IDENTIFIKASI SIKLUS HIDUP GULA

25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI SIKLUS HIDUP GULA

Siklus hidup gula terjadi pada proses produksi gula di pabrik, yaitu mulai dari tebu digiling hingga menjadi produk gula yang siap untuk dipasarkan. Dalam siklus hidup gula melibatkan komponen-komponen yang mempengaruhi proses terbentuknya gula. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap penggunaan bahan tambahan dan energi secara kuantitatif dengan membandingkan antara target RKAP Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan dengan realisasi pada musim giling tahun 2011 di PG Subang. Gambar 6. Siklus hidup gula di PG Subang Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa pada proses produksi gula di PG Subang menghasilkan limbah maupun produk samping. Limbah yang dihasilkan berdasarkan siklus hidup gula di PG Subang berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah udara, namun limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Untuk limbah padat, ampas tebu digunakan untuk bahan bakar boiler yang akan menghasilkan gas CO 2 yang kemudian akan diserap kembali oleh tanaman tebu, sedangkan blotong dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman tebu. Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi gula dapat berupa uap air hasil proses penguapan, dimana uap air tersebut akan digunakan kembali sebagai air umpan untuk boiler, serta limbah cair lainnya yang berasal dari limbah proses produksi akan diolah di IPAL sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengairan tebu. Untuk produk samping seperti molasses dimanfaatkan untuk spirtus dan pembuatan monosodium glutamate MSG. Bahan baku utama yang digunakan PG Subang dalam menghasilkan gula berasal dari tanaman tebu. Bagian tanaman on farm adalah tempat dibentuknya gula baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Penggunaan bahan baku dan tambahan pada kegiatan budi daya tebu sangat berpengaruh terhadap rendemen dan produktivitas tebu yang dihasilkan. Pada prinsipnya untuk meningkatkan rendemen dan produktivitas tebu dapat dilaksanakan melalui penataan varietas, penyediaan bibit yang sehat dan murni, optimalisasi waktu tanam, pengaturan kebutuhan air, pemupukan berimbang, pengendalian hama, penentuan awal giling yang tepat, penentuan kebun tebu yang ditebang dengan Boiler 26 menggunakan analisa kemasakan, penebangan tebu secara bersih, dan pengangkutan tebu secara cepat. Pelaksanaan pengangkutan tebu yang telah ditebang harus sesegera mungkin karena jika tebu yang telah ditebang dibiarkan di lahan bahkan sampai menginap maka akan terjadi penurunan rendemen yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Perbandingan antara data RKAP Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan dengan realisasi musim giling tahun 2011 bagian tanaman dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Data perbandingan RKAP dan realisasi pada tahun 2011 bagian tanaman Uraian Satuan RKAP Realisasi Persentase Luas Areal ha 5.401 5.016,47 92,88 Jumlah tebu yang dihasilkan ku 4.248.400 3.460.183,2 81,45 Produktivitas tebu kuha 787 690 87,67 Produk SHS ku 292.752,6 229.905 79,23 Rendemen 6,87 6,69 97,38 Sumber : PG Subang 2011 Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa terjadi penurunan produktivitas tebu yang mengakibatkan penurunan persentase rendemen. Luas areal lahan yang rencananya akan ditebang seluas 5.401 ha, pada realisasinya hanya seluas 5.016,47 ha yang ditebang, atau sekitar 92,88 dari target perencanaan. Selain itu rendemen juga mengalami penurunan dari perencanaan awal, yaitu dari 6,87 menjadi 6,69 , atau sekitar 97,38 dari target. Dilihat dari segi kegiatan budi daya tebu, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya teknik budi daya yang kurang optimal sehingga mempengaruhi kualitas tebu yang dihasilkan sehingga tebu tidak layak untuk ditebang, mutu bibit bukan termasuk varietas unggul sehingga mempengaruhi kandungan gula yang terdapat pada tebu, selain itu manajemen tebang angkut yang kurang optimal. Waktu penebangan tebu yang tepat adalah saat pol tebu optimal yang dilakukan pada analisa pendahuluan, setelah diketahui pol tebu yang optimal, sesegera mungkin tebu ditebang dan diangkut ke pabrik gula untuk digiling. Namun pada kenyataannya tebu masih terlalu lama ditimbun di kebun maupun di cane yard sehingga mengakibatkan kadar gula dalam tebu menurun karena proses respirasi berjalan terus atau terjadi penguraian sukrosa, jika tebu sudah tiba di cane yard sebaiknya langsung digiling pada hari yang