Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan peningkatan koordinasi antara Provinsi dan KabupatenKota atau dilimpahkan
pelaksanaan penyalurannya kepada KabupatenKota, karena kebutuhan masyarakat suatu daerah yang lebih mengetahui adalah daerah itu sendiri,
dan proses pelayanan kepada masyarakat akan lebih efektif dan efesien bila didekatkan kepada masyarakat.
c. Hambatan dalam Proses Pertanggungjawaban dan Pelaporan
Pertanggungjawaban dan pelaporan dana otonomi khusus dalam pelaksanaannya tidak lengkap dari keseluruhan dana yang seharusnya. Dana
otonomi khusus Provinsi Aceh tahun 2008 secara real sebesar Rp. 3.530.000.000.000 tiga triliun lima ratus tiga puluh milyar rupiah,
namun yang dapat terdata hanya sebesar Rp. 2.191.354.173.567 dua triliun seratus sembilan puluh satu milyar tiga ratus lima puluh empat juta seratus
tujuh puluh tiga ribu lima ratus enam puluh tujuh rupiah. Sedangkan dana otonomi khusus tahun 2009 sebesar Rp. 3.728.282.000.000 tiga triliun tujuh
ratus dua puluh delapan milyar dua ratus delapan puluh dua juta rupiah, yang terdata sebesar Rp. 3.005.095.699.993 tiga triliun lima milyar sembilan
puluh lima juta enam ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh tiga rupiah.
Universitas Sumatera Utara
Tidak dapat terdatanya keseluruhan dana otonomi khusus dikarenakan tidak adanya pengkodean khusus terhadap nomor rekening programkegiatan
yang berasal dari dana otonomi khusus, sehingga menyulitkan dalam memisahkan programkegiatan yang berasal dari dana DAK, DAU, Tambahan
Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi, maupun dana otonomi khusus. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh Pemerintah Aceh, dengan
memberikan pengkodean khusus untuk programkegiatan yang dibiayai dari dana otonomi khusus, sehingga dapat lebih memudahkan dalam melakukan
inventarisasi dan memudahkan perangkat kontrol bagi Pemerintah Aceh dalam mengawasi jalannya pelaksanaan programkegiatan yang dibiayai dari
dana otonomi khusus.
d. Hambatan dalam Proses Pengawasan
Pengawasan pengelolaan dana otonomi khusus yang dilakukan oleh DPRA sebagai wakil rakyat dipemerintahan tidak berjalan efektif dikarenakan
rendahnya kualitas SDM para anggota DPRA yang sebagian besar merupakan mantan kombatan GAM dengan pendidikan setingkat SMA sederajat dan
telah lama bergrilya di hutan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh,
memberi kewenangan bagi Pemerintah Aceh untuk membentuk Partai Politik Lokal sebagai wadah politik masyarakat Aceh. Kewenangan tersebut
Universitas Sumatera Utara
dimanfaatkan dengan baik oleh para mantan kombatan GAM yang pada masa itu mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat. Dalam pemilu Legislatif
Aceh Tahun 2008, 75 kursi legislatif Aceh dikuasai oleh partai politik lokal. Namun sangat disayangkan, uforia yang berlebihan akibat baru menduduki
kursi legislatif dan kurangnya minat mempelajari peraturan penyelenggaraan pemerintahan mengakibatkan tidak berjalan efektifnya pengawasan yang
dilakukan. Keadaan demikian dapat diatasi dengan pembiasaan diri dari para anggota legislatif untuk mempelajari peraturan-peraturan penyelenggaraan
pemerintahan dan dengan mengikuti pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan kualitas SDM.
D. Transparansi dalam Pengelolaan Dana Otonomi Khusus
Transparansi merupakan salah satu prinsip dalam konsep Good Financial Governance, dimana dijalankannya keterbukaan yang memungkinkan masyarakat
untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang pengelolaan keuangan.pemerintah. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan
arus komunikasi. Proses-proses, lembaga-lembaga, dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
Pada dasarnya, penerapan prinsip transparansi mempunyai 3 tiga manfaat utama, yaitu:
1. Berkurangnya secara nyata praktik KKN di birokrasi pemerintahan.
Universitas Sumatera Utara