Bahan Bakar Penggunaan Energi pada Proses Produksi Gula

37 Kualitas kerja mesin-mesin produksi di PG Subang saat ini, mulai tidak optimal. Hal ini dikarenakan usia dari mesin-mesin produksi sudah cukup tua. Perbaikan dan penggantian mesin- mesin produksi selalu dilakukan di setiap akhir musim giling, akan tetapi tidak dapat dilakukan secara optimal. Kondisi ini menyebabkan energi yang digunakan untuk proses produksi semakin besar, sehingga memberikan dampak yang kurang baik bagi industri gula. Banyaknya energi yang terbuang akibat kebocoran dan kerusakan yang terjadi pada mesin-mesin produksi akan mempengaruhi kualitas kerja mesin-mesin produksi dan menyebabkan waktu yang digunakan cukup lama, sehingga memberikan peluang yang cukup besar terhadap pemborosan energi. Salah satu langkah untuk meningkatkan efisiensi energi yaitu dengan dilakukan konservasi energi, yaitu dengan melakukan penghematan atau pengurangan pemakaian energi tanpa mengurangi produktivitas produksi karena efisiensi penggunaan energi dapat mempengaruhi daya saing dan harga jual di pasaran.

a. Bahan Bakar

Dalam industri gula, bahan bakar merupakan kebutuhan primer dari suatu industri yang berfungsi sebagai sumber tenaga utama penggerak proses produksi. Pada proses produksi gula, bahan bakar yang digunakan untuk menghasilkan uap di stasiun boiler adalah ampas tebu. Pada umumnya ampas tebu tidak mampu mencukupi kebutuhan pembakaran, maka harus disediakan bahan bakar dalam bentuk lain dalam jumlah yang cukup untuk menghindari terhentinya penggilingan karena kekurangan bahan bakar. Pada PG Subang bahan bakar tambahan yang digunakan adalah IDO. Penggunaan bahan bakar pada produksi gula dipengaruhi oleh proses yang terjadi di stasiun gilingan, antara lain ampas tebu yang dihasilkan, penambahan air imbibisi, serta tingkat pemerahan nira. Penambahan air imbibisi pada dasarnya berfungsi untuk meningkatkan rendemen gula yang dihasilkan, semakin banyak air imbibisi yang ditambahkan, maka semakin banyak pula zat gula sukrosa yang terlarut dalam nira hasil perahan tebu. Namun dengan peningkatan jumlah air imbibisi mengakibatkan peningkatan kadar air ampas yang dihasilkan, hal ini disebabkan sabut pada tebu bersifat absorbent yang mudah menyerap cairan, sehingga semakin banyak sabut maka kemampuan ampas menyerap cairan akan semakin besar sehingga kadar air ampas meningkat. Kadar air ampas yang tinggi dapat mempengaruhi nilai pembakaran ampas untuk boiler. Kadar air ampas yang tinggi menyebabkan nilai pembakaran ampas menjadi rendah karena ampas menjadi sulit terbakar. Hal ini dapat menyebabkan kurang sempurnanya pembakaran ampas pada boiler sehingga dapat terjadi berhenti giling akibat pasokan uap dari boiler berkurang. Untuk mengantisipasi terjadinya berhenti giling maka diperlukan bahan bakar tambahan seperti IDO sebagai pengganti ampas tebu dan sebagai bahan bakar tambahan untuk meningkatkan energi pembakaran pada boiler. Penggunaan IDO sebagai bahan bakar dapat meningkatkan biaya produksi, karena biaya bahan bakar yang dikeluarkan untuk IDO lebih besar daripada biaya bahan bakar ampas tebu, oleh karena itu penggunaan IDO harus dilakukan seoptimal mungkin. Efisiensi energi bahan bakar dipengaruhi oleh proses yang terjadi pada boiler. Proses pembakaran ampas tebu di stasiun boiler dipengaruhi oleh nilai kalori ampas, jumlah ampas, kadar air ampas, dan pol ampas. Kandungan kalori ampas tebu sangat mempengaruhi kinerja dari boiler, apabila kalori ampas tebu rendah maka kinerja boiler akan menurun. Nilai kalori ampas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kadar air dan kandungan pol ampas. Untuk meningkatkan kalori ampas tebu, maka perlu dilakukan optimalisasi kinerja gilingan dan penambahan air imbibisi yang dapat mempengaruhi kadar air dan kandungan pol ampas, sehingga nilai kalor ampas meningkat. Penggunaan bahan bakar tahun 2011 di PG Subang dapat dilihat pada Tabel 16. 38 Tabel 16 . Penggunaan bahan bakar pada proses produksi gula di PG Subang tahun 2011 Data Satuan RKAP Realisasi Persentase Ampas yang dibakar ton 140.000 101.273 72,34 IDO Liter 400.000 174.258 43,56 Gula SHS ton 34.994 22.990,5 65,7 Tebu ton 424.845 343.646,88 80,89 Solar Liter 100.000 84.820 84,82 Energi dari ampas tebu Kkal 2,83 x 10 11 1,94 x 10 11 68,55 Energi dari IDO Kkal 3,71 x 10 9 1,62 x 10 9 43,67 Energi dari solar Kkal 9,06 x 10 8 7,68 x 10 8 84,77 Sumber : Data PG Subang 2011 Catatan : Nilai kalor ampas tebu sempurna = 2.018 Kkalkg ampas Nilai kalor ampas tebu real = 1.777 Kkalkg ampas Nilai kalor IDO = 9.270 KkalLiter Nilai kalor solar = 9.063 KkalLiter Berdasarkan Tabel 15 menunjukkan bahwa pemakaian ampas tebu untuk bahan bakar boiler berdasarkan RKAP musim giling tahun 2011 memiliki nilai energi sebesar 2,83 x 10 11 Kkal sedangkan realisasinya yaitu sebesar 1,94 x 10 11 Kkal atau 68,55 dari target. Penggunaan IDO pada musim giling tahun 2011 dianggarkan sebanyak 400.000 Liter, namun pada realisasinya tidak mencapai anggaran IDO yang telah ditentukan. Hal ini mengakibatkan meningkatnya efisiensi penggunaan energi dari IDO, yaitu dari 3,71 x 10 9 Kkal menjadi 1,62 x 10 9 Kkal atau 43,67 dari target. Optimalisasi kinerja gilingan dapat dilakukan dengan mengatur kembali setelan gilingan, yaitu dengan mengatur putaran dan tekanan gilingan sehingga dapat meningkatkan kemampuan perahan, hal ini dapat mengakibatkan kadar air dan gula dalam ampas tebu dapat menurun dan nira yang dihasilkan menjadi lebih banyak. Optimalisasi gilingan dapat mempengaruhi penggunaan ampas sebagai bahan bakar, hal ini disebabkan ampas yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih rendah sehingga lebih mudah terbakar dan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar tambahan seperti IDO. Selain itu, pol ampas juga akan menjadi lebih rendah, sehingga jumlah gula yang terbuang dalam ampas tebu dapat menurun. Selain itu, diperlukan optimalisasi pada mesin dan peralatan saat maintenance dengan memodifikasi atau pergantian mesin dan peralatan.

b. Listrik