Hambatan dalam Proses Perencanaan

Provinsi, maka Provinsi berwenang menyempurnakan RAB dan desain bangunan. Masalahpun muncul, dimana Dinas Provinsi tidak hanya menangani satu Kabupaten saja, namun sebanyak 23 dua puluh tiga KabupatenKota yang memakan waktu lama penyelesaiannya. Selain itu proses pelelangan tender juga memakan waktu yang lama dalam penyusunan dokumen pelelangan serta pelaksanaan ratusan tender dana otonomi khusus. Terlambatnya pengesahan APBD Provinsi Aceh yang merupakan masalah klasik dan lamanya waktu penyelesaian RAB dan desain bangunan, semakin diperparah dengan proses tender yang memakan waktu lama, sehingga program kegiatan baru dapat dilaksanakan rata-rata pada bulan Oktober dimana curah hujan sangat tinggi yang berdampak pada tidak terselesaikannya hampir seluruh program kegiatan, bahkan terdapat program kegiatan yang tidak ditenderkan disebabkan tidak selesainya RAB dan desain bangunan. Selain itu, ketidakjelasan pertanggungjawaban dan lemahnya proses pengawasan yang dilakukan semakin memperburuk potret pengelolaan dana otonomi khusus di Provinsi Aceh.

a. Hambatan dalam Proses Perencanaan

Perencanaan program dan kegiatan dari penggunaan dana otonomi khusus dalam pelaksanaannya mengalami hambatan, terutama diakibatkan rendahnya koordinasi coordination dan lemahnya jaringan kerja net Universitas Sumatera Utara working antara Provinsi dan KabupatenKota, juga antara eksekutif dan legislatif dalam proses pembahasan anggaran. Perencanaan penggunaan dana otonomi khusus dimulai dengan penyusunan dan pengusulan programkegiatan oleh KabupatenKota kepada Pemerintah Provinsi, untuk selanjutnya dibahas bersama dalam forum Musrenbang Provinsi. Adanya penyusunan program dan kegiatan oleh KabupatenKota, menunjukkan adanya jaringan kerja net working antara Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota dalam proses perencanaan pengalokasian dana otonomi khusus. Proses penyusunan programkegiatan dari dana otonomi khusus oleh KabupatenKota dalam pelaksanaannya harus disesuaikan dengan penyusunan programkegiatan dari dana APBD KabupatenKota agar tidak terjadi tumpang tindih anggaran dan memudahkan dalam pelaksanaan programkegiatan, karena untuk melaksanakan program pembangunan, Pemerintah KabupatenKota diwajibkan menyediakan lahan melalui pembebasan lahan dari dana APBD. Keadaan demikian mengakibatkan lambatnya proses penyusunan programkegiatan oleh KabupatenKota yang berdampak terhadap terhambatnya pembahasan anggaran dalam forum Musrenbang. Lambatnya proses penyusunan programkegiatan oleh KabupatenKota lebih dikarenakan lemahnya SDM jaringan kerja dan kurangnya pembinaan dari Pemerintah Provinsi sebagai pusat jaringan. Keadaan Universitas Sumatera Utara demikian dapat diatasi melalui peningkatan kualitas SDM jaringan kerja dan pembinaan yang berkelanjutan dari pusat jaringan kerja. Selain itu, rendahnya koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota serta antara eksekutif dan legislatif, mengakibatkan terhambatnya proses pembahasan anggaran yang berdampak terhadap terlambatnya pengesahan APBA. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan KabupatenKota serta antara eksekutif dan legislatif dalam suatu pembinaan hubungan yang harmonis. Koordinasi dan jaringan kerja mempunyai arti penting dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, antara lain: 1. Dapat berpengaruh terhadap efesiensi organisasi, karena dapat memberi kontribusi guna tercapainya efesiensi terhadap usaha-usaha yang lebih khusus, sebab kegiatan-kegiatan organisasi itu dilakukan secara spesialisasi. Bila tidak dipadukan akan terjadinya pemborosan uang waste of money, pemborosan tenaga waste of power, dan pemborosan alat-alat waste of materials. 