d. Penpres Nomor 6 Tahun 1959 dan Penpres Nomor 5 Tahun 1960
Setelah berlakunya kembali UUD 1945 dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem demokrasi berubah dengan jargon demokrasi terpimpin. Hal ini
berdampak kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 yang berada dibawah bingkai sistem demokrasi liberal, dengan diberlakukannya Penpres
Nomor 6 tahun 1959 dan Penpres Nomor 5 Tahun 1960. Penyusunan Penpres Nomor 6 Tahun 1959 berlangsung dengan cepat
dan ditetapkan pada tanggal 1 September 1959 oleh Presiden Soekarno, hal ini dimungkinkan karena merupakan produk eksekutif yang tidak memerlukan
persetujuan legislatif DPR dengan tujuan menarik kembali kewenangan- kewenangan pusat yang banyak diambil daerah. Tujuan tersebut, dikarenakan
Presiden Soekarno menganggap otonomi luas mengancam keutuhan bangsa dan karena itu otonomi harus disesuaikan dengan konsepsi demokrasi
terpimpin.
49
Dalam Penpres Nomor 6 tidak diatur mengenai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD, karena itu untuk melengkapinya Presiden
Soekarno mengeluarkan Penpres Nomor 5 Tahun 1960 tentang DPR-GR parlemen lokal.
Pemberlakuan kedua Penpres ini, menurut The Liang Gie, merubah tujuan desentralisasi dari demokrasi kepencapaian stabilitas dan efesiensi
pemerintahan di daerah. Kedua Penpres ini merubah asas-asas pemerintahan
49
Yohanis Anton Raharusun, op.cit, hlm.160
Universitas Sumatera Utara
daerah dari arah desentralisasi ke sentralisasi. Prajudi menyebutkan, kedua penpres ini memakai sistem “dualisme fungsional” yaitu sebagai organ pusat
dan organ daerah.
50
Penetapan Presiden penpres Nomor 6 Tahun 1959 bermaksud memulihkan dan bahkan memperkokoh kewibawaan Kepala Daerah sebagai
alat pemerintah pusat dengan diberi kedudukan dan fungsi rangkap dekonsentrasi dan sekaligus desentralisasi. Dengan kedudukan dan fungsi
rangkap tersebut persoalan di daerah diharapkan dapat ditanggulangi oleh setiap Kepala Daerah, sehingga Kepala Daerah dapat exist sebagai
perpanjangan tangan kepemimpinan nasional.
51
Penpres Nomor 6 Tahun 1959 menimbulkan reaksi hebat dikalangan partai-partai politik, karena kekuasaan mereka dalam penyelenggaraan
otonomi daerah dipreteli. Penpres tersebut oleh partai-partai politik dinilai sebagai suatu langkah mundur penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia
karena telah menggusur demokrasi pemerintahan dengan sentralisasi kekuasaan oleh pemerintah pusat untuk mengatur pemerintahan daerah.
52
Dikatakan demikian karena: a.
Pemilihan Kepala Daerah tidak di pilih secara langsung oleh rakyat, akan tetapi diajukan oleh DPRD kepada Presiden. Bahkan pemerintah pusat
dapat mengangkat Kepala Daerah di luar calon yang diajukan oleh DPRD.
50
Jimly Asshiddiqie, op.cit. hlm.404
51
Ibid. hlm.404
52
Yohanis Anton Raharusun, op.cit. hlm.151
Universitas Sumatera Utara
b. Pertanggung jawaban Kepala Daerah kepada Pemerintah Pusat bukan
kepada DPRD selaku wakil rakyat Kedaulatan tidak lagi berada ditangan rakyat.
c. Kepala Daerah dapat menangguhkan atau membatalkan keputusan DPRD.
d. Kedudukan Kepala Daerah selaku alat pusat sekaligus alat daerah
sehingga memungkinkan terjadinya tindakan sewenang-wenang oleh Kepala Daerah selaku penguasa tunggal.
Bila dilihat dari sisi bobot kekuasaan, terlihat jelas dalam pelaksanaan Penpres Nomor 6 Tahun 1959 dan Penpres Nomor 5 Tahun 1960, bobot
kekuasaan kembali dipegang oleh pemerintah pusat, berbeda dengan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1957 di mana bobot kekuasaan lebih pada
pemerintahan daerah.
e. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965