INTERPRETASI HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN

51 kebakaran dan kecelakaan di gudang tempat penyimpanan limbah B3, tersedia alat pemadam kebakaran dan kotak P3K, apabila terjadi kebakaran pintu gudang limbah B3 bisa dibuka lebar dan api disemprot dengan alat pemadam kebakaran yang tersedia, apabila tenaga kerja ada yang terluka dapat dengan segera diobati dengan obat yang tersedia di kotak P3K, aki bekas atau oli bekas yang terbakar diseleksi untuk dipisahkan. Upaya penanganan limbah B3 lebih terfokuskan terhadap aki bekas dan oli bekas, upaya yang telah dilakukan di antaranya, menampung oli bekas di tempat penghasil oli bekas yaitu dari bagian pool kendaraan, alat berat traktor dan lain-lain serta diesel genset serta membuat gudang penyimpanan sementara oli bekas dan aki bekas di tempat khusus.

D. INTERPRETASI HASIL

Adanya penggunaan bahan baku, tambahan, dan energi yang tidak optimal menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan, diperlukan pembenahan secara maksimal di PG Subang dimulai dari modifikasi dan perbaikan mesin-mesin proses produksi, serta penggunaan bahan dan energi yang tepat agar tidak terjadi pemborosan yang dapat meningkatkan biaya produksi. Analisis daur hidup gula terhadap penggunaan bahan baku, tambahan, dan energi secara sistematis dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Dengan dilakukan analisis terhadap daur hidup gula, dapat diketahui kekurangan yang terjadi pada proses produksi gula sehingga dapat dilakukan upaya penanggulangan agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi perusahaan dalam memproduksi gula. Pada umumnya pabrik gula di Indonesia mengolah tebu hanya untuk menghasilkan gula pasir sebagai produk tunggal. Padahal tebu dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai produk turunan seperti, pupuk, makanan ternak, molasses, dan bagasse Mardianto et al. 2005. Ampas tebu merupakan sumber energi yang terbarukan dan tersedia cukup besar Hugot 1986. Langkah yang dapat ditempuh untuk mencegah banyaknya ampas digudang agar tidak beterbangan yaitu dengan menutup gudang ampas sehingga gudang ampas tidak dalam keadaan terbuka dan tidak ada serbuk ampas yang beterbangan di sekitar pabrik yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Kegiatan pencegahan juga dapat dilakukan dengan pemakaian masker di sekitar pabrik untuk mencegah terhirupnya partikel di sekitar pabrik. Selain itu, ampas tebu dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai untuk pabrik kertas, untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, particle board, dan bioetanol Misran 2005. Selain itu, adanya kandungan polisakarida dalam ampas tebu dapat dikonversi menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu adalah pentosan dengan persentase sebesar 20-27 . Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas tebu untuk diolah menjadi furfural. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas, diantaranya sebagai bahan kimia pembangun dalam produksi senyawa kimia yang digunakan pada industri farmasi, herbisida, senyawa penstabil stabilizer, dan juga dapat disintesis menjadi turunan- turunannya seperti: furfuril alkohol, furan, dan lain-lain. Limbah pabrik gula berupa ampas tebu sangat mengganggu lingkungan apabila tidak dimanfaatkan. Selama ini pemanfaatan ampas tebu hanya terbatas untuk pakan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut masih cukup rendah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan teknologi sehingga terjadi diversifikasi pemanfaatan limbah pertanian. Kandungan karbon yang tinggi dalam ampas tebu menjadi dasar untuk memanfaatkannya sebagai arang aktif. Arang aktif adalah arang yang