5
1. Ekstraksi Nira
Nira tebu yang mengandung sukrosa diperoleh dari tebu yang diperah dalam mesin penggiling setelah  melalui  proses  pra-pengolahan  dalam  crusher  atau  unit  pencacah  tebu  yang  berfungsi  untuk
mempermudah proses ekstraksi berikutnya.  Semua zat yang larut dalam air tebu akan terperah keluar dan yang tersisa adalah ampas Moerdokusumo 1993.
2. Pemurnian Nira
Pelaksanaan pemurnian dalam pembuatan gula dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
a. Proses Defekasi
Pemurnian cara defekasi adalah cara pemurnian yang paling sederhana, bahan pembantu yang digunakan  hanya  berupa  kapur  tohor.    Kapur  tohor  digunakan  untuk  menetralkan  asam-asam  yang
terdapat  dalam  nira.    Nira  yang  telah  diperoleh  dari  mesin  penggiling  diberi  kapur  hingga  diperoleh nilai pH sedikit alkalis pH 7,2.  Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan sampai mendidih,
kemudian endapan yang terjadi dipisahkan.
b. Proses Sulfitasi
Proses pemurnian  dengan cara sulfitasi  dilakukan dengan  pemberian kapur secara berlebihan. Kelebihan kapur ini dinetralkan kembali dengan gas sulfit SO
2
.  Penambahan gas SO
2
menyebabkan SO
2
bergabung  dengan  CaO  membentuk  CaSO
3
yang  mengendap.    Gas  SO
2
dapat  memperlambat reaksi antara asam amino dan gula reduksi  yang dapat  mengakibatkan terbentuknya zat  warna gelap
pada nira.  Gas SO
2
dalam larutan asam dapat mereduksi ion ferri sehingga menurunkan efek oksidasi. Pelaksanaan proses sulfitasi adalah sebagai berikut:
- Sulfitasi dingin
Nira mentah disulfitasi sampai pH 3,8 kemudian diberi kapur sampai pH 7. Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan kotorannya diendapkan.
- Sulfitasi panas
Pada  proses  sulfitasi  terbentuk  garam  CaSO
3
yang  lebih  mudah  larut  dalam  keadaan  dingin sehingga  ketika  dipanaskan  akan  terjadi  endapan  pada  pipa  pemanas.    Untuk  mencegah  hal  ini,
pelaksanaan  proses  sulfitasi  dimodifikasi  dengan  cara  nira  mentah  dipanaskan  sampai  70 –  80
o
C, disulfitasi, ditambahkan kapur, dipanaskan hingga mendidih kemudian diendapkan.
- Pengapuran sebagian dan sulfitasi
Apabila  pada  proses  sulfitasi  panas  tidak  dapat  memberikan  hasil  yang  baik  maka  dilakukan modifikasi, yaitu dengan cara pengapuran pertama sampai pH 8,0 dan pemanasan sampai 50 - 70
o
C, sulfitasi sampai pH 5,1 - 5,3 dan pengapuran kedua sampai pH 7,0 - 7,2 kemudian dilanjutkan dengan
pemanasan sampai mendidih sampai terjadi pengendapan Hugot 1960. Pelaksanaan sulfitasi dipandang dari sudut kimia dibagi menjadi 3 yaitu :
- Sulfitasi Asam
Nira  mentah  disulfitasi  dengan  SO
2
sehingga  dicapai  pH  nira  3,2  kemudian  ditambahkan larutan kapur hingga pH 7,0
– 7,3. -
Sulfitasi Alkalis Pemberian  larutan  kapur  hingga  pH  nira  10,5  kemudian  ditambahkan  SO
2
hingga  pH  nira menjadi 7,0
– 7,3.
