maka pengemudi menjawab dengan rasa khawatir “Karena saya tidak
melihat ada bapak”, sekilas jika diperhatikan, jawaban yang diberikan pengemudi “karena saya tidak melihat ada bapak” tidak relevan dengan
pertanyaan petugas yang menanyakan mengapa masih berbelok juga kalau sudah melihat tanda dilarang berbelok. Namun, jika diteliti jawaban yang
diberikan oleh pengemudi tersebut ada hubungan implikasionalnya, yaitu seringnya orang mematuhi lalu lintas hanya karena ada petugas atau polisi.
Jadi, pertuturan di atas dianggap mematuhi maksim relevansi, karena ada hubungan implikasional di dalamnya, secara tidak langsung petugas
memahami bahwa orang mematuhi lalu lintas jika ada petugas atau polisi saja, kalau tidak ada petugas maupun polisi yang mengatur lalu lintas,
biasanya orang akan dengan seenaknya melanggar peraturan lalu lintas. Hal ini sesuai dengan teori Grice 1975: 45 yang berbunyi “Be
relevant”, yang diartikan oleh Nadar Harap relevan.
18
Teori Grice tersebut mengatakan bahwa maksim relevansi mengharuskan setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang
relevan dengan masalah atau tajuk pertuturan. Perhatikan contoh pertuturan 1 dan 2 berikut:
1. A : Bu, ada telepon untuk Ibu
B : Ibu sedang di kamar mandi, Nak. 2.
A : Bu, bus yang ke arah Kebayoran yang mana? B : Coba tanya pada petugas lalu lintas itu.
Sepintas jawaban B pada pertuturan 1 dan 2 tidak berhubungan. Namun bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Jawaban B pada
pertuturan 1 mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa saat itu si B tidak dapat menerima telepon secara langsung karena sedang berada di
kamar mandi. Maka B secara tidak langsung meminta agar si A menerima telepon itu. Begitu juga konstribusi B pada pertuturan 2 yang memang
secara eksplisif menjawab pertanyaan A. Akan tetapi dengan pengetahuan
18
Nadar, loc. cit.
bahwa petugas lalu lintas mengetahui rute-rute bus kota, maka pertanyaan A dapat dijawab.
19
d. Maksim Cara
Di dalam prinsip kerja sama yang berupa maksim cara ini, setiap peserta tutur diharapkan mampu memberikan informasi yang jelas dan
langsung, tidak taksa atau ambigu, tidak kabur, dan tidak membingungkan. Jika selama proses pertuturan berlangsung, peserta tutur mampu
menjalankan salah satu syarat yang diajukan dalam maksim cara, maka dapat dikatakan bahwa proses pertuturan yang dilakukan telah mematuhi
prinsip kerja sama yang berupa maksim cara. 9.
Jualan Bakso Tukang Bakso di UNJ TBU : Anak saya satu di UI, Depok,
satu lagi di UIN, Ciputat. Penanya
: Di fakultas apa, Pak? TBU
: Bukan di fakultas. Penanya
: Jadi……….? TBU
: Yang satu jualan teh botol, yang satu lagi jualan bakso kayak saya.
HDCCJ: 18169 S Waktu, tempat, suasana : Siang hari, di kampus UNJ, suasana ramai.
P Peserta tutur : Tukang bakso dan penanya
E Maksud dan tujuan : Tukang bakso ingin memberitahukan
bahwa anaknya yang di UI jualan teh botol, dan di UIN jualan bakso, sedangkan
penanya ingin mengetahui profesi anak-anak tukang bakso.
ABentuk dan isi ujaran :
Bentuk ujaran
merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai pemberitahuan tukang bakso tentang profesi
anak-anaknya.
19
Chaer, op. cit., h. 35-36
K Nada, cara, semangat : Tukang bakso menyampaikan informasinya
dengan santai, sedangkan penanya bertanya dengan nada serius.
I Jalur bahasa : Jalur lisan
N Normaaturan : Ramah dan sopan
G Jenis bahasa : Eksposisi
Pertuturan di atas telah mematuhi maksim cara, karena tukang bakso UNJ TBU telah memberikan informasi yang jelas kepada lawan tuturnya
Penanya. Awal pertuturan dimulai dari informasi yang diberikan tukang bakso, dan penanya sangat penasaran sehingga dia bertanya mengenai
anaknya berada di fakultas apa?, dari pertanyaan yang diajukan oleh penanya, kalau diperhatikan hampir penanya tidak faham dengan
perkataan tukang bakso yang me ngatakan “Anak saya satu di UI, Depok,
satu lagi di UIN, Ciputat”. Namun untuk menghindari pertuturan yang ambigu dan salah faham, tukang bakso secara langsung memberikan
penjelasan bahwa anak-anaknya bukan sedang belajar di fakultas UI maupun UIN, akan tetapi mereka sedang berjualan, yang satu jualan teh
botol di UI dan satu lagi jualan bakso di UIN. Dari pernyataan yang diberikan tukang bakso, akhirnya penanya dapat memahami tuturan yang
dikatakan oleh tukang bakso di awal tadi. Hal ini sesuai dengan teor
i Grice yang berbunyi “Avoid obscurity of expression”, yang diartikan oleh Nadar Hindari ungkapan yang tidak
jelas.