dihasilkan dari proses pengaktifan dengan menggunakan bahan pengaktif sehingga memperluas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup sehingga daya adsorbsinya lebih tinggi. Arang aktif memiliki daya adsorbsi yang jauh lebih besar 52 dibandingkan dengan arang yang belum mengalami proses aktifasi sebagai benda berpori luas. Selain itu, pemanfaatan ampas tebu dapat digunakan untuk gasifikasi. Gasifikasi merupakan teknologi proses thermo-kimia yang mengubah suatu biomassa padat menjadi flammable gas seperti gas CO, H 2 , dan CH 4 . Aplikasi gasifikasi dari ampas tebu dapat digunakan pada elektric generator, pompa air, dan mesin diesel. Oleh karena itu, dengan pemanfaatan ampas tebu untuk gasifikasi dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan, selain itu dapat mengurangi pencemaran lingkungan oleh ampas tebu. Suplesi bahan bakar termasuk pemakaian listrik PLN di beberapa pabrik gula yang tidak efisien dapat menyebabkan biaya produksi gula bertambah hingga mencapai 10 dan bahkan lebih. Ciri –ciri dari pabrik gula yang kurang efisien tersebut dapat ditandai mempunyai produksi uap per kg ampas rendah mencapai sekitar 1,8 kg normalnya 2,2 kg dan konsumsi uap per tebu tinggi mencapai hingga 60 normalnya 50 . Potensi energi yang ada di pabrik gula dapat diwujudkan apabila dilakukan optimasi terhadap jumlah dan kualitas ampas di gilingan, produksi uap di stasiun boiler dan penggunaan uap dalam pabrik Saechun 2009. Permasalahan utama yang terjadi di PG Subang adalah banyaknya jam berhenti giling, hal ini akan berdampak pada pemanfaatan energi kurang optimal, proses produksi menjadi terhenti sehingga produk gula yang dihasilkan menjadi semakin sedikit, selain itu limbah yang dihasilkan juga semakin banyak karena terjadi akumulasi nira kotor pada limbah cair. Untuk mengatasi hal ini, PG Subang diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerja produksi agar proses produksi gula berjalan secara maksimal. Mesin dan peralatan yang digunakan harus bekerja secara optimal, oleh karena itu diperlukan penanganan yang maksimal pada saat maintenance agar tidak terjadi kerusakan maupun kebocoran pada saat musim giling tiba. Dalam pemanfaatan limbah yang dihasilkan, beberapa limbah cair dapat dimanfaatkan kembali seperti air dari jatuhan kondensor. Air jatuhan kondensor sebagian digunakan kembali untuk kepentingan air injeksi sekitar 70 dan sebagian dibuang ke lingkungan tanpa sirkulasi 30 atau didinginkan dengan cooling tower terlebih dahulu. Air jatuhan kondensor baik yang digunakan kembali maupun kelebihannya telah disirkulasi terlebih dahulu dengan cooling tower system dalam kondisi dioperasikan. Penanganan dalam pabrik inhouse keeping terhadap penanganan limbah cair yang dilakukan PG Subang dimaksudkan untuk meminimalisasi beban limbah cair yang keluar dari pabrik sebelum masuk unit pengolahan limbah cair. Mencegah masuknya bahan sumber pencemaran dilakukan dengan cara: mencegah terjadinya bocoran-bocoran pada pipa-pipa, peti-peti nira dan pompa-pompa dengan pengawasan peralatan secara rutin, membuat simparan atau injector pada masing-masing tempat lokasi pompa, mencegah masuknya minyak atau oli pada unit pengolahan limbah cair dengan membuat bak penangkap minyak, dan memasang tangki penampung bekas bahan kimia soda untuk pembersihan juice heater dan evaporator, pembuangan secara perlahan serta membuat saluran-saluran air limbah secara permanen dan kedap air. Secara umum pengendalian pemcemaran air pada limbah cair dapat dilakukan dengan cara: 1. Melancarkan aliran air di parit-parit dan parit jatuhan air kondensor dan proses pencucian pabrik agar lancar mengalir ke IPAL 2. Memperbaiki v-notc pada tiap oulet yang masuk