Penyimpangan Prinsip Kerja Sama

a Kuantitas: Jika anda membantu saya memperbaiki mobil, saya mengharapkan konstribusi anda sesuai kebutuhan, tidak lebih, tidak juga kurang. Misalnya, kalau pada saat tertentu saya memerlukan empat sekrup, saya ingin anda memberikan kepada saya empat sekrup bukannya dua atau enam. b Kualitas: Saya mengharapkan konstribusi anda sungguh-sungguh, bukan palsu. Kalau saya memerlukan gula sebagai bahan pembuat kue yang anda minta saya membuatnya, saya tidak mengharapkan anda memberikan garam kepada saya; kalau saya memerlukan sendok, saya ingin sendok sungguhan bukan sendok mainan yang terbuat dari karet. c Relasi: Saya menginginkan konstribusi pasangan saya sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan pada setiap tahapan transaksi, seandainya saya sedang membuat adonan kue, saya tidak mengharapkan diberi buku atau lampin walaupun konstribusi barang-barang ini mungkin sesuai untuk tahapan berikutnya. d Cara : Saya mengharapkan pasangan saya menjelaskan konstribusi apa yang diberikannya dan melaksanakan tindakannya secara beralasan. 33 Ketika seseorang bertutur dalam suatu proses komunikasi dia mengharapkan tanggapan dari lawan tuturnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketika penutur ingin meminta sesuatu, harapannya adalah sesuatu yang diminta akan diperoleh. Banyak faktor yang menyebabkan satu proses komunikasi menjadi gagal, di antaranya: 1 Lawan tutur tidak mempunyai pengetahuan Proses komunikasi atau pertuturan akan gagal apabila lawan tutur tidak mempunyai pengetahuan mengenai objek yang dibicarakan. 2 Lawan tutur tidak sadar Suatu proses pertuturan melibatkan penutur, lawan tutur dan pesan atau objek yang dituturkan; tetapi dengan syarat lawan tutur harus 33 Nadar, Pragmatik Penelitian Pragmatik, h. 26 dalam keadaan sadar atau menyadari adanya tuturan dari seorang penutur. 3 Lawan tutur tidak tertarik Proses pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila informasi atau objek yang dibicarakan sama-sama diminati oleh penutur dan lawan tutur; atau lawan tutur juga mempunyai perhatian terhadap informasi yang disampaikan oleh penutur. 4 Lawan tutur tidak berkenan Proses pertuturan akan gagal kalau lawan tutur tidak berkenan atau tidak suka dengan cara penutur menyampaikan informasi tuturannya. 5 Lawan tutur tidak paham Apabila lawan tutur tidak dapat memahami maksud dari tuturan penutur, maka komunikasi tidak akan berlanjut. 6 Lawan tutur terkendala kode etik Lawan tutur dapat menjawab permintaan penutur, tetapi kalau dijawab dia akan melanggar kode etik yang harus dipegangnya. 34 Jadi, ketika kita melakukan proses komunikasi hendaknya berusaha untuk menerapkan dan mematuhi prinsip kerja sama Grice yang terdiri dari empat maksim, yaitu 1 maksim kuantitas; 2 maksim kualitas; 3 maksim relavansi; dan 4 maksim cara, agar pesan yang kita sampaikan atau maksud pembicaraan kita bisa tersampaikan dengan baik kepada lawan tutur.