20
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim cara atau maksim pelaksanaan dalam prinsip kerja sama mengharuskan setiap peserta
pertuturan dalam aktifitas bertutur sapa yang sebenarnya menyampaikan informasi dengan secara langsung, dengan secara jelas, tidak dengan
kabur, tidak samar, tidak taksa, dan tidak berbelit.
21
20
Nadar, loc. cit.
21
Rahardi, op. cit., h. 25
10. AGAM atau GAM
Dulgani : Rakyat Aceh kini sudah hidup tenang
Dulhak : Ya,sejak adanya kesepakatan damai antara GAM
dan Pemerintah Republik Indonesia. Dulgani
: Namun kini di Aceh masih banyak GAM berkeliaran, katanya
Dulhak : Benar, karena di Aceh banyak anak laki-laki kecil
Dulgani : Maksudmu?
Dulhak : Di Aceh anak laki-
laki kecil disapa “gam atau agam”.
S Waktu, tempat, suasana : Sore hari, di teras rumah, suasana sepi. P Peserta tutur
: Dulgani dan Dulhak E Maksud dan tujuan
: Dulgani membuat pernyataan bahwa rakyat Aceh sudah hidup tenang dan penasaran
dengan gam yang masih banyak berkeliaran di Aceh, sedangkan Dulhak memberitahukan
bahwa rakyat Aceh hidup tenang karena sejak ada kesepakatan damai antara GAM
dan Pemerintah Indonesia, selain itu dia menjelaskan kalau anak laki-laki kecil
disapa gam. A Bentuk dan isi ujaran
: Bentuk
ujaran merupakan
kalimat langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
GAM dengan anak laki-laki kecil yang disapa gam.
K Nada, cara, semangat : Dulgani bertanya dengan nada serius dan
penasaran, sedangkan Dulhak menjawab pertanyaan Dulgani dengan santai.
I Jalur lisan : Jalur lisan
N Normaaturan : Bersahabat dan jujur
G Jenis bahasa : Narasi
Pertuturan di atas telah mematuhi maksim cara, karena penutur Dulhak memberikan informasi yang jelas dan tidak taksa, yaitu
memberikan keterangan bahwa Aceh hidup tenang sejak adanya kesepakatan damai antara GAM dengan Pemerintah Republik
Indonesia,selain itu juga menjelaskan bahwa “gam atau agam” merupakan
sapaan untuk anak kecil laki-laki yang ada di Aceh. Kata “Gam”
menimbulkan makna lebih dari satu, yaitu singkatan dari Gerakan Aceh Merdeka, dan sapaan untuk anak kecil laki-laki.Hal itulah yang sempat
membuat bingung dan penasaran Dulgani. Namun, agar topik pembicaraan berjalan lancar, Dulhak berusaha menjelaskan pernyataan Dulgani yang
masih ambigu tentang GAM. Hal ini sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid ambiguity”,
yang diartikan oleh Nadar Hindari ungkapan yang membingungkan atau ambigu.
22
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa maksim cara ini mengharuskan penutur dan lawan tutur berbicara secara langsung, tidak
kabur, tidak ambigu, tidak berlebih-lebihan dan runtut.
23
2. Penyimpangan Prinsip Kerja Sama
Apabila di dalam praktek berkomunikasi, terdapat peserta tutur yang memberikan informasi atau jawaban yang berlebihan, salah, tidak relevan,
tidak jelas dan ambigu, maka kelucuan dan kejenakaan saja yang akan dilahirkan, sesungguhnya dapat dikatakan bahwa kejenakaan atau
kelucuan dalam aktifitas bertutur itu biasanya sering terjadi dalam dialog manusia yang berupa humor. Humor tersebut berisi tentang fenomena
kehidupan sekarang atau sindiran halus untuk orang-orang tertentu, hal itu dapat diperoleh dengan menyelewengkan salah satu maksim yang terdapat
dalam prinsip kerja sama. Selain itu, penyimpangan prinsip kerja sama terjadi dikarenakan tidak adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh
peserta tutur.
22
Nadar, loc. cit
23
Chaer, Kesantunan Berbahasa, h. 36