4. Gambaran Perilaku Petugas Kesehatan dalam Penatalaksanaan MTBS Diare di Puskesmas kota Cilegon
Pengelompokkan petugas kesehatan berdasarkan kategori perilaku dapat dilihat pada tabel 5.3.7 berikut ini:
Tabel 5.3.7 Distribusi Frekuensi Petugas Kesehatan menurut Perilaku di Puskesmas
kota Cilegon Juni 2014 n=51
Perilaku Frekuensi
Persentase Baik
28 54.9
Cukup 23
45.1
Total 51
100.0
Sumber: Data Primer 2014 Dari tabel diatas didapat bahwa perilaku petugas kesehatan baik sebanyak 28
responden dengan persentase 54.9 dan cukup sebanyak 23 responden dengan persentase 45.1.
5.4. Hasil Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis data dari dua variabel yang berbeda. Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan dan motivasi dengan perilaku dalam penatalaksanaan MTBS diare di puskesmas kota Cilegon. Teknik analisis yang dilakukan dengan
menggunakan uji Chi-Square.
1. Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Petugas Kesehatan dalam Penatalaksanaan MTBS Diare di Puskesmas kota Cilegon
Tabel 5.4.1 Hasil analisis Chi-Square Pengetahuan dengan Perilaku Petugas Kesehatan
dalam Penatalaksanaan MTBS Diare di Puskesmas di kota Cilegon Juni 2014 n=51
Pengetahuan Perilaku
Total p-value
Baik Cukup
n N
n Baik
17 33.3
15 29.4
32 62.7
0.968
Cukup
11 21.6
8 15.7
19 37.3
Total 28
54.9 23
45.1 51
100.0
Sumber: Data Primer 2014 Dari tabel 5.4.1 didapat persentase pengetahuan dengan perilaku baik
sebesar 33.3, pengetahuan baik dengan perilaku cukup sebesar 29.4, perilaku baik dengan pengetahuan cukup sebesar 21.6, dan pengetahuan dengan perilaku
cukup sebesar 15.7. Uji statistika didapat p-value= 0.968, hasil dikatakan bermakna apabila nilai significancy p 0.05. Hal tersebut menunjukkan tidak ada
hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku petugas kesehatan dalam Penatalaksanaan MTBS Diare di puskesmas kota Cilegon..
2. Hubungan Motivasi dengan Perilaku Petugas kesehatan dalam Penatalaksanaan MTBS Diare di Puskesmas kota Cilegon
Tabel 5.4.2 Hasil Analisis Chi-Square Motivasi dengan Perilaku Petugas Kesehatan
dalam Penatalaksanaan MTBS Diare di Puskesmas di kota Cilegon Juni 2014 n=51
Motivasi Perilaku
Total p-value
Baik Cukup
n N
n Baik
19 37.3
8 15.7
27 52.9
0.038
Cukup 9
17.6 15
29.4 24
47.1
Total
28 54.9
23 45.1
51 100.0
Sumber: Data Primer 2014
Dari tabel 5.4.2 didapat persentase motivasi dengan perilaku baik didapatkan hasil sebesar 37.3, motivasi baik dengan perilaku cukup sebesar
15.7, perilaku baik dengan motivasi cukup sebesar 17.6, dan persentase motivasi dengan perilaku cukup sebesar 29.4. uji statistika didapatkan nilai p-
value= 0.038. Hasil dikatakan bermakna apabila nilai significancy p0.05. Hal tersebut menunjukkan ada hubungan antara variabel motivasi dengan perilaku
petugas kesehatan dalam Penatalaksanaan MTBS Diare di puskesmas kota Cilegon..
72
BAB VI PEMBAHASAN
Pembahasan pada penelitian ini difokuskan pada pembahasan tentang karakteristik petugas kesehatan, hubungan pengetahuan dengan perilaku
penatalaksanaan MTBS diare di puskesmas kota Cilegon, dan hubungan motivasi petugas kesehatan dengan perilaku penatalaksanaan MTBS diare di puskesmas
kota Cilegon. Pada akhir pembahasan, peneliti juga menyertakan keterbatasan dari penelitian.
6.1. Analisa Univariat
1. Gambaran Karakteristik Petugas Kesehatan di Puskesmas di kota
Cilegon
a. Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk
menentukan indikator atau ukuran dari perilaku. Green 1980, dalam Notoatmodjo, 2010 mengatakan bahwa jenis kelamin merupakan
predisposing factor terjadinya perubahan perilaku seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua petugas
kesehatan berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 98.0, sedangkan petugas kesehatan laki-laki hanya sebesar 2.0.
Data ini menunjukkan adanya perbedaan proporsi yang signifikan antara petugas kesehatan perempuan dan laki-laki, maka pada penelitian
menggambarkan lebih banyak minat perempuan yang bekerja di puskesmas daripada laki-laki. Perbedaan jenis kelamin tidak muncul dalam perilaku
yang berorientasi terhadap tugas, orang, efektivitas dari manajer aktual, dan respons bawahan terhadap aktual Ivancevich, Robert, dan Michael, 2006.
Meskipun demikian, pelayanan kesehatan yang diberikan harus mampu menghadirkan pelayanan yang memuaskan bagi pasien Notoatmodjo,
2010. b. Usia
Usia merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perilaku seseorang Notoatmodjo, 2010. Usia secara positif mempengaruhi kepuasan kerja,
pekerjaan yang lebih berarti, dan keterampilan yang lebih baik Ivancevich, Robert, dan Michael, 2006. Siagian 2002 mengatakan bahwa semakin
meningkatnya usia seseorang maka kedewasaan teknis dan psikologi semakin bijaksana, mampu berfikir secara rasional, mengendalikan emosi,
dan toleran terhadap pendapat orang lain. Dari hasil penelitian didapat rata-rata usia petugas kesehatan 35 tahun
dengan usia termuda 25 tahun dan tertua 52 tahun dengan standar deviasi 0.633. Dasar penghitungan usia angkatan kerja menurut Badan Pusat
Statistika 2011 mengatakan bahwa usia 15-64 tahun merupakan usia produktif bagi warga negara Indonesia. Perbedaan usia perlu diperhatikan,
karena pekerjaan yang dengan usia tua cenderung lebih stabil dan matang, mempunyai pandangan yang seimbang sehingga tidak mudah mengalami
tekanan mental atau ketidakberdayaan dalam pekerjaan Masloch, 1982 dalam Nasir, 2008. Sehingga diharapkan petugas kesehatan yang memiliki
usia yang lebih tua mampu memberikan contoh yang baik bagi yang lebih muda karena dianggap lebih berpengalaman.