Diagnosis Kanker Serviks Terapi Kanker Serviks

Stadium IIIb : perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal. Stadium IV : perluasan ke luar organ reproduktif. Stadium Iva : keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum. Stadium Ivb : metastase jauh atau keluar dari rongga panggul.

II.4.4. Diagnosis Kanker Serviks

Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Pada dasarnya dijumpai lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukan biopsi walau hasil pemeriksaan pap smir masih dalam batas normal. Sementara itu, biopsi lesi yang tidak kasat mata dilakukan dengan bantuan kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak kasat mata didasarkan dari hasil pemeriksaan sitologi serviks pap smir. Diagnosis kanker serviks hanya berdasarkan pada hasil pemerikasaan histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis. Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anesthesia dan dapat dilakukan secara rawat jalan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi dengan penekanan atau meninggalkan tampon vagina. Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi besar. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi. Konisasi dapat dilakukan dengan pisau cold knife atau dengan elektrokauter Aziz dkk,2006:447-448.

II.4.5. Terapi Kanker Serviks

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan bergantung Universitas Sumatera Utara pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Untuk ini, diperlukan pemeriksaan fisik yang seksama. Juga diperlukan kerja sama yang baik antara ginekologi onkologi dengan radio terapi dan patologi anatomi. Pada umumnya kasus stadium lanjut stadium IIb, III, dan IV dipilih pengobatan radiasi yang diberikan secara intrakaviter dan eksternal, sedangkan stadium awal dapat diobati melalui pembedahan atau radiasi. Terapi tunggal apakah berupa radiasi atau operasi merupakan pilihan bila kanker serviks dapat didiagnosis dalam stadium dini. Namun, sayang tidak sedikit penderita kanker serviks dating berobat setelah stadium lanjut dimasa terapi yang efektif menjadi persoalan. Pada dasarnya untuk stadium lanjut IIb, III dan IV diobati dengan kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter brakhiterapi. Kombinasi radiasi ini untuk mendapatkan dosis cukup pada titik A. berbagai perangkat radiasi dapat digunakan untuk menghasilkan kekuatan radiasi sesuai dengan kebutuhan. Teknologi radiasi eksterna dimulai tahun 1954 dengan ditemukannya alat radiasi Cobalt 60 yang sudah memberikan energi 1 cm dibawah kulit. Akhir-akhir ini lebih disenangi linear accelator yang menghasilkan energi foto dan mulai memberi energi 3-4 cm di bawah kulit. Kombinasi pemberian sisplatin mingguan bersamaan dengan radiasi memberikan respons yang cukup baik. Akan tetapi, bila terjadi kekambuhan baik local maupun jauh, setelah terapi kemoradiasi ini biasanya usaha pengobatan lain sering gagal. Banyak penelitian tentang pemberian kemotrapi baik tunggal maupun kombinasi untuk mengobati penderita kanker serviks stadium lanjut atau kasus berulang yang tidak mungkin dilakukan tetapi operatif atau radiasi. Kombinasi antara bleomisin, sisplatin, dan ifosfamid tampaknya memberi respons yang lebih baik, tetapi efek samping pada Universitas Sumatera Utara sistem syaraf pusat cukup mengganggu. Klinik Mayo melaporkan pemberian kombinasi kemotrapi metotreksat – visblatin – doksorubisin dan sisplatin memberikan hasil hasil yang lebih baik dengan efek samping yang lebih ringan. Harapan hidup penderita akan menjadi lebih baik bila setelah pemberian neoajuvan kemoterapi ini dapat dilanjutkan dengan operasi radikal. Evaluasi respon kemoterapi neoajuvan ini dengan bantuan MRI karena MRI dapat membedakan antara gambaran jaringan fibrosis dan jaringan tumor. Akhir-akhir ini ada kecenderungan pembedahan kanker ginekologik menjadi kurang agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan mempertahankan fungsi organ genital. Kanker serviks stadium Ia1 cukup hanya konisasi, sedangkan untuk stadium lainnya fungsi reproduksi terpaksa dikorbankan. Pada tahun 1994 D’Argent memperkenalkan teknik operasi radikal kanker serviks stadium dini dengan mempertahankan uterus. Operasi radikal ini dikenal sebagai trakhelektomi radikal, dilakukan pada penderita kanker serviks stadium dini yang masih ingin hamil. Pada saat trakhelektomi radikal dilakukan melalui vagina dan limpadenektomi dengan bantuan laparoskop. Trakhelektomi ini dapat juga dilakukan melalui abdominal dengan cara dan peralatan yang sama seperti operasi histerektomi radikal biasa. Bahkan, pendekatan perabdominal terasa lebih sederhana karena operator tidak perlu mendapatkan pelatihan khusus disamping jaringan parametrium yang diambil lebih banyak. Serviks dipotong setinggi orifisium uteri internum. Radikal trakhelektomi ini diindikasikan untuk stadium Ia 2 dan Ib 1 IIa dengan lesi kurang 2 cm dan tidak ada anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis Azis,dkk,2006:448-449.

II.5. Kesadaran