ke IPAL agar tercatat semua 3. Memindahkan kelebihan buangan pipa panas air dari proses yang mengalir ke parit kondensor ke bak tampungan kondensor sebelum di ukur v-notc. 4. Meminimalkan nira dan endapan-endapan yang masuk kedalam air kondensor sehingga semua baku mutu Permen LH No.5 Tahun 2010 dipenuhi, hal ini karena hasil pengukuran bulan Juni 2010 beberapa parameter BOD, COD, dan TSS 500 melampaui baku mutu 5. Tetap melakukan pengukuran pH dan debit harian outlet IPAL. kondensor dan abu ketel 6. Mengoptimalkan kinerja IPAL agar air limbah yang keluar sesuai dengan baku mutu. 53 7. Menandai koordinat titik sampel untuk outlet IPAL. kondensor dan air abu boiler 8. Memperbaiki parit-parit di sekitar proses pembuatan susu kapur agar air limbah kapur tidak berceceran 9. Tetap melakukan perhitungan neraca air yang digunakan baik untuk proses maupun utilitas sehingga dapat diketahui air baku yang masuk baik dari sungai, maupun sumber lainnya dan total air yang dibuang atau dikeluarkan dari tiap-tiap proses. 10. Memperbaiki sistem pengendapan abu boiler sehingga laju pengendapan abu boiler seimbang dengan laju aliran airnya serta mengoptimalkan proses pengendapan abu boiler sehingga limbah cair memenuhi baku mutu limbah cair industri gula. 11. Melakukan pengukuran limbah cair di outlet IPAL limbah setelah perbaikan-perbaikan temuan lapangan dan kinerja IPAL sudah optimal. Pemanfaatan turunan dari molasses yang dihasilkan dari stasiun kristalisasi banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri, diantaranya oleh distilling industry, fermentation industries, dan lain-lain. Di banyak negara, produsen gula telah melakukan diversifikasi produk gula guna menyiasati penurunan harga gula, menekan biaya produksi, memperluas pasar, serta mengurangi resiko kerugian pada pabrik gula Mardianto et al. 2005. Oleh karena itu, PG Subang diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan dari produk samping yang dihasilkan sehingga akan meningkatkan pendapatan dan keuntungan pada perusahaan. PG Subang melakukan pengendalian pencemaran udara sesuai RKLRPL, beberapa upaya telah dilakukan untuk meminimalisir terjadinya pencemaran di sekitar pabrik diantaranya : 1. Memperbaiki sistem handling baggase sehingga ceceran dari serbuk bagasse tidak beterbangan 2. Menampung abu boiler agar mudah diangkut dan tidak beterbangan kemana-mana 3. Meningkatkan kinerja pengolahan emisi udara sehingga emisi yang dihasilkan dari setiap sumber emisi tetap memenuhi baku mutu emisi sesuai dengan Peraturan Menteri LH No. 7 tahun 2007 4. Meningkatkan house keeping di sekitar sarana dan alat pengendalian pencemaran udara sehingga debu dan jelaga di area boiler tidak beterbangan 5. Mengendalikan boiler pada saat suspensi bahan bakar non ampas sehingga asap hitam tidak sering keluar ke cerobong PG Subang mengupayakan agar kualitas udara direduksi di sekitar wilayah kebun hingga pabrik agar tidak menimbulkan gangguan atau keresahan bagi masyarakat yang berada di wilayah pabrik. Beberapa upaya untuk mereduksi dampak penurunan kualitas udara antara lain: melakukan pengerasan jalan utama angkutan tebu di kebun ke pabrik, melakukan penyiraman secara berkala di daerah yang berdebu dalam lingkungan pabrik dan jalan desa terutama pada musin kemarau, melakukan penyiraman abu ketel sebelum dibuang ketempat pembuangan, menanam pohon-pohon pelindung di lingkungan pabrik, perumahan karyawan, dan sekitar kolam limbah secara bertahap, ampas disimpan di tempat khusus atau gudang ampas, serta pemeriksaan kesehatan karyawan oleh dokter perusahaan secara periodik bagi yang sakit. 54