3. Humor beserta fungsinya

Humor atau lelucon merupakan kenyataan universal, dan digunakan oleh setiap orang di sepanjang hidupnya sebagai penghibur atau bumbu- bumbu percakapan. Dalam suasana yang kaku, humor difungsikan sebagai pemecah ketegangan, sehingga suasana kaku berubah menjadi tidak beku lagi. Dalam konteks sosial politik, humor digunakan sebagai peranti kontrol sosial dan sarana menyampaikan masukan. Dalam berbagai surat kabar dan majalah atau bulletin politik, sering kali dimunculkan gambar- 34 Chaer, Kesantunan, h. 38-44 gambar yang bernuansa komikal. Dalam dunia pendidikan, humor juga dipercaya dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan variasi- variasi pembelajaran. Tetapi, ada kalanya humor dapat mengundang kemarahan. Dia menjadi pangkal kejengkelan dan perselisihan. Seseorang yang berselera humor rendah, dapat saja tersinggung ketika dirinya mendapat olok-olokan dari seorang teman. Maka dapatlah dikatakan bahwa sesungguhnya sosok humor itu bagaikan bilah-bilah pisau bermata tajam dua. Di satu sisi dia digunakan sebagai sarana pendukung komunikasi, di lain sisi berfungsi sebagai pemicu terjadinya ketidakmulusan komunikasi. 35 Danandjaja dalam Darmansyah menyatakan bahwa humor adalah sesuatu yang dapat menimbulkan atau menyebabkan pendengarannya merasa tergelitik perasaan lucunya, sehingga terdorong untuk tertawa. 36 Sheinowizt menyatakan bahwa humor dapat juga diartikan suatu kemampuan untuk menerima, menikmati dan menampilkan sesuatu yang lucu, ganjil atau aneh yang bersifat menghibur. 37 Wijana mengatakan bahwa humor baik yang bersifat protes sosial, berfungsi sebagai pelipur lara, dan mampu membawa pembaca dari keadaan telis ke keadaan paratelis. Selain itu, humor juga dapat menyalurkan ketegangan bathin yang menyangkut ketimpangan norma masyarakat yang dapat dikendurkan melalui tawa. 38 Sheinowizt dalam Darmansyah menyatakan bahwa humor dapat juga diartikan suatu kemampuan untuk menerima, menikmati dan menampilkan sesuatu yang lucu, ganjil atau aneh yang bersifat menghibur. 39 35 Kunjana Rahardi, Dimensi-Dimensi Kebahasaan, Jakarta: Erlangga, 2006, h. 93 36 Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, Jakarta : Bumi Aksara, cet.1, 2010, h. 68 37 Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, h. 66 38 I Dewa Putu Wijana, Kartun : Studi tentang Permainan Bahasa, Yogyakarta : Ombak, 2003,h. 3 39 Darmansyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, h. 66 Jadi, humor adalah wacana lisan maupun tulisan yang bisa menimbulkan tawa dan juga kemarahan, bergantung kepada jenis humor yang disampaikan. Ketika humor dapat menimbulkan tawa dan senyuman, maka humor tersebut berfungsi sebagai sebuah hiburan dan pelipur lara, menghilangkan stress serta kejenuhan. Sebaliknya apabila humor tersebut menimbulkan kejengkelan atau kemarahan maka akan mengakibatkan terjadinya pertengkaran maupun perselisihan. Dalam sejarah kepelawakan kita sudah melihat Charlie Chaplin dan Mr. Bean dalam film-film serialnya yang hanya menampilkan gerak-gerik untuk memancing senyum atau tawa penonton. Pelawak-pelawak Indonesia dari Bing Slamet, Benyamin S. Bagio dan kawan-kawan, Bokir dan kawan-kawan, rombongan Sri Mulat, sampai yang terakhir rombongan Parto dengan Opera Van Javanya di stasiun televise. Menggabungkan gerak-gerik kostum yang aneh-aneh, dan ujaran-ujaran yang tidak lazim untuk memancing tawa penonton. 40 Pradopo 1985 membeda-bedakan humor menjadi tiga jenis, yakni humor sebagai kode bahasa, humor sebagai kode sastra, dan humor sebaga kode budaya. Di dalam sastra, humor berfungsi sebagai pengikat tema dan fakta cerita. Sebagai kode budaya, humor merupakan hasil budaya masyarakat pendukungnya. Sebagai kode bahasa, ditemukan cara penciptaan humor, yakni dengan penyimpangan makna, penyimpangan bunyi, dan pembentukan kata baru. Humor dapat ditampilkan dengan melakukan penyimpangan kaidah pragmatik, seperti penyimpangan 2 jenis implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur pertuturan. Yang pertama menyangkut makna bentuk-bentuk linguistik, sedangkan yang kedua menyangkut elemen- elemen wacana yang menurut Grice 1975 dinamakan prinsip kerja sama. Humor yang berkembang dewasa ini bertumpu pada tiga teori utama, yakni teori ketidaksejajaran, teori pertentangan, dan teori pembebasan. Teori ketidaksejajaran dan pertentangan mengemukakan bahwa humor 40 Abdul Chaer, Cekakak-Cekikik Jakarta, Jakarta : PT Rineka Cipta, cet.1, 2011, h. ix secara tidak kongruen menyatukan dua makna atau penafsiran yang berbeda ke dalam suatu objek yang kompleks. Ketidaksejajaran atau ketidaksesuaian bagian-bagian itu dipersepsikan secara tiba-tiba oleh penikmatnya. Seperti contoh kartun di bawah ini yang menggabungkan dua konsep yang satu sama lain berbeda dengan satu kata yang secara kebetulan memiliki bunyi yang sama, yaitu lima. 13. A : Masak Peru ibu kotanya Lima, banyak amat? B : Bukan jumlahnya….tapi namanya. Ketidaksejajaran atau pertentangan di dalam wacana kartun dikreasikan oleh para kartunis untuk menanggapi kondisi masyarakatnya atau sekadar bersenda gurau yang pada akhirnya diharapkan dapat melepaskan khalayak pembaca dari keseriusan dan berbagai beban kehidupan. Sebagai pemerjelas perhatikan contoh di bawah ini : 14. A : Kau telah disemir oleh oknum-oknum itu, ya? B : Bapak menghina saya, ya. Saya ini pejabat bukan sepatu. Wacana kartun 14 memanfaatkan ambiguitas kata disemir. Secara literal kata disemir bermakna „membersihkan sepatu atau rambut agar mengkilat dengan cairan atau bahan tertentu‟, sedangkan secara figuratif bermakna „diberi uang secara tidak legal untuk memperlancar atau mempermudah suatu urusan‟. Pengacauan antara pemakian yang bersifat literal dan nonliteral itulah letak kejenekaan wacana kartun 14 di atas. Humor merupakan teka-teki yang terpahami ketidaksejajarannya. Dalam kaitannya dengan pemahaman humor, para penikmat harus menemukan semacam kaidah kognitif cognitive rule ketidaksejajaran itu. Penemuan kaidah ditandai dengan penolakan salah satu rangsangan atau kemungkinan interpretasi yang disodorkan. 41 Sifat-sifat khas wacana humor dapat juga didasarkan atas teori Hymes 1974 yang 41 Wijana, Kartun, h. 12-27

