S Waktu, tempat, situasi : Pagi hari, di pasar buah, suasana ramai. P Peserta tutur
: Eneng dan Abang E Maksud dan tujuan
: Eneng menanyakan harga papaya, dan beranggapan kalau beli papaya satu dikasi
satu, sedangkan Abang memberitahukan harga
papaya dan
bingung dengan
pernyataan yang dibuat oleh neng. A Bentuk dan isi ujaran
: Bentuk
ujaran merupakan
kalimat langsung, sedangkan isi ujaran mengenai
harga papaya dan pemberian papaya jika membelinya satu.
K Nadacarasemangat :
Eneng dan
Abang bertanya
dan memberikan informasi dengan nada santai
dan serius. I Jalur tuturan
: Jalur lisan N Normaaturan
: Sopan dan membingungkan G Jenisragam bahasa
: Argumentasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di pasar buah dalam keadaan yang ramai. Peserta tutur terdiri dari Eneng dan
Abang. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim cara, karena penutur Eneng telah membuat pernyataan yang membingungkan lawan
tuturnya. Hal ini disebabkan karena pemahaman yang didapatkan dari ujaran Abang bahwa beli papaya satu dikasi satu. Kalau diperhatikan,
ketika seseorang membeli papaya satu, maka yang dikasihpun juga satu. Namun di sini kata “dikasi” bisa menimbulkan makna yang ambigu yaitu
sebagai pemberian atau penyerahan barang sesudah melakukan pembayaran, dan juga berarti sebagai bonus, sama halnya ujaran “Beli satu
dapat dua”. Ujaran Abang yang mengatakan “beli satu dikasi satu”, sama
si Eneng diasumsikan dengan makna yang kedua, yaitu jika dia membeli papaya satu maka dikasi satu dapat bonus satu. Wacana humor di atas
telah memanfaatkan teori pertentangan, sehingga makna literal yang diasumsikan berlawanan dengan makna figuratifnya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Avoid obscurity
of expression and Avoid ambiguity” yang diartikan oleh Nadar Hindari ungkapan yang tidak jelas dan hindari ungkapan yang membingungkan.
42
Teori Grice tersebut kemudian dikembangkan oleh Rahardi yang menjelaskan maksim cara atau maksim pelaksanaan dalam prinsip kerja
sama mengharuskan setiap peserta pertuturan dalam aktivitas bertutur sapa yang sebenarnya menyampaikan informasi dengan secara langsung,
dengan secara jelas, tidak dengan kabur, tidak samar, tidak taksa, tidak berbelit.
Orang bertutur
yang tidak
dengan secara
cermat mempertimbangkan hal-hal yang disampaikan di depan itu akan dapat
dikatakan sebagai pelanggar terhadap prinsip kerja sama Grice.
43
Dengan demikian, pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim cara
karena tidak sesuai dengan teori Grice yang dikembangkan oleh Rahardi, bahwa penutur Eneng telah membuat komunikasi yang membingungkan
dengan lawan tuturnya Abang. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai maksim cara,
peneliti menemukan empat 4 kata kunci, di antaranya: informasi yang diberikan jelas, tidak berbelit-belit, tidak kabur atau ambigu, dan tidak
membingungkan.
C. Implikasi terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
Prinsip kerja sama merupakan sebuah prinsip yang dijadikan pedoman ketika melakukan aktifitas komunikasi. Prinsip ini didasari oleh asumsi
bahwa dalam berkomunikasi, peserta tutur bersedia bekerja sama sehingga berfungsi mengatur tuturan agar mendukung tercapainya maksud dan
tujuan yang diinginkan.
42
Nadar, loc. cit
43
Rahardi, Pragmatik, h. 25
Prinsip kerja sama yang dilakukan dalam humor dialog Cekakak- Cekikik Jakarta memiliki potensi untuk dikembangkan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa prinsip kerja sama sangat penting untuk menciptakan komunikasi yang baik dan lancar. Selain itu, pertuturan yang dilakukan di
dalam wacana humor dialog Cekakak-Cekikik Jakarta karya Abdul Chaer tetap menimbulkan efek kelucuan dengan tidak menyimpang dari prinsip
kerja sama Grice. Adapun penyimpangan yang dilakukan terhadap prinsip kerja sama
dalam humor dialog tersebut tidak lain hanyalah bertujuan sebagai hiburan yang mempunyai aspek membebaskan manusia dari beban mental,
menghilangkan rasa stress dan jenuh, serta menambah wawasan. Selain itu juga berisi tentang sindiran-sindiran halus dalam dunia sosial
kemasyarakatan, pendidikan maupun politik terhadap orang-orang tertentu, seperti polisi, pejabat, dosen, guru, dan lain sebagainya.