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Metode LCA digunakan untuk mengevaluasi dampak lingkungan pada siklus hidup gula dengan menganalisis penggunaan bahan baku serta energi. Siklus hidup gula di PG Subang dimulai dari proses ekstraksi tebu hingga menghasilkan produk gula SHS. Dalam tiap tahapan proses produksinya dihasilkan limbah dan produk samping. Limbah yang dihasilkan berdasarkan siklus hidup gula di PG Subang berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah udara, namun limbah tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Untuk limbah padat, ampas tebu digunakan untuk bahan bakar boiler yang akan menghasilkan gas CO 2 yang kemudian akan diserap kembali oleh tanaman tebu, sedangkan blotong dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman tebu. Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi gula dapat berupa uap air hasil proses penguapan, dimana uap air tersebut akan digunakan kembali sebagai air umpan untuk boiler, serta limbah cair lainnya yang berasal dari limbah proses produksi akan diolah di IPAL sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengairan tebu. Rendemen yang dihasilkan di PG Subang pada tahun 2011 adalah 6,69 atau terjadi penurunan 2,62 dari target RKAP yaitu 6,87. Hal ini selain dipengaruhi proses budi daya tebu yang kurang optimal juga dipengaruhi oleh proses produksi gula di pabrik. Berdasarkan analisa inventori yang dilakukan, pada aliran bahan yang terjadi di tiap stasiun yang ada di pabrik seperti stasiun gilingan, stasiun pemurnian, stasiun penguapan, serta stasiun kristalisasi masih banyak terjadinya losses, hal ini menunjukkan terjadinya inefisiensi dalam proses produksi gula. Berdasarkan analisis inventori yang dilakukan, menunjukkan bahwa loss yang dihasilkan di PG Subang pada tahun 2011 sebesar 11.734,52 ton yang berasal dari loss tiap tahapan proses. Di stasiun gilingan loss yang dihasilkan sebesar 3.490,25 ton, hal ini disebabkan karena pol tebu 10 , kotoran tebu 5 , pol ampas 2 , dan penambahan air imbibisi yang terlalu kecil yaitu 24,84 . Loss yang dihasilkan di stasiun pemurnian sebesar 2.516,11 ton, hal ini disebabkan karena pol blotong 2 sehingga zat gula pol yang terbawa pada blotong semakin banyak. Untuk penggunaan belerang dan kapur tohor sudah tepat, hanya saja untuk penggunaan flokulan terlalu banyak yaitu 5 ppm sehingga biaya produksi semakin meningkat. Di stasiun penguapan tidak terjadi loss, namun brix nira kental yang dihasilkan masih rendah yaitu 52,88 , hal ini mengakibatkan nira yang dihasilkan tidak maksimal. Loss yang dihasilkan di stasiun kristalisasi dan sentrifugasi sebesar 5.728,16 ton, hal ini disebabkan karena banyaknya nira yang belum terkristalkan dan rendahnya pol dalam pan masakan, hal ini dipengaruhi oleh keakuratan dalam proses kristalisasi terhadap suhu dan waktu yang kurang optimal. Penggunaan energi pada proses produksi gula berasal dari bahan bakar, listrik, dan uap. Kendala yang dihadapi diantaranya terjadinya berhenti giling yang mengakibatkan pasokan ampas untuk bahan bakar boiler menjadi berkurang sehingga diperlukan suplesi bahan bakar tambahan yaitu IDO Industrial Diesel Oil yang biayanya lebih besar sehingga biaya produksi meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh pol dan kadar air ampas yang masih tinggi yaitu 2,66 dan 52,08 sehingga nilai kalor ampas menjadi rendah dan tidak mencukupi untuk kebutuhan pembakaran di boiler. Untuk penggunaan listrik dan uap juga dipengaruhi oleh pasokan ampas dari stasiun gilingan, efisiensi listrik di PG Subang sebesar 18,94 , dan efisiensi uap sebesar 58,94 . Hal ini dipengaruhi oleh kinerja di stasiun gilingan serta terjadinya pemborosan energi yang ditunjukkan dengan masih banyaknya uap yang terbuang dan kebocoran pada saluran uap.