Dokumen yang terkait

Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dan Implikatur dalam Acara Debat TV One serta Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

2 9 186

PRINSIP KERJA SAMA TUTURAN ANTARTOKOH DALAM NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DI SMA

1 4 34

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA SEBAGAI PEMBENTUK WACANA HUMOR PADA TUTURAN DIALOG WAYANG KAMPUNG SEBELAH DI MNC TV Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Sebagai Pembentuk Wacana Humor Pada Tuturan Dialog Wayang Kampung Sebelah Di MNC TV Dan Implikasi Pembentuk

0 7 14

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA SEBAGAI PEMBENTUK WACANA HUMOR PADA TUTURAN DIALOG WAYANG KAMPUNG SEBELAH DI Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Sebagai Pembentuk Wacana Humor Pada Tuturan Dialog Wayang Kampung Sebelah Di MNC TV Dan Implikasi Pembentuk Teks A

0 5 12

PENYIMPANGAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN PADA NOVEL HUMOR BUKAN 3 IDIOT KARYA BOIM LEBON Penyimpangan Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan pada Novel Humor Bukan 3 Idiot Karya Boim Lebon.

0 3 17

PENYIMPANGAN PRINSIP KERJA SAMA DAN PRINSIP KESOPANAN PADA NOVEL HUMOR BUKAN 3 IDIOT KARYA BOIM LEBON Penyimpangan Prinsip Kerja Sama dan Prinsip Kesopanan pada Novel Humor Bukan 3 Idiot Karya Boim Lebon.

0 2 14

PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DAN IMPLIKATUR WACANA HUMOR DALAM RUBRIK “MESEM” Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Dan Implikatur Wacana Humor Dalam Rubrik “Mesem” Surat Kabar Harian Warta Jateng.

0 1 12

Pelanggaran Maksim Kerja Sama Dalam Dialog Humor Pada Laman www.humour.com.

0 0 5

View of IMPLIKATUR PERCAKAPAN DAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM DIALOG HUMOR

0 0 8

PRINSIP KERJA SAMA DALAM DIALOG ANTARTOKOH PADA NOVEL “RANTAU 1 MUARA” KARYA AHMAD FUADI

0 1 9