Otonomi Khusus Bentuk-Bentuk Otonomi Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 65 Otonomi istimewa yang diberikan kepada Provinsi Yogyakarta dan Aceh terdapat perbedaan dalam sisi pengakuan keistimewaan, dimana pengakuan keistimewaan Yogyakarta dilakukan secara sukarela oleh Pemerintah, sedangkan Aceh melalui manufer politik terkait persoalan gerakan separatis di Aceh.

3. Otonomi Khusus

Seperti halnya otonomi istimewa, Otonomi khusus merupakan otonomi yang diberikan pada suatu daerah tertentu untuk menjalankan pemerintahan mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri dengan pemberian hak-hak khusus yang derajat kemandiriannya lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya. Menurut Kausar AS: Indonesia sebagai Negara Bangsa nation state, mewadahi banyak keragaman budaya yang tumbuh di dalam masyarakat. Setiap keragaman budaya yang tumbuh di Indonesia terbentuk melalui proses sejarah yang sangat panjang yang kemudian melembaga dan diyakini oleh masyarakatnya. Termasuk didalamnya adalah lembaga-lembaga yang berupa institusi pemerintahan yang bercorak khusus di setiap daerah. Oleh karena itu UUD 1945 sebagai konstitusi NKRI mengakui keberadaan dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. 66 65 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh. 66 Kausar AS, Jurnal Otonomi Daerah, Vol. VII,No.3, Agustus-September 2007 Universitas Sumatera Utara Otonomi khusus dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, hanya diberikan kepada 2 dua daerah, yaitu Provinsi Aceh dengan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2001 yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 dan Provinsi Papua dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001. Adanya hak-hak khusus, membedakan sistem pemerintahan daerah yang dijalankan dibandingkan daerah lainnya. Perbedaan tersebut antara lain, seperti di Aceh di bentuk lembaga peradilan sendiri yang bernama Mahkamah Syari’ah, adanya Lembaga Wali Nanggroe 67 yang merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat, adanya Lembaga Mukim untuk penyelesaian adat di desa yang membawahi sekurangnya 3 tiga desa, adanya partai politik lokal, Pemerintah Aceh dapat mengadakan hubungan kerja sama dengan lembaga atau badan di luar negeri, 68 keikutsertaan Pemerintahan Aceh dalam persetujuan internasional yang berkaitan dengan Pemerintahan Aceh, Pendanaan Pelaksanaan otonomi khusus, tambahan dana perimbangan dan hak-hak lain-lainnya. Bila ditinjau pemberian otonomi khusus terhadap Provinsi Aceh dan Provinsi Papua, terdapat perbedaan mendasar dari perolehan status otonomi 67 Rancangan Qanun perda Lembaga ini masih dalam pembahasan yang sengit, dimana elit- elit politik lokal menginginkan Wali Nanggroe tidak hanya sebagai pemimpin adat tetapi juga lembaga yang dapat memberhentikan Gubernur dan membubarkan Parlemen. Hal ini di tentang keras oleh pihak Eksekutif karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006. 68 Dalam hal Pemerintah Aceh melakukan kerja sama dengan lembaga atau badan di luar negeri, dalam naskah kerja sama dicantumkan frasa Pemerintah Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Universitas Sumatera Utara khusus tersebut, dimana sifat otonomi khusus untuk Papua didasarkan pada konsekuensi politis yang lebih merupakan tindakan sepihak dari Pemerintah Pusat untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Papua, sedangkan untuk Aceh konsekuensi politis diberikan berdasarkan kesepakatan dari Nota Kesepahaman MoU antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka GAM yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia. Perolehan otonomi khusus dalam konteks internasional pada umumnya didasarkan pada suatu perjuangan untuk memperoleh status politik dalam suatu negara yang telah merdeka. Hukum Internasional memang secara khusus membatasi hak untuk menentukan nasib sendiri dalam suatu negara pada 3 tiga kategori, yaitu: 1. Masyarakat yang berada dibawah penguasaan penjajahan dari negara lain; 2. Masyarakat yang berada dibawah pendudukan pemerintahan asing; dan 3. Masyarakat yang masih tertindas oleh suatu pemerintahan yang otoriter. 69 Otonomi khusus dalam hukum internasional telah diakui sebagai salah satu jalan untuk menghindari proses disintegrasi dari suatu negara. Oleh karenanya, hukum internasional memberikan penghormatan terhadap perlindungan dari suatu kelompok bangsa atau etnis untuk mempertahankan 69 Pasal 1 Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Universitas Sumatera Utara identitasnya. Salah satu keuntungan dari penerapan otonomi khusus adalah sebagai sarana penyelesaian konflik. Perkembangan dari prinsip-prinsip otonomi ini sebagai hasil dari perkembangan hukum internasional secara umum, berdasarkan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang secara langsung berdampak pada pemajuan standar umum bagi kepercayaan terhadap demokrasi, dan partisipasi rakyat dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dari suatu negara. Adanya otonomi dalam suatu negara a self governing intra state region sebagai mekanisme penyelesaian konflik adalah suatu tindakan pilihan bagi penyelesaian konflik internal, sehingga memaksa pemerintah pusat untuk menciptakan daerah otonomi khusus sebagai suatu intra state region with unique level of local self government.

C. Otonomi Khusus Provinsi Aceh

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS PEMEKARAN WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN BONDOWOSO BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 3 17

Eksistensi Partai Politik Lokal Di Provinsi Aceh Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Perspektif Uu Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh)

0 11 79

KONSTRUKSI HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

0 21 71

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI PAPUA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT DI KABUPATEN MIMIKA.

0 2 20

PENDAHULUAN POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 3 24

TINJAUAN PUSTAKA POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

1 6 64

METODE PENELITIAN POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 4 38

PENUTUP POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 6 8

Kedudukan Dan Fungsi Komisi Independen panitia pengawas pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam Berdasarkan undang-undang Nomor 11 Tahun 2006.

0 0 6

ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PELABUHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Oleh: Mochamad Abduh Hamzah ABS

0 0 22