posisi memainkanpun bisa dilakukan dalam posisi berdiri maupun posisi duduk, hal ini didukung dengan dibuatnya semacam stand kaki penyangga pada garantung
buatannya yang bisa dilepas dan dipasang sesuai keinginan penggunanya, hal ini belum pernah ditemukan pada garantung sebelumnya, dan banyak ciri lain yang
berupa bentuk resonator, motif dan ornamentasi, juga pewarnaan, dan tetap mempertahankan mempergunakan alat-alat dan bahan-bahan yang sederhana.
26
1.4.2 Teori yang Digunakan
Berdasarkan konsep-konsep di atas, maka dalam tulisan ini penulis mengkaji mengenai proses pembuatan instrumen garantung Batak Toba, termasuk juga teknik
pembuatan, proses pembuatannya, oleh bapak Junihar Sitohang, di Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Helvetia, Kota Medan, juga mengenai teknik-teknik
dalam memainkan, fungsi musik, ornamentasi hiasan yang dibedakan dengan konstruksi, dan beberapa pendekatan sosial budayanya.
Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041. Sesuai
dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menggunakan beberapa landasan teori yang berkaitan relevan dengan tulisan ini.
Berdasarkan Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 253, ”Eksistensi artinya keberadaan”. Hal ini berkaitan juga dengan eksistensi
keberadaan garantung pada etnis Batak Toba dalam hal ini yang berada di kota Medan. Teori ini digunakan untuk membahas mengenai keberadaan dan eksistensi
garantung yang terdapat di kota Medan.
26
Wawancara tanggal 10 september 2009
Universitas Sumatera Utara
Dalam tulisan ini, penulis juga membahas tentang pendeskripsian alat musik garantung, maka dalam hal ini penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh
Susumu Khasima 1978 : 74, yaitu: ” Dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni
pendekatan struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu; aspek fisik instrumen musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar
bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Dan secara fungsional, yaitu : fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi
suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, dalam kaitannya dengan
komposisi musik dan kekuatan suara”
Teori ini digunakan untuk membahas mengenani kajian struktural dan kajian fungsional dari garantung Batak Toba buatan Junihar Sitohang.
Untuk mengetahui sistem permainan atau teknik permainan garantung oleh bapak Junihar maka penulis menggunakan dua pendekatan yang dikemukakan oleh
Nettl 1963 : 98 yaitu: ” Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita
dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat”
Selanjutnya Charles Seeger juga mengemukakan dalam Nettl 1964 : 100 yaitu :
” Ada dua tujuan musikal yaitu secara perspektif dan deskriptif . Secara ringkas diterangkan bahwa perspektif dapat disebut sebagai notasi yang
tidak lebih dari untuk membantu pemain mengingat terhadap musik pada saat pertunjukan. Sedangkan deskriptif adalah notasi yang menuliskan
semua karakter musikal secara rinci dari suatu komposisi musik yang diperdengarkan.”
Teori ini digunakan untuk membahas tenik permainan yang terdapat pada garantung
Batak Toba. Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu:
Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, Membranofon, penggetar
utama bunyinya adalah kulit atau membran, Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.
Mengacu pada teori tersebut, maka garantung Batak Toba adalah instrumen
musik idiofon yang terdiri dari bilah-bilah kayu yang dibunyikan dengan dipukul dengan stick pemukul palu-palu sebagai sumber bunyinya.
Dalam tulisan ini juga dibahas mengenai perubahan atau modifikasi garantung buatan bapak Junihar Sitohang yang memiliki jumlah bilah dan bentuk
juga yang berbeda dengan garantung sebelumnya dikarenakan jenis repertoar yang dibawakan, yang adalah pengaruh dari musik pop Batak Toba, dan musik rohani
Batak Toba, maka penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat 1967 : 247, yaitu :
”Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu
kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.”
Teori ini digunakan untuk membahas mengenai perubahan bentuk garantung baik dari segi jumlah bilah, posisi memainkan dan bentuk-bentuk lainnya.
Proses penyebaran manusia yang membawa unsur kebudayaan, dalam hal ini berkaitan dengan pengaruh musik rohani Kristen yang terjadi pada masyarakat Batak
Toba. Yang juga mempengaruhi aspek seni musik pada masyarakat Batak Toba, khususnya pada garantung buatan bapak Junihar Sitohang adalah merupakan proses
Universitas Sumatera Utara
difusi. Penulis mengacu pada teori difusi yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat 1967:244, yaitu:
”Difusi adalah penyebaran dan migrasi kelompok manusia di muka Bumi, turut pula tersebar unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia”.
Teori ini digunakan untuk membahas masalah pengaruh masuknay pengaruh agama kristen protestan juga masuknya pengaruh musik pop barat yang turut
mempengaruhi perubahan yang terjadi pada garantung.
1.5 Metode Penelitian