Penyimpangan terhadap prinsip kerja sama bisa terjadi disebabkan karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki bersama oleh peserta tutur. Selain
itu, penutur memberikan informasi dengan maksud dan tujuan menyindir tentang topik yang menjadi bahan pembicaraan.
Dalam suasana yang ricuh, humor berfungsi sebagai pemecah ketegangan, sehingga suasana tersebut berubah menjadi rileks lagi. Dalam
konteks politik, humor digunakan sebagai sarana menyampaikan kritik dan saran. Dalam konteks sosial masyarakat, humor disajikan untuk
mengungkapkan fenomena kehidupan yang benar-benar terjadi dalam sehari-hari. Berbagai surat kabar dan majalah atau bulletin politik, sering
kali dimunculkan gambar-gambar yang bernuansa komikal. Dalam dunia pendidikan, humor juga dipercaya sebagai alat untuk menyampaikan
variasi-variasi dalam belajar, agar menjadi pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, emotif, dan menyenangkan.
Hasil riset mengimplikasikan bahwa prinsip kerja sama merupakan unsur penting untuk diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
kelas. Sebagai guru, khususnya guru bidang studi bahasa Indonesia
hendaknya mempelajari bagaimana prinsip kerja sama bisa diaplikasikan selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, dalam kurikulum
pembelajaran bahasa Indonesia, prinsip kerja sama juga sangat dibutuhkan oleh peserta didik di dalam melatih komunikasi yang baik dan benar, di
antaranya dalam
pembelajaran diskusi,
wawancara, maupun
menyampaikan pesan
melalui telepon.
Ketika mereka
sedang melaksanakan diskusi, mereka membutuhkan prinsip kerja sama agar
proses diskusi bisa berjalan dengan lancar. Kegiatan wawancara pun demikian, mereka mengaplikasikan prinsip kerja sama ketika melakukan
praktek wawancara, baik dengan teman sendiri maupun dengan narasumber yang berada di luar kelas, seperti guru, orang tua, maupun
masyarakat. Di dalam menyampaikan pesan melalui telepon mereka menerapkan prinsip kerja sama dengan baik dan santun agar maksud dan
tujuan yang diinginkan bisa tercapai. Gambaran implikasi prinsip kerja sama terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia di beberapa tingkat satuan pendidikan yang mengacu kepada rencana pelaksanaan pembelajaran RPP diuraikan sebagai berikut:
1 Mengacu kepada RPP Sekolah Dasar SD
Standar Kompetensi : Mengungkapkan pikiran, perasaan, informasi, dan
pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan bertelepon.
Kompetensi Dasar : Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa
yang santun.
Indikator Pembelajaran:
1. Mampu mendiskusikan cara bertelepon.
2. Mampu mendata kesalahan-kesalahan kalimat dalam bertelepon.
3. Mampu bertelepon dengan berbagai mitra bicara sesuai dengan
konteks.
Tujuan pembelajaran: Siswa mampu bertelepon dengan kalimat yang
efektif dan bahasa yang santun.
2 Mengacu kepada RPP Sekolah Menengah Pertama SMP
Standar Kompetensi : Mengungkapkan berbagai informasi melalui
wawancara dan presentasi laporan.
Kompetensi Dasar :
Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan
dengan memperhatikan
etika berwawancara.
Indikator Pembelajaran:
1. Mampu membuat daftar pokok-pokok pertanyaan untuk wawancara.
2. Mampu melakukan wawancara dengan narasumber dari berbagai
kalangan dengan memperhatikan etika berwawancara.
Tujuan pembelajaran: Siswa mampu melakukan wawancara dengan
narasumber dari
berbagai kalangan
dengan memperhatikan etika berwawancara.
3 Mengacu kepada RPP Sekolah Menengah Atas SMA
Standar Kompetensi : Memahami pendapat dan informasi dari berbagai
sumber dalam diskusi atau seminar.
Kompetensi Dasar : Mengomentari pendapat seseorang dalam suatu
diskusi atau seminar.
Indikator Pembelajaran:
1. Memahami pendapat yang disampaikan pembicara dalam suatu diskusi
atau seminar 2.
Mengajukan pertanyaan berkait dengan topik diskusi atau seminar 3.
Mengomentari jalannya diskusi atau seminar yang telah berlangsung.
Tujuan Pembelajaran: Siswa mampu mengomentari pendapat seseorang
dalam suatu diskusi atau seminar.