35
Berdasarkan data PG Subang tahun 2011, brix nira encer yang akan dipekatkan dalam evaporator sebesar 12,10 , namun brix nira kental yang dihasilkan hanya sebesar 52,88 . Hal
ini menunjukkan tidak tercapainya brix nira kental yang dihasilkan dari aturan standar yaitu sebesar 60-64 brix. Kendala yang sering terjadi di stasiun penguapan adalah nira kental yang dihasilkan
tidak mencapai brix yang optimal sehingga nira yang terbentuk masih belum mengental. Upaya yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi kendala ini adalah dengan menyediakan sarana untuk
mendaur-ulang nira kental agar dapat diuapkan kembali, sehingga pengontrolan kondisi badan evaporator dan kinerja mesin evaporator dapat bekerja dengan baik. Selain itu dipengaruhi oleh
kondisi evaporator yang seharusnya dalam kondisi vakum, kondisi badan evaporator yang kurang vakum biasanya disebabkan aliran air injeksi pada kondensor berjalan cepat sehingga terjadi
penurunan tekanan pada aliran setelah diinjeksikan dan uap hasil penguapan secara langsung akan bergerak dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah atau mengalami peristiwa difusi. Oleh karena itu,
apabila kondisi vakum pada badan evaporator tidak berjalan secara optimal, maka air yang diinjeksikan perlu ditambah dengan aliran yang optimum. Kurangnya jumlah steam disebabkan oleh
banyaknya pipa sebagai pelapis badan evaporator terbuka sehingga aliran uap akan kontak dengan udara luar dan melakukan pindah panas secara konveksi. Selain itu, luas permukaan pipa kontak pada
badan evaporator perlu diperluas untuk lebih meningkatkan kontak nira dengan pipa sehingga pindah panas akan berlangsung dengan baik. Mekanisme pindah panas badan mesin evaporator yang kurang
efisien disebabkan kurangnya jumlah steam dan banyaknya kerak yang menempel pada pipa uap akibat dari penguraian gula pereduksi yang berubah menjadi asam organik. Kerak yang menempel
pada pipa uap dapat dikurangi apabila proses pada stasiun pemurnian dapat dioptimalkan terutama pada pembentukan inti endapan.
d. Stasiun Kristalisasi dan Sentrifugasi
Pada stasiun masakan kristalisasi terjadi proses dimana nira kental yang dikristalkan, kemudian didinginkan, dan disentrifugasi dapat menghasilkan gula SHS, tetes, stroop dan klare yang
diolah kembali menjadi gula dan bibit untuk masakan. Neraca bahan pada stasiun masakan dan putaran dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Neraca bahan di stasiun kristalisasi dan sentrifugasi tahun 2011 Data
Satuan Input
Output Nira kental
ton 68.191,36
Tetes ton
16.887 Gula SHS
ton 22.835,14
Uap nira ton
18.649,58 Air jatuhan
ton 4.091,48
Loss ton
5.728,16
Sumber : PG Subang 2011
Pada stasiun kristalisasi terdapat beberapa alternatif proses kristalisasi. Alternatif model proses kristalisasi yang diterapkan di PG Subang adalah model A-C-D, karena lebih mengutamakan kualitas
gula dan nilai hasil kemurnian HK nira kental sebesar 82 - 84 . Kandungan gula dalam molasses yang sangat kecil menyebabkan molasses tidak bisa diolah kembali dalam proses, tetapi molasses
36
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan alkohol atau spirtus, pembuatan MSG dan produk olahan lainnya. Setelah melalui proses penggilingan, proses pemurnian, proses penguapan, proses
pemasakan, proses pengkristalan, dan proses pemutaran, gula kemudian dikemas dalam kemasan 50 kg dan kemasan kecil 1 kg. Setelah dikemas, gula siap untuk dipasarkan. SNI untuk gula kristal putih
GKP atau gula SHS dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. SNI 01-3140-2001 untuk Gula Kristal Putih
Kriteria Uji Satuan
GKP 1 Warna kristal
min 90 Warna larutan ICUMSA
IU maks 250
Berat jenis butir mm
0,8 – 1,2
Susut pengeringan bb
maks 0,1 Polarisasi
o
Z 20
o
C “Z”
min 99,6 Gula pereduksi
bb maks 0,10
Abu bb
maks 0,10 Bahan asing tidak larut
derajat maks 5
Belerang dioksida SO
2
mgkg maks 30
Timbal Pb mgkg
maks 2 Tembaga Cu
mgkg maks 2
Arsen As mgkg
maks 1 Pada stasiun kristalisasi, besarnya loss yang dihasilkan sebesar 8,4 , losses yang hilang bisa
diketahui dari perbandingan nilai HK Hasil bagi Kemurnian, brix, dan pol. Pengawasan dalam stasiun kristalisasi diantaranya: HK masakan D 59
– 60, HK tetes ≤ 32, HK masakan C 71-72, dan HK klare SHS maksimal 90. Hasil bagi Kemurnian HK menyatakan perbandingan banyaknya pol zat
gula dalam 100 bagian brix. HK masakan D di PG Subang adalah 56,36 hal ini menunjukkan rendahnya pol zat gula dalam brix. HK tetes di PG Subang sebesar 30,63, hal ini sudah sesuai
dengan aturan standar karena semakin rendah HK tetes maka semakin rendah zat gula yang ikut terbawa pada tetes. HK masakan C di PG Subang adalah 69,55, hal ini menunjukkan rendahnya zat
gula yang terdapat dalam brix masakan C. HK klare SHS di PG Subang sebesar 93,59, hal ini menunjukkan semakin banyak zat gula dalam cairan nira yang belum terkristalkan dan melebihi
aturan standar yang seharusnya yaitu maksimal 90.
2. Penggunaan Energi pada Proses Produksi Gula