kebutuhan dalam rangka tujuan atau maksud pertuturan; jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan.
26
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam berkomunikasi lazimnya untuk memenuhi tuntutan prinsip kerja sama penutur
memberikan informasi sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Di dalam wacana humor, seperti wacana kartun, diciptakan dialog-dialog
yang melanggar maksim ini. Misalnya saja salah seorang tokoh kartun memberikan konstribusi yang kurang memadai dari apa yang dibutuhkan
oleh lawan bicaranya sehingga kelancaran komunikasi menjadi terganggu.
27
13. Bayangannya Juga Hitam
Mpok Mun : Di Tenabang sekarang banyak orang Afrika item-
item deh. Mpok Jun
: Katanya, sampe bayangannya juga item. S Waktu, tempat, suasana : Pagi hari, di toko sembako, suasana ramai.
P Peserta tutur : Mpok Mun dan Mpok Jun
E Maksud dan tujuan : Mpok Mun memberitahukan banyak orang
Afrika yang badannya hitam-hitam di Tenabang, sedangkan Mpok Jun membalas
informasi Mpok Mun dengan mengatakan bayangannya juga hitam.
A Bentuk dan isi ujaran :
Bentuk ujaran
merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai orang Afrika yang berbadan hitam.
K Nada, cara, semangat : Mpok Mun dan Mpok Jun menyampaikan
informasinya dengan nada yang semangat menyala-nyala.
I Jalur bahasa : Jalur lisan
N Normaaturan : Akrab dan jujur
26
Nadar, loc. cit
27
I Dewa Putu Wijana, Kartun, h. 78-79
G Jenis bahasa : Narasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di sebuah toko dalam keadaan ramai. Peserta tutur terdiri dari Mpok Jun dan Mpok
Mun. Pertuturan di atas dianggap menyimpang dari maksim kuantitas, karena Mpok Jun menyampaikan informasi yang berlebihan mengenai
informasi yang disampaikan oleh Mpok Mun. Semua orang mengetahui bahwa warna dari bayangan adalah hitam. Informasi yang disampaikan
Mpok Jun hanyalah kelucuan belaka, karena Mpok Mun memberitahukan orang Afrika banyak yang berbadan hitam sehingga Mpok Jun
memanfaatkan kata „hitam’ untuk bayangan dari badan orang Afrika.
Wacana humor di atas memanfaatkan teori pembebasan, sehingga makna literal kata „hitam’ yang sesungguhnya dibebaskan dengan mengaitkan
makna figuratifnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi
“Do not make your contribution more informative than is required”, yang diartikan oleh
Nadar Jangan memberikan informasi yang berlebihan melebihi kebutuhan.
28
Teori Grice tersebut kemudian dikembangkan oleh I Dewa Putu Wijana yang menjelaskan bahwa bentuk penyimpangan maksim kuantitas
yang lain adalah pemberian informasi yang sifatnya berlebih-lebihan. Bila penutur mengetahui lawan bicaranya memberikan konstribusi semacam itu
tentu ia tidak akan bertanya. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh di bawah ini:
1 + Mobilku ringsek ketabrak kereta… kau bisa ngetok sampai kelihatan
baru lagi? -
Bisa tuan, tapi waktunya kira-kira 16 tahun. 2
+ Apa kapal selam ini masih dipakai untuk menyelam? -
Masih Tapi, nggak bisa nimbul lagi.
28
Nadar, loc. cit.
Bila diperhatikan secara seksama konstribusi tokoh - pada wacana 1 dan 2 di atas sifatnya berlebih-lebihan dan menyesatkan lawan
bicaranya. Setiap orang tentu mengetahui bahwa mengetok mobil selama 16 tahun berarti sama saja bahwa mobil itu tidak dapat diperbaiki lagi.
Begitu jua kapal selam yang tidak bisa muncul ke permukaan laut lagi tidak bedanya dengan tidak dapat dipergunakan lagi.
29
Hal ini sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Mpok Jun pada percakapan di atas,
semua orang tentu mengetahui bahwa warna bayangan adalah hitam, dan tidak ada warna bayangan dengan warna lain.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai maksim kuantitas, menurut peneliti ditemukan enam 6 kata kunci, yaitu:
Informasi cukup, relatif memadai, seinformatif mungkin, sejelas mungkin, tidak berlebihan, dan informasi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
penutur.
b. Penyimpangan Maksim Kualitas
Maksim kualitas mengharapkan setiap peserta tutur memberikan informasi yang benar, logis, dan sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya.Jika terdapat peserta tutur yang memberikan informasi yang salah, mengada-ada, tidak logis dan tidak bisa didukung dengan bukti-
bukti yang jelas maka bisa dikatakan menyimpang dari maksim kualitas. 14.
Masih Kuncup Tati
: Tivi kalau pakai antene parabola enak deh, bisa dapat siaran tivi luar negeri. Tapi sayangnya antene parabola
harganya jutaan.
Nani : Yang murah harga seratusan juga ada. Kamu mau ? Tati
: Mana mungkin ada parabola yang harganya seratusan. Nani : Kamu tidak tahu, ada
Tati : Yang bagaimana ?
Nani : Yang masih kuncup, belum mekar. Siram saja setiap hari. Nanti dia akan mekar.