2. Koordinasi dan jaringan kerja mempunyai efek terhadap moral dari organisasi itu, terutama menyangkut kepemimpinan leader ship. Kalau kepemimpinan kurang baik, berarti koordinasi tidak akan berjalan baik. Oleh karena itu koordinasi dan jaringan kerja menentukan keberhasilan organisasi. Misalnya kalau suatu organisasi Universitas Sumatera Utara tidak terkoordinasi, keputusan selalu tertunda-tunda delay, tidak tepat atau terjadi kesalahan-kesalahan errors are made. 3. Koordinasi dan jaringan kerja mencakup pula adanya integritas dalam kesatuan tindakan dan dengan adanya sinkronisasi dari segi waktu pelaksanaan yang bertujuan untuk keserasian, seirama, selaras satu sama lain. Adanya koordinasi dan jaringan kerja berarti adanya pengendalian dalam berbagai kegiatan secara khusus, agar diperoleh adanya kesatuan tindakan yang serasi, selaras, dan seirama. 95 Tujuan koordinasi dan jaringan kerja adalah dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efesien melalui pendekatan yang dapat mencegah konflik, tumpang tindih, ketidak serasian antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, sehingga sumber daya yang terbatas yang dimiliki oleh organisasi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang diinginkan. Menurut Stephen R. Covey: Sinergi yang dikerjakan bersama lebih baik hasilnya dari pada dikerjakan sendiri-sendiri, selain itu gabungan beberapa unsur akan menghasilkan suatu produk yang lebih unggul. Sinergi mengandung arti kombinasi unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih besar. 96 95 J. Kaloh, Op.Cit. hal.158 96 Ibid, hlm.160 Universitas Sumatera Utara Menurut J.Kaloh, pada intinya bentuk hubungan terdiri dari 3 tiga pola, yaitu: 1. Bentuk hubungan searah positif. Bentuk hubungan searah positif terjadi apabila Provinsi dan KabupatenKota atau eksekutif dan legislatif memiliki visi yang sama dalam menjalankan pemerintahan dan bertujuan utuk kebaikan daerah itu sendiri. Dengan kata lain, pelaksanaan pemerintahan diselenggarakan dengan memperhatikan faktor-faktor yang ideal, berdasarkan keinginan dan harapan masyarakat serta memperhatikan aturan hukum yang berlaku. 2. Bentuk hubungan konflik. Bentuk hubungan konflik terjadi apabila Provinsi dan KabupatenKota atau eksekutif dan legislatif saling bertentangan dalam visi menyangkut tujuan kelembagaan serta tujuan daerah. Hal ini berwujud pada pertentangan yang dapat mengakibatkan munculnya tindakan- tindakan tidak produktif dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pencapaian tujuan daerah. 3. Bentuk hubungan searah negatif. Bentuk hubungan searah negatif terjadi apabila, baik Provinsi dan KabupatenKota atau eksekutif dan legislatif berkolaborasi KKN dan secara bersama-sama menyembunyikan kolaborasi tersebut dari publik. Universitas Sumatera Utara Skema 3 Bentuk-Bentuk Hubungan

1. Bentuk hubungan searah positif.

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS PEMEKARAN WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN BONDOWOSO BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 3 17

Eksistensi Partai Politik Lokal Di Provinsi Aceh Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Perspektif Uu Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh)

0 11 79

KONSTRUKSI HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

0 21 71

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI PAPUA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT DI KABUPATEN MIMIKA.

0 2 20

PENDAHULUAN POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 3 24

TINJAUAN PUSTAKA POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

1 6 64

METODE PENELITIAN POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 4 38

PENUTUP POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 6 8

Kedudukan Dan Fungsi Komisi Independen panitia pengawas pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam Berdasarkan undang-undang Nomor 11 Tahun 2006.

0 0 6

ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PELABUHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Oleh: Mochamad Abduh Hamzah ABS

0 0 22