Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 Otonomi Daerah di Era Kemerdekaan

1945 memberikan konstribusi dalam meletakkan fundamen awal terbentuknya badan legislatif lokal dan menanamkan tradisi otonomi daerah.

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948

Pembentukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 yang dilakukan secara cepat dengan materi pengaturan yang sangat sederhana hanya terdiri dalam 6 pasal, menimbulkan banyak kesulitan dalam pelaksanaannya, terutama karena dominannya peran Kepala Daerah yang tidak saja sebagai kepala pemerintahan akan tetapi juga selaku pimpinan KND BPRD. Dominannya peran Kepala Daerah, mengakibatkan mandulnya peran KND BPRD selaku badan legislatif dan menjadikan kurang harmonisnya hubungan keduanya. Karena itu, pada tanggal 10 Juli 1948 oleh pemerintah ditetapkan Udang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang mengatur pokok- pokok pemerintahan di daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 terdiri atas V Bab dan 47 Pasal yang dilengkapi dengan penjelasan umum dan penjelasan pasal per pasal dengan rincian, Bab I mengatur tentang pembagian daerah otonom, Bab II mengatur tentang bentuk dan susunan pemerintahan daerah, Bab III mengatur tentang kekuasaan dan kewajiban pemerintahan daerah, Bab IV mengatur tentang keuangan daerah, dan Bab V mengatur tentang pengawasan terhadap daerah. Universitas Sumatera Utara Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 ditegaskan bahwa daerah dalam Negara Republik Indonesia tersusun dalam 3 tiga tingkatan, yaitu: provinsi, kabupaten kota besar dan desa, nagari, marga, gampong dan sebagainya yang disebut swatantra menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Masing-masing daerah tersebut dinamakan Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, dan Daerah Tingkat III. Secara yuridis-fungsional pemerintahan atau wilayah hukum penyelenggaraan administrasi pemerintahan, wilayah nasional Republik Indonesia dibagi secara hierarkis dan horizontal atas wilayah nasional sebagai wilayah hukum pemerintahan pusat, wilayah provinsi sebagai wilayah hukum pemerintahan provinsi, setiap wilayah provinsi dibagi atas wilayah kabupaten kota besar, dan wilayah kabupaten kota besar dibagi atas wilayah yang disebut desa, nagari, marga dan lain-lain. Tingkatan daerah swatantra dilatar belakangi oleh pemikiran pembentuk undang-undang, sebagaimana dimuat dalam penjelasan umum tentang empat persoalan penting. Persoalan pertama mengenai apakah suatu urusan adalah urusan pusat atau urusan daerah, Kedua mengenai keberagaman kesatuan masyarakat hukum dan bahwa urusan otonomi tidak kongruen dengan urusan hukum adat, Ketiga mengenai Kepala Daerah yang harus dipilih secara langsung oleh rakyat daerah yang bersangkutan, tetapi harus pula mendapat pengesahan dari pemerintah, Keempat mengenai pengawasan, Universitas Sumatera Utara maksudnya bahwa Pemerintah Pusat pada intinya mengawasi DPRD dan DPD baik produk-produk hukumnya maupun tindakan-tindakannya. 43 Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 telah bersifat kolegial, dimana masalah pemerintahan tidak lagi diputuskan secara tunggal oleh BPRD yang dipimpin oleh Kepala Daerah, akan tetapi diputuskan oleh DPRD dan DPD. Pemerintahan daerah terdiri atas DPRD dan DPD, dimana para anggota DPD dipilih oleh dan dari anggota-anggota daerah yang diangkat oleh Presiden untuk Provinsi dan oleh Menteri Dalam Negeri untuk Kabupaten kota besar atau oleh Kepala Daerah Provinsi untuk desa. Aturan tersebut ditujukan demi tegaknya kedaulatan rakyat dan berjalan lancarnya roda pemerintahan di daerah, selain itu agar dualisme pemerintahan daerah seperti dianut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tidak terjadi lagi dimana pemerintah daerah yang berdasarkan BPRD dan pemerintah daerah yang dijalankan oleh Kepala Daerah sendiri termasuk posisi kepala daerah sebagai pimpinan BPRD. 44 Sejalan dengan tujuan menegakkan kedaulatan rakyat dan untuk berjalan lancarnya roda pemerintahan di daerah, oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 diberikan kewenangan sebanyak-banyaknya kepada daerah otonom baik secara penuh hak otonomi maupun secara tidak penuh hak 43 Memori Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 ad.1, ad. 2, ad. 3, dan ad. 4. Lihat juga Jimly Asshiddiqie, op.cit. hlm.401 44 Lihat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948. Universitas Sumatera Utara medebewind guna mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya. Bahkan hak medebewind itu dapat diserahkan lagi oleh pemerintah daerah provinsi kepada daerah otonom yang lebih rendah melalui peraturan daerah. Agar kewenangan yang diserahkan dapat dijalankan dengan baik, kepada daerah otonom diberikan sumber-sumber pendapatan, pajak negara yang diserahkan kepada daerah, dan lain-lain pendapatan seperti pinjaman dan subsidi. Selain itu, daerah-daerah diwajibkan pula memiliki APBD. Menurut Amarah Muslimin: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 mengandung prinsip: a. Penghapusan perbedaan cara pemerintahan di Jawa dan Madura dengan daerah luar bisa disatukan, atau uniformitas pemerintahan daerah di seluruh Indonesia; b. Membatasi tingkatan badan-badan pemerintahan daerah sedikit mungkin, yaitu provinsi, kabupaten atau kota besar, dan tingkatan terendah yang belum ditentukan namanya karena namanya berbeda-beda bagi daerah-daerah; c. Penghapusan dualisme pemerintahan daerah; dan d. Pemberian hak otonomi dan medebewind seluas-luasnya kepada badan-badan pemerintahan daerah yang tersusun secara demokratis collegial bestuur atas dasar permusyawaratan. 45 Bila kita lihat secara eksplisit terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, dapat dikatakan bahwa undang-undang tersebut telah mencakup hampir seluruh segi desentralisasi, baik desentralisasi politik, desentralisasi administrasi, dan desentralisasi fiskal, walaupun desentralisasi tersebut pengaturannya tidak di jabarkan secara langsung sehingga membingungkan daerah dalam pelaksanaannya. 45 Amarah Muslimin, Ichtisar Perkembangan Otonomi Daerah, Jakarta : Jembatan, 1960. hlm.50 Universitas Sumatera Utara Untuk mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1948, oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat RIS dibawah kepemimpinan Perdana Menteri Hatta dan Menteri Dalam Negeri Anak Agung Gede Agung, undang-undang pemerintahan daerah itu coba digulirkan, namun hanya terbatas di daerah eks RI. Bentuknya adalah dengan menerbitkan Undang-Undang dan Perpu pembentukan daerah otonom provinsi, yaitu Provinsi Jawa Timur Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1950, Provinsi Yogyakarta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950, Provinsi Jawa Tengah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950, Provinsi Jawa Barat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950, Provinsi Sumatera Selatan Perpu Nomor 3 Tahun 1950, dan Provinsi Sumatera Utara Perpu Nomor 5 Tahun 1950. 46 Pada tahun 1950 terjadi pergantian konstitusi UUD 1945 dengan UUDS 1950 dan bubarnya Republik Indonesia Serikat RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Secara umum UUDS 1950 itu sendiri masih kental dipengaruhi paham liberalisme. Pada masa ini diberlakukan 2 dua peraturan pemerintahan yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang diberlakukan di daerah-daerah eks RI dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Indonesia Timur yang diberlakukan untuk daerah-daerah Indonesia Timur Sunda Kecil, Sulawesi, dan Maluku. 46 Yohanis Anton Raharusun, op.cit. hlm.142 Universitas Sumatera Utara

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957

Dokumen yang terkait

KAJIAN YURIDIS PEMEKARAN WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN BONDOWOSO BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

0 3 17

Eksistensi Partai Politik Lokal Di Provinsi Aceh Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Perspektif Uu Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh)

0 11 79

KONSTRUKSI HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

0 21 71

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI PAPUA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT DI KABUPATEN MIMIKA.

0 2 20

PENDAHULUAN POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 3 24

TINJAUAN PUSTAKA POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

1 6 64

METODE PENELITIAN POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 4 38

PENUTUP POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 6 8

Kedudukan Dan Fungsi Komisi Independen panitia pengawas pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam Berdasarkan undang-undang Nomor 11 Tahun 2006.

0 0 6

ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PELABUHAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DALAM RANGKA PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Oleh: Mochamad Abduh Hamzah ABS

0 0 22