identitasnya. Salah satu keuntungan dari penerapan otonomi khusus adalah sebagai sarana penyelesaian konflik.
Perkembangan dari prinsip-prinsip otonomi ini sebagai hasil dari perkembangan hukum internasional secara umum, berdasarkan perlindungan
terhadap hak asasi manusia yang secara langsung berdampak pada pemajuan standar umum bagi kepercayaan terhadap demokrasi, dan partisipasi rakyat
dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dari suatu negara. Adanya otonomi dalam suatu negara a self governing intra state
region sebagai mekanisme penyelesaian konflik adalah suatu tindakan pilihan bagi penyelesaian konflik internal, sehingga memaksa pemerintah
pusat untuk menciptakan daerah otonomi khusus sebagai suatu intra state region with unique level of local self government.
C. Otonomi Khusus Provinsi Aceh
1. Otonomi Khusus Provinsi Aceh dalam Konsep Negara Kesatuan
Negara kesatuan merupakan landasan batas dari isi pengertian otonomi, dimana dikembangkan berbagai peraturan rules yang mengatur mekanisme
keseimbangan antara otonomi pada satu sisi dan kesatuan bangsa dalam sisi yang lain. Didalam negara kesatuan, tanggung jawab pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan pada prinsipnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Namun,
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan sistem pemerintahan di Indonesia menganut prinsip desentralisasi kekuasaan, maka terdapat tugas-tugas tertentu bahkan tugas-tugas istimewa dan
khusus yang diurus oleh pemerintahan lokal sendiri. Hal ini pada dasarnya akan menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan hubungan kewenangan dan
pengawasan. Menurut Mahfud MD:
Negara Kesatuan adalah negara yang kekuasaannya di pencar ke daerah- daerah melalui pemberian otonomi atau pemberian wewenang kepada
daerah-daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangga mereka sendiri melalui desentralisasi atau melalui dekonsentrasi. Ini berarti
daerah-daerah otonom mendapat hak yang datang dari, dan diberikan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan konstitusi dan undang-undang.
70
Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 mengemukakan “oleh karena negara Indonesia itu suatu “eenheidstaat” maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah
di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga……….”. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan tidak mentolerir adanya
negara dalam negara, sehingga dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, tidak ada mutu rancang bangun suatu pemerintahan daerah yang
memiliki sifat-sifat sebagai suatu negara sendiri. Dalam sidang paripurna DPR RI, Selasa 1172006, secara bulat seluruh
fraksi DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintah Aceh RUU PA menjadi Undang-Undang. Dengan persetujuan itu, “berakhir” sudah
tarik-menarik perumusan substansi Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Banyak
70
.Mahfud MD,op.cit. hlm. 68
Universitas Sumatera Utara
kalangan berpendapat, persetujuan RUU Pemerintahan Aceh menjadi babak baru praktik otonomi daerah di Indonesia . Bagi Provinsi Aceh sendiri, penyelesaian
RUU Pemerintahan Aceh memberi tantangan dalam membangun kehidupan politik dan ekonomi yang lebih baik guna menciptakan kesejahteraan seluruh
masyarakat Aceh. Meski memberi harapan untuk membangun kehidupan lebih baik, ada
kalangan tidak puas dengan substansi Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Sebagian ketidakpuasan itu dipicu kekhawatiran, Undang-Undang Pemerintahan
Aceh akan meluruhkan bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika dirunut, salah satu isu sentral yang mencuat terkait negara kesatuan
saat itu, ada pendapat hasil perundingan Helsinki akan menjadi jalan kemerdekaan bagi Aceh. Contoh yang sering dikemukakan, hasil perundingan
Helsinki tidak eksplisit menyebut UUD 1945 dan NKRI.
71
Kecemasan itu menjadi catatan khusus penyusun RUU Pemerintahan Aceh, sehingga perlu tepat dirumuskan posisi Aceh dalam NKRI. Hasil rumusan
RUU Pemerintahan Aceh terbaca dalam BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 2, yaitu:
Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip
NKRI berdasar UUD 1945.
71
Koran Kompas, 23 Agustus 2005.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 angka 4 RUU Pemerintahan Aceh menguatkan rumusan itu: Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem
NKRI berdasar UUD 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing- masing”.
Jika dibaca cermat, rumusan Pasal 1 angka 2 dan angka 4 RUU
Pemerintahan Aceh merupakan titik temu antara prinsip negara kesatuan dan hasil perundingan Helsinki. Frasa terbuka “bersifat istimewa dan diberi kewenangan
khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat” dikunci dengan frasa “sesuai peraturan
perundang-undangan dalam sistem dan prinsip NKRI berdasarkan UUD 1945 ″.
Tidak hanya terbatas pada meletakkan otonomi khusus Provinsi Aceh dalam bingkai NKRI, Pasal 7 Ayat 1 Undang-Undang Pemerintahan Aceh
menggariskan, Pemerintahan Aceh dan KabupatenKota berwenang mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pusat. Dalam hal ini, kewenangan pusat meliputi urusan pemerintahan yang bersifat nasional, politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, yustisi, moneter, fiskal nasional, dan bidang agama. Dengan demikian, tidak perlu ada kekhawatiran otonomi khusus Provinsi
Aceh akan meruntuhkan NKRI. Apalagi, UUD 1945 melandasi pelaksanaan prinsip desentralisasi yang tidak simetris asymetrical decentralization antara
satu daerah dengan daerah lain. Prinsip itu ditemukan dalam Pasal 18 UUD 1945.
Universitas Sumatera Utara
Adanya bentuk otonomi khusus dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukanlah mengandung pengertian diterapkannya sistem federal dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Aceh pada dasarnya merupakan pengakuan terhadap kekhususan daerah Aceh sebagai
sub sistem pemerintahan secara nasional. Konsekuensi logis otonomi khusus dalam Negara Kesatuan berarti sebagai
sub sistem dalam sistem pemerintahan nasional dengan pola hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dimana adanya bentuk
pengawasan controlling dan keselarasan pembangunan yang diletakkan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebagai
satu kesatuan organisasi badan hukum publik yang tunggal.
2. Sejarah Otonomi Khusus Provinsi Aceh.