak memperbaiki kualitas hidupnya, melalui cara antara lain dengan pendidikan untuk penyadaran dan pemampuan diri mereka. Adapun perkembangan pemberdayaan tersebut dikenal dengan program penyuluhan. Di Kabupaten Aceh Barat Daya, penyuluhan dilaksanakan oleh sebuah lembaga yang dikenal dengan Badan Penyuluhan Pertanian BPP Kabupaten Aceh Barat Daya. Lembaga ini dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, kegiatannya dibagi ke dalam 3 tiga bidang kegiatan, yakni 1 penyuluhan tanaman pangan dan holtikultura; 2 penyuluhan peternakan; dan 3 penyuluhan perikanan. Adapun masing-masing kegiatan khususnya di Kecamatan dilaksanakan oleh 1 satu orang staf yang ditempatkan di tiap-tiap Kantor Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat Daya, dengan tujuan agar mereka lebih mudah mengakses ke desa-desa dalam rangka memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara lebih intensif. Kaitannya dengan penyuluhan yang diberikan kepada nelayan, khususnya bagi nelayan tradisional di Desa Padang Panjang. Dari hasil penelitian kepada 51 responden, diperoleh data bahwa umumnya nelayan tradisional tidak pernah mendapat penyuluhan perikanan dari Badan Penyuluhan Perikanan. Hal ini terbukti ketika ditanyakan kepada 51 responden, dengan pertanyaan “apakah bapak pernah menerima penyuluhan dari Badan Penyuluhan Perikanan”. 100 persen responden menjawab tidak pernah menerima peyuluhan dari Badan Penyuluhan Perikanan. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.26 berikut ini: Tabel 4.26 : Jumlah Nelayan Tradisional yang Pernah Menerima Penyuluhan dari Badan Penyuluhan Perikanan di Desa Padang Panjang Penyuluhan Jumlah Persentase Pernah menerima penyuluhan dari BP perikanan - Tidak pernah menerima penyuluhan dari BP perikanan 51 100 Jumlah 51 100 Sumber: Data Primer Tahun 2009 Selanjutnya suatu permasalahan yang ditemukan di Kecamatan Susoh pada lembaga penyuluhan ini ialah, pegawai yang ditempatkan sebagai tenaga penyuluhan khususnya bidang perikanan selama 2 dua tahun terakhir ini tidak berada di Kantor Kecamatan Susoh, padahal Susoh merupakan kecamatan yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan Camat Kecamatan Susoh sebagai berikut: “Dua tahun yang lalu di Kecamatan Susoh pernah ditugaskan 1 satu orang pegawai sebagai staf tenaga penyuluh perikanan. namun akhir-akhir ini petugas tersebut tidak pernah berada di Kantor Camat Susoh, apalagi untuk memberikan penyuluhan kepada nelayan-nelayan yang ada di kecamatan ini. Padahal Kecamatan Susoh sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan”. Penjelasan Camat Susoh menggambarkan bahwa lembaga penyuluhan, yakni Badan Penyuluhan Pertanian BPP Kabupaten Aceh Barat Daya khususnya bidang perikanan yang ditugaskan di Kecamatan Susoh, tidak berperan dalam memberikan penyuluhan kepada nelayan, hal ini ditunjukkan dari kinerja mereka yang tidak pernah masuk kantor apalagi memberikan penyuluhan kepada nelayan. Sehingga wajarlah kalau nelayan tradisional di Desa Padang Panjang tidak pernah menerima penyuluhan dari Badan Penyuluhan Perikanan. c Peranan Lembaga Perkreditan Sebagaimana kita ketahui kesulitan mendasar yang dialami nelayan tradisional untuk melakukan pengembangan usaha adalah disebabkan oleh keterbatasan modal. sifat bisnis perikanan yang musiman, penghasilan yang tidak menentu serta beresiko tinggi sering menjadi alasan keengganan bank untuk memberikan bantuan modal usaha bagi nelayan. Sifat bisnis perikanan yang kenyal dengan resiko ini dan disertai dengan status nelayan yang umumnya rendah dan tidak mampu secara ekonomi membuat mereka kesulitan dalam memenuhi syarat-syarat yang diberlakukan oleh perbankan. Dengan memperhatikan kesulitan yang dihadapi oleh nelayan akan modal, maka salah satu alternatif adalah mengembangkan mekanisme pendanaan diri sendiri self-financing mechanism Bengen, 2001: 42. Sebenarnya upaya ini telah dilakukan oleh nelayan tradisional di Desa Padang Panjang dengan mendirikan sebuah koperasi nelayan yang bernama Koperasi Perkumpulan Nelayan Robbin KPNR Susoh pada tahun 2004. Namun upaya tersebut tetap saja menemukan jalan buntu. Di mana kalau nelayan meminjam uang pada Koperasi KPNR, kepada mereka juga ditetapkan persyaratan seperti yang diberlakukan oleh perbankan. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 51 responden, diketahui bahwa Koperasi KPNR Susoh meminta jaminan pada nelayan jika ingin meminjam modal usaha. Adapun data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.27 berikut ini: Tabel 4.27 : Persyaratan yang Ditetapkan oleh Koperasi KPNR Susoh Kepada Nelayan Tradisional untuk Meminjam Modal Usaha Persyaratan Pinjaman Jumlah Persentase Diminta jaminan 51 100 Tidak diminta jaminan - Jumlah 51 100 Sumber: Data Primer Tahun 2009 Tabel 4.27 menjelaskan bahwa 100 persen responden menyatakan bahwa kepada mereka diminta jaminan oleh Koperasi KPNR untuk mendapatkan pinjaman modal usaha. Diberlakukannya persyaratan oleh Koperasi KPNR Susoh kepada nelayan ketika ingin memperoleh pinjaman modal usaha. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan Ketua Koperasi Perkumpulan Nelayan Robbin KPNR Susoh sebagai berikut: “Untuk mendapatkan pinjaman modal usaha melalui Koperasi Perkumpulan Nelayan Robbin KPNR, mekanismenya kita buat seperti prosedur yang dilakukan oleh Bank Perkreditan. Bagi nelayan-nelayan yang membutuhkan dana untuk kegiatan usaha kita wajibkan untuk membuat permohonan dan memberikan jaminan berupa akte tanah dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor BPKB. Besarnya jaminan tergantung kepada besarnya dana yang dipinjam”. Hasil wawancara dengan Ketua Koperasi KPNR, mengambarkan bahwa meskipun nelayan tradisional Desa Padang Panjang 100 persen sebagai anggota Koperasi KPNR, namun Koperasi KPNR tidak pernah memihak kepada anggotanya. Seharusnya Koperasi KPNR yang juga bisa dikatakan sebagai lembaga perkreditan bila dilihat dari segi usahanya yang berbentuk simpan pinjam dan berbasis usaha bersama. Maka khusus untuk anggota koperasi bila memerlukan pinjaman modal tidak diberlakukan persyaratan seperti bank perkreditan. Ironisnya berdasarkan pengamatan, kenyataan yang ditemukan pada Koperasi KPNR ini ialah Koperasi KPNR malah menjadi wadah bagi nelayan toke ikan dan toke bangku dalam mengakses pinjaman modal untuk pengembangan usaha, dengan kata lain fasilitas pinjaman modal justru hanya dinikmati oleh mereka dan bukan nelayan tradisional. Karena nelayan toke itulah yang mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Koperasi KPNR. Hal ini dapat dilihat dari orang-orang yang melakukan transaksi pinjaman modal melalui Koperasi KPNR, bahwa pada umumnya mereka adalah para nelayan pemilik kapal, toke ikan dan toke bangku. Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang orang-orang yang mendapatkan fasilitas pinjaman modal usaha dari Koperasi KPNR, datanya dapat dilihat dari daftar penerima pinjaman modal usaha sebagaimana dirangkum pada Tabel 4.28 berikut ini: Tabel 4.28 : Jumlah Nelayan Pemilik Kapal, Toke Ikan dan Toke Bangku yang Mendapat Pinjaman Modal dari Koperasi KPNR Susoh Orang yang Mendapat Pinjaman Modal Jumlah Persentase Nelayan pemilik kapal 5 33 Toke ikan 7 47 Toke bangku 3 20 Nelayan tradisional - Jumlah 15 100 Sumber: Data Sekunder Tahun 2009 Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor kelembagaan dapat dikatagorikan sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap kemiskinan nelayan tradisional di Desa Padang Panjang, karena lembaga yang ada di Kecamatan Susoh, ketiganya tidak berperan dalam meningkatkan ekonomi nelayan terutama nelayan tradisional di Desa Padang Panjang.

4.4. Bentuk Kemiskinan Nelayan Tradisional