sama atau tidak boleh lebih dari 24 jam dari waktu kedatangan tebu, karena kadar gula dalam tebu akan menurun jika lebih dari 24 jam dan kemungkinan tebu sudah mulai rusak sehingga lebih sukar untuk diolah menjadi gula. PG Subang memiliki kebun tebu yang tersebar di beberapa daerah, masing-masing daerah dikelompokkan berdasarkan rayon dan radius jarak antara kebun tebu dengan pabrik gula. Radius dari PG Subang terdapat delapan radius, yaitu: radius 1 1-5 km, radius 2 6-10 km, radius 3 11-14 km, radius 4 15-20 km, radius 5 21-40 km, radius 6 41-50, radius 7 51-60 km, dan radius 8 61-70 km. Produktivitas masing-masing radius berbeda, hal ini dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, dan teknik budi daya yang dilakukan. 27 Gambar 7 . Produktivitas tebu rata-rata pada tiap radius tahun 2011 Pada Gambar 7 menunjukkan bahwa tiap radius menghasilkan produktivitas yang berbeda. Berdasarkan standar deviasi yang diperoleh, menujukkan bahwa radius 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 8 produktivitasnya tidak berbeda nyata, sedangkan pada radius 7 jika dibandingkan dengan radius lainnya, produktivitas tebu tidak berbeda nyata. Pada radius 7 hanya satu wilayah yang dijadikan kebun tebu, hal ini dapat disebabkan pengaruh kondisi tanah dan iklim yang kurang cocok untuk ditanami tebu, selain itu dapat disebabkan karena kurangnya lahan untuk ditanami tebu. Gambar 8. Rendemen gula rata-rata pada tiap bulan dalam masa giling DMG tahun 2011 Pada Gambar 8 menunjukkan bahwa rendemen gula rata-rata pada bulan Mei dan Juni dibandingkan dengan bulan Juli berbeda nyata, namun tidak berbeda nyata dengan rendemen gula rata-rata di bulan Agustus, September, dan Oktober. Rendemen gula rata-rata pada bulan Juli dibandingkan dengan Agustus, September, dan Oktober tidak berbeda nyata. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada bulan Mei dan Juni rendemen gula yang dihasilkan masih rendah, namun pada bulan Juli terjadi peningkatan rendemen gula. Pada bulan Juli menunjukkan kinerja produksi gula terjadi peningkatan, banyaknya gula yang dihasilkan diimbangi dengan banyaknya tebu yang digiling sehingga mempengaruhi besarnya rendemen yang dihasilkan. Dilihat dari segi proses produksi gula di pabrik, penurunan rendemen yang terjadi dipengaruhi oleh inefisiensi kinerja dalam produksi gula di pabrik. Proses produksi gula di pabrik melalui beberapa tahapan proses diantaranya proses ekstraksi, pemurnian, penguapan, kristalisasi, putaran, pengeringan, dan penyelesaian. Dalam tiap tahapan proses tersebut masih banyak terjadi inefisiensi, hal ini dapat disebabkan karena kinerja mesin yang kurang optimal, serta sanitasi di sekitar area 28 stasiun yang kurang baik karena adanya mikroorganisme yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas nira. Dengan terjadinya inefisiensi tersebut, mengakibatkan gula yang dihasilkan menjadi lebih sedikit dari target yang sudah direncanakan di awal, sehingga rendemen yang dihasilkan menjadi lebih kecil. Siklus hidup gula di PG Subang dapat dilihat dari tebu digiling hingga menjadi produk gula yang siap untuk dipasarkan. Dalam siklus hidup tersebut, tebu hasil dari pemanenan dibawa ke pabrik untuk digiling dan diambil niranya. Nira yang terdapat dalam tebu mengandung sukrosa yang nantinya diproses menjadi gula. Setelah diperoleh nira kemudian dilakukan pemurnian agar menjadi nira jernih dan terbebas dari kotoran maupun zat bukan gula lainnya dengan penambahan bahan kimia, yaitu: belerang, kapur tohor, dan flokulan. Selanjutnya nira jernih diuapkan dan menghasilkan nira yang lebih pekat dan kental. Nira kental kemudian dilanjutkan dengan proses kristalisasi, pada intinya proses ini bertujuan untuk membentuk nira kental menjadi krital gula dengan menggunakan evaporator agar air yang terkandung dalam nira diuapkan dan alat pan masakan dalam kondisi vakum. Setelah menjadi kristal gula dilanjutkan dengan proses putaran untuk memisahkan larutan gula yang masih terdapat pada kristal gula, kemudian dilanjutkan dengan pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan di gudang gula. Gula yang dihasilkan oleh PG Subang adalah GKP Gula Kristal Putih atau SHS Super High Sugar 1A yang dikemas dalam kemasan 50 kg dan 1 kg. Gula tersebut kemudian dipasarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Siklus hidup gula berhenti hingga gula dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga tidak ada perlakuan reuse, recycle, maupun recovery dari gula yang sudah dihasilkan.

B. INVENTARISASI BAHAN TAMBAHAN DAN ENERGI