6
- Sulfitasi Netral
Pemberian larutan kapur hingga pH nira 8,5 kemudian ditambahkan gas SO
2
sehingga pH nira menjadi 7,0
– 7,3 Halim 1973.
c. Proses Karbonatasi
Proses karbonatasi  merupakan metode yang paling baik dibandingkan dengan proses defekasi dan sulfitasi.  Bahan pembantu yang digunakan pada proses pemurnian nira dengan karbonatasi adalah
susu kapur dan gas CO
2
.  Setelah ditambahkan susu kapur secara berlebihan, kemudian ditambahkan gas  CO
2
yang  berfungsi  untuk  menetralkan  kelebihan  susu  kapur  sehingga  kotoran-kotoran  yang terdapat dalam nira akan diikat, reaksinya adalah sebagai berikut :
CaOH
2
+ CO
2
 CaCO
3_
+ H
2
O Terbentuknya  endapan  CaCO
3
yang  banyak,  mengakibatkan  endapan  dapat  dengan  mudah dipisahkan Hugot 1960.
3. Penguapan
Nira yang telah mengalami proses pemurnian masih mengandung air, air ini harus dipisahkan dengan  menggunakan  alat  penguap.    Penguapan  adalah  suatu  proses  menghilangkan  zat  pelarut  dari
dalam  larutan  dengan  menggunakan  panas.    Zat  pelarut  dalam  proses  penguapan  nira  adalah  air, apabila  nira  dipanaskan  maka  akan  terjadi  penguapan  molekul  air.    Akibat  penguapan  ini,  nira  akan
menjadi kental.  Sumber panas yang digunakan adalah uap panas Soejardi 1977.
4. Kristalisasi
Proses  kristalisasi  adalah  suatu  proses  dimana  dilakukan  pengkristalan  gula  dari  larutan  yang mengandung  gula.    Dalam  larutan  encer,  jarak  antara  molekul  satu  dengan  yang  lain  masih  cukup
besar,  kemudian  pada  proses  penguapan  jarak  antara  masing-masing  molekul  dalam  larutan  tersebut saling mendekat, apabila jaraknya sudah cukup dekat maka masing-masing molekul dapat saling tarik
menarik.  Apabila di sekitarnya terdapat sukrosa yang menempel, keadaan ini disebut sebagai larutan jenuh.  Pada tahap selanjutnya, bila kepekatan naik maka molekul-molekul dalam larutan akan dapat
saling  bergabung  dan  membentuk  rantai-rantai  molekul  sukrosa,  sedangkan  pada  pemekatan  lebih tinggi  maka  rantai-rantai  sukrosa  tersebut  akan  dapat  saling  bergabung  pula  dan  membentuk  suatu
kerangka atau pola kristal sukrosa.
5. Pengeringan
Gula yang keluar dari proses kristalisasi akan masuk ke stasiun putaran dengan menggunakan sentrifuge,  selanjutnya  gula  yang  keluar  dari  sentrifuge  ditampung  dalam  alat  getar  talang  goyang.
Talang  goyang  ini  selain  berfungsi  sebagai  alat  pengangkut,  juga  sebagai  alat  pengering  gula. Pengeringan  ini  menggunakan  udara  yang  dihembuskan  dari  bawah,  hal  ini  dimaksudkan  untuk
mengurangi kadar air dalam gula.  Setelah pengeringan, gula dimasukkan dalam karung atau kemasan dan disimpan di gudang untuk kemudian dipasarkan.
7
D. SUMBER DAN DAMPAK PENCEMARAN DI PABRIK GULA
Pabrik gula merupakan salah satu industri yang mengolah bahan pertanian menjadi produk jadi berupa  gula  SHS  Super  High  Sugar  atau  GKP  Gula  Kristal  Putih.    Proses  produksi  gula  tidak
terlepas dari limbah waste dan produk samping by-product yang dihasilkan selama proses berjalan. Limbah  yang  dihasilkan  pabrik  gula  merupakan  limbah  yang  didominasi  oleh  bahan-bahan  organik,
walaupun  tidak  menutup  kemungkinan  menghasilkan  limbah  anorganik  persentasenya  kecil. Limbah yang dihasilkan di pabrik gula terbagi menjadi beberapa jenis dan dilakukan penanganan yang
berbeda  antara  satu  jenis  limbah  dengan  limbah  yang  lainnya.    Jenis  limbah  yang  dihasilkan  pada produksi gula ini berupa limbah cair,  limbah padat, limbah udara, dan limbah B3 Bahan Berbahaya
dan Beracun. Limbah  udara  yang  dihasilkan  berasal  dari  pembakaran  boiler  serta  dari  alat  transportasi.
