c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957
Pembentukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, pada dasarnya dikarenakan adanya keragaman pengaturan pemerintahan daerah, terutama
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang diberlakukan di daerah-daerah eks RI dan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1950 yang diberlakukan untuk
daerah-daerah Indonesia Timur. Undang-Undang ini adalah hasil kerja DPR pemilu tahun 1955 dengan harapan dapat menanggulangi kemelut politik yang
bermuara pada pendemokrasian pemerintahan daerah awal tahun 1950-an. Terdapat perubahan yang mendasar dalam pengaturan mengenai
pemerintahan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 dibandingkan undang-undang sebelumnya, walaupun secara substansial masih
mempertahankan format pemerintahan lokal yang terdapat dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1948, antara lain tingkatan daerah otonom masih
tetap tiga lapis yaitu Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, dan Daerah Tingkat III, Pemerintah Daerah masih tetap terdiri dari DPRD dan DPD, sumber
pendapatan daerah masih tetap, sistem pengawasan preventif dan represif oleh pemerintahan atasan terhadap keputusan-keputusan pemerintah bawahan dan
beberapa hal lainnya. Beberapa perubahan mendasar dalam Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1957 antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a. Sistem pemilihan Kepala Daerah. Kepala Daerah dipilih langsung oleh
rakyat, berbeda dengan sebelumnya dimana diangkat oleh pejabat pemerintah pusat berdasarkan calon yang diajukan oleh DPRD.
b. Keanekaragaman dalam pengaturan pemerintahan daerah secara bertahap
dihilangkan, dengan cara mengakui daerah-daerah otonom yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 dan menerbitkan
Undang-Undang pembentukan daerah otonom baru bagi daerah-daerah eks NITnegara bagian lainnya.
c. Kedudukan Kepala Daerah tidak lagi menjadi alat pusat dan sekaligus alat
daerah, tetapi hanya sebagai alat daerah saja. Konsekuensinya, diberikan kewenangan kepada Kepala Daerah untuk mengawasi pekerjaan DPRD
dan DPD, juga berhak menahan dijalankannya keputusan DPRD dan DPD.
d. Otonomi materiil yang dianut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948
diubah menjadi otonomi riil. Daerah-daerah mengerjakan urusan-urusan pemerintahan menurut bakat, kesanggupan dan kemampuannya. Urusan
rumah tangga daerah dapat ditambah dari waktu ke waktu. Bahkan, kepada pemerintah daerah dapat diberikan tugas pembantuan.
e. Di daerah-daerah, selain ada lembaga-lembaga DPRD, DPD dan Kepala
Daerah collegial bestuur yang mengatur dan mengurus rumah tangga daerah dan menjalankan tugas medebewind, juga terdapat penguasa lain
Universitas Sumatera Utara
pamong praja yang menyelenggarakan tugas dekonsentrasi atau pemerintahan umum.
47
Menurut Soetarjo, Undang-Undang ini mencerminkan negara serikat atau bonstaat karena pemerintah pusat tidak memiliki kewenangan untuk
menjalankan kekuasaannya di daerah. Undang-Undang ini, di satu pihak menganjurkan negara kesatuan, tetapi di pihak lain membentuk negara
federasi.
48
Pengaturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 pada dasarnya sudah cukup baik, hanya sayangnya tidak diberlakukan secara sungguh-
sungguh oleh pemerintah pusat, dikarenakan keengganan pemerintah pusat untuk merealisasikan penyerahan urusan-urusan pemerintahan kepada daerah-
daerah otonom sehingga menimbulkan berbagai konflik dalam sistem pemerintahan.
Adanya dualisme penyelenggaraan pemerintahan lokal antara Pemerintahan Daerah dan Pejabat Pamong Praja dekonsentrasi, dimana
masing-masing pihak berusaha mewujudkan kepentingannya mengakibatkan koordinasi tidak berjalan dengan baik
.
47
Djohermansyah Djohan, dikutip Yohanis Anton Raharusun, op.cit. hlm.147
48
Soetarjo Kartohadikusumo, Kedudukan Pamong Praja, Majalah Swatantra, dikutip Jimly Asshiddiqie, op.cit. hlm.403
Universitas Sumatera Utara
d. Penpres Nomor 6 Tahun 1959 dan Penpres Nomor 5 Tahun 1960