bagian Utara dan Tengah, sebagian tinggal, dan yang lainnya melintasi daratan yang sekarang disebut Pulau Jawa menuju kearah timur Pasaribu : ii.
Dengan adanya migrasi, juga akan membawa elemen-elemen budaya dari suatu tempat ke tempat lainnya yang merupakan perlintasan maupun wilayah tujuan
dari migrasi tersebut. Dengan kata lain, bahwa kebudayaan manusia berasal dari suatu sumber dan dari suatu tempat tertentu yang dikenal dengan istilah kebudayaan
induk. Kebudaayaan induk tersebut “berkembang dan menyebar dan pecah ke dalam banyak kebudayaan baru, karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu”
Koentjaraningrat 1987 : 111-112. Dari penjelasan kutipan di atas dapat diambil suatu pendapat yang meyakini
bahwa garantung merupakan salah satu kebudayaan yang dibawa migrasi ke Sumatera Utara pada etnis Batak Toba. Dimana pada kebudayaan musikal yang
terdapat pada suatu etnis di Thailand dan Burma juga ditemukan alat musik berjenis xylophone yang dilaras dan memainkan melodi layaknya garantung yang terdapat
pada etnis Batak Toba.
4.1.2 Sejarah Perkembangan Bilah Garantung
Jumlah bilah pada garantung Batak Toba memiliki tiga tahap perkembangan menurut era dan pengaruh dari perkembangan kesenian musik pada masyarakat
Batak Toba, seperti berikut: •
Garantung 5 lima bilah, berawal dan terdapat pada masa adanya aliran kepercayaan tradisional pada masyarakat seperti aliran
Parmalim, Parhudamdam, Parbaringin dan Si Raja Batak. Pada
Universitas Sumatera Utara
masa ini, garantung memiliki fungsi sebagai pengiring dari ritual aliran kepercayaan tersebut. Dan tangga nada yang terdapat pada
garantung pada masa itu adalah sistem lima nada, dan nadanya masing-masing adalah nang, ning, nung, neng, nong, dan belum
menggunakan sistem penalaan musik barat. •
Garantung 8 delapan bilah, berkembang sejak adanya kesenian Opera Batak yang berkembang sebagai suatu bentuk hiburan pada
masyarakat Batak Toba, yang pertama kali diprakarsai oleh Tilhang Gultom. Adanya nyanyian-nyanyian pada pertunjukan Opera Batak
tersebut membuat garantung mengalami modifikasi menjadi 8 bilah, dikarenakan pengaruh jangkauan nada yang banyak terdapat pada
nyanyian-nyanyian yang kerap dibawakan dalam pertunjukan Opera Batak tersebut sudah menggunakan sistem penalaan yang
menyerupai diatonis
84
• Garantung 11 sebelas bilah, pengaruh musik pop Batak Toba dan
musik rohani Kristen yang merupakan agama mayoritas masyarakat Batak Toba menjadi salah satu factor yang sangat mempengaruhi
kemunculan garantung 11 bilah tersebut. Jangkauan 1 oktaf dirasa kurang mampu atau kurang cocok dengan keberadaan lagu-lagu pop
Batak dan lagu rohani Kristen batak saat ini, sehingga ditambah lah menjadi 1,5 satu setegah oktaf yang dirasa cukup mampu untuk
menjangkau nada-nada yang banyak digunakan dalam lagu-lagu pop Batak dan pop rohani Batak tersebut. Tidak hanya dalam hal tersebut,
.
84
Aproksimatif menyerupai diatonis Barat
Universitas Sumatera Utara
dalam hal penalaan, garantung 11 bilah tersebut telah disesuaikan nada-nadanya dengan penalaan diatonis barat, sehingga mampu
dimainkan bersama dengan instrumen musik barat maupun instrumen lain diluar instrumen musik Batak Toba. Bapak Junihar Sitohang
adalah orang yang pertama kali membuat garantung jenis ini di kota Medan. Garantung jenis ini tidak hanya digunakan dalam upacara-
upacara adat masyarakat Batak Toba saja, tetapi juga sudah digunakan dalam kegiatan kebaktian Kristen pada masyarakat Batak
Toba, khususnya yang terdapat di kota Medan, tidak hanya itu, kegiatan pertunjukan lainnya yang bukan merupakan kegiatan adat
atau upacara masyarakat Batak Toba, seperti peresmian sebuah lembaga pemerintahan maupun lembaga swasta lainnya, garantung
jenis ini pun sering digabungkan dengan instrumen musik Barat dan instrumen musik diluar musik Batak Toba.
85
4.2 Klasifikasi Garantung Batak Toba