Emisi partikulat dihasilkan dari gas buang boiler karena bahan bakar yang digunakan berupa padatan ampas.  Selain itu, beberapa pabrik gula juga  mengalami  masalah dengan debu ampas  yang cukup
halus,  sedangkan  limbah  gas,  yakni  SO
2
,  NO
x
,  dan  CO
2
umumnya  tidak  melebihi  ambang  batas. Limbah selanjutnya adalah limbah B3 yang terdiri dari oli bekas, aki bekas, lap majun, dan lampu TL
yang disimpan di tempat penyimpanan sementara limbah B3.  Oli bekas  dan  aki bekas berasal dari stasiun gilingan, mesin-mesin produksi, genset dan workshop operasional kendaraan dan alat berat.
Lap  majun  diperoleh  dari  lap  bekas  pembersihan  mesin,  pompa,  oli,  dan  lain-lain.    Lampu  TL diperoleh  dari  lampu  yang  sudah  rusak  atau  mengalami  gangguan  sehingga  tidak  bisa  digunakan
kembali. Limbah padat yang dihasilkan diantaranya, abu, blotong, dan ampas.   Abu merupakan limbah
yang  dihasilkan  dari  pembakaran  boiler,  blotong  merupakan  limbah  padat  dari  proses  penyaringan Rotary  Vacuum  Filter,  dan  ampas  yang  merupakan  limbah  hasil  pemerahan  nira  pada  stasiun
gilingan.  Limbah cair yang dihasilkan terbagi menjadi dua bagian, yaitu limbah cair berat dan limbah cair ringan.  Limbah cair berat merupakan limbah cair dengan kadar organik tinggi sedangkan limbah
cair  ringan  merupakan  limbah  cair  yang  mengandung  kadar  organik  rendah  LPP  2006.    Walaupun menghasilkan limbah padat, cair, gas, dan B3, masalah lingkungan utama yang dihadapi pabrik gula
adalah  yang  berkaitan  dengan  limbah  cair,  baik  karena  volume  maupun  konsentrasi  polutannya. Pengolahan  tebu  menjadi  gula  dapat  menghasilkan  limbah  cair  sebanyak  1-2  m
3
ton  tebu.    Daftar limbah  cair  pabrik  gula  dan  sifatnya  dapat  dilihat  pada  Tabel  2.    Limbah  padat  pabrik  gula  berupa
ampas,  blotong,  dan  sisa  ampas  yang  tidak  habis  dipakai  sebagai  bahan  bakar.    Penanganan  limbah padat relatif lebih mudah dibandingkan limbah yang lain LPP 2006.  Sumber limbah di pabrik gula
dapat dilihat pada Lampiran 2. Limbah  pabrik  gula  dapat  menimbulkan  dampak  terhadap  lingkungan  jika  tidak  ditangani
secara tepat karena mengandung sejumah besar karbohidrat, protein, lemak, dan sisa-sisa bahan kimia yang  digunakan  baik  dalam  pengolahan  dan  pembersihan.    Masalah-masalah  yang  mungkin  timbul
dalam operasi pabrik gula LPP 2006 adalah : 1.
Polusi pada badan air akibat kontaminasi dan deoksigenisasi oleh efluen limbah cair 2.
Pabrik gula yang langsung dibuang atau tidak ditangani secara memadai 3.
Bau menyengat akibat biodegradasi limbah dalam bentuk gas hidrogen sulfida H
2
S 4.
Suburnya tumbuhan ganggang sepanjang aliran sebagai akibat banyaknya sisa-sisa nutrien seperti phospor dan nitrogen
5. Terganggunya fotosintesis pada ekosistem air karena tumpahan minyak ke badan utama air
6. Efek hujan asam akibat emisi gas SO
2
7. Menurunnya kualitas udara karena emisi asap dan gas buang hasil pembakaran ampas pada
boiler