Blotong Abu ketel Limbah Padat

42 Selain itu, terjadinya losses pada stasiun gilingan dapat disebabkan karena adanya kandungan gula pol yang ikut terbawa dalam ampas. Adanya kandungan gula pada ampas dapat menimbulkan karamel pada dinding-dinding pipa pada stasiun boiler sehingga heat transfer menjadi turun dan pembakaran di boiler menjadi terhambat, sehingga diperlukan energi panas yang lebih besar. Kualitas ampas sebagai bahan bakar boiler dipengaruhi oleh nilai kalorinya, semakin tinggi kualitas ampas berarti semakin tinggi nilai kalorinya. Kualitas ampas dipengaruhi pula oleh kadar air ampas, dengan meningkatkan efisiensi gilingan, diharapkan kadar air ampas keluar gilingan akhir lebih kecil dari 50 dan kadar gula pol 2,5 Saechu 2009. Menurut rumus Pritzelwitz Hugot 1986; Net Calorific ValueNCV = 4250 - 48 w – 10 pol, dimana w menunjukkan kadar air ampas, dari perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air dan pol ampas, semakin rendah pol dan kadar air yang terkandung dalam ampas, maka nilai kalor yang dihasilkan semakin tinggi. Nilai kalor ampas di PG Subang masih rendah yaitu 1.777 Kkal, hal ini disebabkan oleh kadar air dan kandungan gula pada ampas yang masih tinggi yaitu kadar air sebesar 52,08 dan pol ampas sebesar 2,66 . Oleh karena itu, untuk menghasilkan nilai kalor yang tinggi, diusahakan kadar air ampas 50 dan pol ampas 2 , dengan begitu nilai kalor yang dihasilkan akan mengalami peningkatan sebesar 2,9 yaitu menjadi 1.830 Kkal. Untuk mendapatkan nilai kalor dengan pembakaran sempurna yaitu 2.018 Kkal dengan pol ampas sebesar 2 , maka kadar air yang terkandung dalam ampas sebesar 46,92 atau penurunan kadar air sebesar 9,9 . Untuk optimasi kualitas ampas dapat ditempuh dengan menurunkan kadar air ampas melalui penerapan teknologi pengeringan, yaitu dengan memanfaatkan energi panas dari gas buang cerobong boiler yang masih memiliki suhu hingga di atas 225 o C. Dengan penurunan kadar air ampas dari 50 menjadi 40 maka nilai bakar per kg ampas akan dapat meningkat hingga 2.305 Kkal atau nilai bakar per kg ampas relatif akan meningkat hingga 6 , sehingga untuk bahan bakar boiler di pabrik gula akan dapat meningkatkan produksi uap hingga 10 . Penerapan teknologi pengeringan ampas tersebut telah banyak diandalkan oleh banyak pabrik gula di luar negeri Maranhao 1980; Abilio dan Faul 1987. Untuk optimasi pemanfaatan energi ampas di pabrik gula juga tidak terlepas dari faktor kehilangan panas akibat radiasi, kondensasi, kebocoran pada pipa distribusi uap dan bejana proses, isolasi, pengerakan, dan korosi yang kurang sempurna. Kerugian panas akibat dari hal-hal tersebut dapat mencapai 5 dan pada kondisi terburuk dapat mencapai hingga 12 dari produksi uap. Melalui penanganan yang optimal, kehilangan tersebut dapat ditekan hingga kondisi normal 1 , keadaan tersebut antara lain dapat ditandai oleh dinginnya udara dalam pabrik sehingga para operator dapat bekerja dengan nyaman dan tidak gerah Saechu 2009.

b. Blotong

Sifat fisis blotong berupa padatan halus yang menyerupai tanah, berwarna hitam, namun lebih ringan. Blotong yang dihasilkan PG Subang sekitar 3,5 tonjam 3 tebu. Blotong yang dihasilkan PG Subang ini ditampung di tempat khusus pembuangan kemudian diangkut menggunakan truk khusus pengangkut blotong untuk disimpan di tempat penyimpanan blotong. Blotong di PG Subang dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan pupuk organik sebagai campuran pupuk kompos, dan sebagai pupuk alami yang langsung dimanfaatkan untuk tanaman tebu di kebun dan disebar ke lahan tebu secara menyeluruh. Kandungan logam pada blotong dapat dilihat pada Tabel 21. 43 Tabel 21. Kandungan logam pada blotong Analisis Kandungan Kalium K 2 O Natrium Na 2 O Kalsium Ca Magnesium Mg Besi Fe Mangan Mn 0,485 0,082 5,785 0,419 0,191 0,115 Sumber: Anonim 2009 Blotong termasuk limbah organik yang pada umumnya dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Untuk limbah seperti ini tidak dianjurkan untuk dibuang ke lingkungan karena dapat meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam badan air sehingga akan mengakibatkan berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia. Oleh karena itu, pemanfaatan blotong untuk dijadikan kompos sangat baik untuk dilakukan karena dengan melakukan pembuatan kompos berarti mendaur ulang limbah organik yang tentu saja akan berdampak positif bagi lingkungan.

c. Abu ketel

Abu ketel merupakan ampas tebu yang tidak terbakar sempurna dan ikut terbawa bersama asap cerobong. Untuk mencegah agar abu terbawa oleh asap boiler maka dipasang sebuah wet dust collector, yaitu dengan mengalirkan air sehingga abu terbawa keluar menuju tempat penampungan. Ada dua macam abu ketel yang dihasilkan pada pembakaran boiler yaitu abu halus yang mengendap turun ke bawah cerobong boiler karena terbawa air hasil semprotan wet dust collector dan abu kasar yang tersisa di bawah boiler hasil pembakaran ampas. Abu halus dari cerobong yang terbawa air ini dibawa keluar menuju tempat penampungan dan dipisahkan antara air yang berwarna hitam dan abu. Air hitam bekas abu disalurkan ke bak kontrol dan saluran irigasi untuk diteruskan ke IPAL, sedangkan gumpalan abu dimanfaatkan untuk campuran pembuatan pupuk yang berfungsi sebagai pelepas unsur fosfor ke tanah. Berbeda dengan abu halus, abu kasar disebar langsung ke lahan perkebunan atau dibuang ke jalan-jalan kebun bahkan dimanfaatkan untuk urugan jalan, serta digunakan untuk campuran bahan pupuk organik atau pupuk kompos dari blotong. Dalam penanganan limbah abu ketel hampir sama dengan penanganan limbah blotong karena termasuk limbah bahan organik yang dapat diolah menjadi bahan campuran pupuk atau pembuatan kompos. Hal ini dapat mengakibatkan dampak postitif bagi lingkungan, selain itu dapat mengurangi biaya produksi dalam proses budi daya tebu.

d. Limbah domestik gabungan