HDCCJ: 42176
29
I Dewa Putu, Kartun, h. 80-81
S Waktu, tempat, suasana : Sore hari, di dalam rumah, suasana sepi. P Peserta tutur
: Tati dan Nani E Maksud dan tujuan
: Tati memberitahukan bahwa melihat televisi dengan memakai antene parabola
lebih enak karena bisa melihat siaran luar negeri, akan tetapi harga antene parabola
mahal, sedangkan
Nani memberikan
informasi bahwa adanya antene parabola seharga seratus ribu.
A Bentuk dan isi ujaran :
Bentuk ujaran
merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai harga antene parabola.
K Nada, cara, semangat : Tati bertanya dengan nada serius dan
penasaran, sedangkan Nani memberikan informasi dengan semangat.
I Jalur bahasa : Jalur lisan
N Normaaturan : Akrab dan tidak jujur
G Jenis bahasa : Eksposisi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada sore hari, di sebuah rumah dalam keadaan yang sepi. Pertuturan di atas dianggap menyimpang
dari maksim kualitas, karena penutur Nani memberikan informasi yang salah dan mengada-ada mengenai antene parabola yang disamakan dengan
bunga atau tanaman. Harga antene parabola yang paling murah adalah dua ratus lima puluh ribu rupiah, sedangkan Nani memberitahukan kepada Tuti
dengan serius bahwa antene parabola ada yang harga seratus ribu yaitu yang masih kuncup dan belum mekar. Jawaban yang diberikan oleh Nani
hanyalah kelucuan belaka dan tidak logis, karena memanfaatkan teori ketidaksejajaran dalam humor. Selain itu, juga bisa menimbulkan
kekesalan dalam diri Tati, karena antene parabola yang masih kuncup dan disiram setiap hari agar mekar tidak mungkin ada di toko televisi
manapun.
Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not say what you believe to be false and do not say that which you lack adequate
evidence,” yang diartikan oleh Nadar Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar; jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat
dibuktikan secara memadai.
30
Teori Grice tersebut menjelaskan bahwa di dalam berbicara secara kooperatif, masing-masing peserta percakapan harus berusaha sedemikian
rupa agar mengatakan sesuatu yang sebenarnya. Peserta tindak tutur hendaknya mengatakan sesuatu berdasarkan atas bukti-bukti yang
memadai. Dari data yang terkumpul, terlihat bahwa oposisi logis dan tidak logis merupakan aspek penting di dalam penciptaan dialog dan monolog
humor. Tokoh atau tokoh-tokoh yang dikreasikan oleh para kartunis sering kali mengucapkan hal-hal yang tidak masuk akal. Sehingga sering kali
menyimpang dari maksim kualitas.
31
15. Segede Upil
A : Bang, dukunya sekilo berapa Bang?
B : Sepuluh ribu, Nyonya?
A : Ah, si Abang, duku segede-gede upil ini kok mahal amat
B : Ya, Nyonya, kalau upilnya segede gini, nah, hidungnya
segede apa? HDCCJ: 134213
S Waktu, tempat, suasana : Pagi hari, di pasar buah, suasana ramai. P Peserta tutur
: A dan B Anonim E Maksud dan tujuan
: A ingin mengetahui harga duku sekilo dan mengejek mahalnya harga duku dengan
mengatakan duku
sebesar-besar upil,
sedangkan B memberitahu harga duku dan menanggapi pernyataan A.
30
Nadar, loc. cit
31
I Dewa, op. cit., h. 81-82
A Bentuk dan isi ujaran :
Bentuk ujaran
merupakan kalimat
langsung, sedangkan isi ujaran mengenai mahalnya harga duku.
K Nada, cara, semangat : A bertanya dengan nada santai dan
mengejek, sedangkan
B membalas
pernyataan A dengan nada santai. I Jalur bahasa
: Jalur lisan N Normaaturan
: Akrab dan Kasar Jorok G Jenis bahasa
: Argumentasi
Interpretasi konteks pertuturan di atas terjadi pada pagi hari, di pasar buah dalam keadaan yang ramai. Pertuturan di atas dianggap menyimpang
dari maksim kualitas, karena masing masing peserta tutur memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta. Penutur A bertanya mengenai
harga duku sekilo, dan dia beranggapan bahwa duku sekilo seharga sepuluh ribu adalah harga yang mahal, maka dia mengatakan duku
sebesar-besar upil, begitu pula dengan penutur B yang mengatakan kalau upilnya sebesar buah duku, maka bagaimana dengan hidungnya. Duku
sebesar-besar upil mengandung makna sebaliknya, artinya duku tersebut sangatlah kecil sehingga diumpamakan seperti upil, begitu pula
sebaliknya, tidak pernah ada upil yang besarnya seperti buah duku. Penutur A bermaksud menyindir lawan tuturnya B, sehingga mengatakan
duku sebesar-besar upil, begitu pula dengan penutur B, yang juga bermaksud menyindir lawan tuturnya A dengan mengatakan kalau upilnya
sebesar buah duku, maka bagaimana dengan hidungnya. Wacana humor di atas telah memanfaatkan teori pertentangan, sehingga makna figuratif yang
disampaikan berlawanan dengan makna literalnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Grice yang berbunyi “Do not say
what you believe to be false and do not say that which you lack adequate evi
dence,” yang diartikan oleh Nadar Jangan mengatakan sesuatu yang