38
Tabel 16 .
Penggunaan bahan bakar pada proses produksi gula di PG Subang tahun 2011 Data
Satuan RKAP
Realisasi Persentase
Ampas yang dibakar ton
140.000 101.273
72,34 IDO
Liter 400.000
174.258 43,56
Gula SHS ton
34.994 22.990,5
65,7 Tebu
ton 424.845
343.646,88 80,89
Solar Liter
100.000 84.820
84,82 Energi dari ampas tebu
Kkal 2,83 x 10
11
1,94 x 10
11
68,55 Energi dari IDO
Kkal 3,71 x 10
9
1,62 x 10
9
43,67 Energi dari solar
Kkal 9,06 x 10
8
7,68 x 10
8
84,77
Sumber : Data PG Subang 2011 Catatan : Nilai kalor ampas tebu sempurna = 2.018 Kkalkg ampas
Nilai kalor ampas tebu real = 1.777 Kkalkg ampas Nilai kalor IDO
= 9.270 KkalLiter Nilai kalor solar = 9.063 KkalLiter
Berdasarkan Tabel 15 menunjukkan bahwa pemakaian ampas tebu untuk bahan bakar boiler berdasarkan RKAP musim giling tahun 2011 memiliki nilai energi sebesar 2,83 x 10
11
Kkal sedangkan realisasinya yaitu sebesar 1,94 x 10
11
Kkal atau 68,55 dari target. Penggunaan IDO pada musim giling tahun 2011 dianggarkan sebanyak 400.000 Liter, namun pada realisasinya tidak mencapai
anggaran IDO yang telah ditentukan. Hal ini mengakibatkan meningkatnya efisiensi penggunaan energi dari IDO, yaitu dari 3,71 x 10
9
Kkal menjadi 1,62 x 10
9
Kkal atau 43,67 dari target. Optimalisasi kinerja gilingan dapat dilakukan dengan mengatur kembali setelan gilingan, yaitu
dengan mengatur putaran dan tekanan gilingan sehingga dapat meningkatkan kemampuan perahan, hal ini dapat mengakibatkan kadar air dan gula dalam ampas tebu dapat menurun dan nira yang
dihasilkan menjadi lebih banyak. Optimalisasi gilingan dapat mempengaruhi penggunaan ampas sebagai bahan bakar, hal ini disebabkan ampas yang dihasilkan memiliki kadar air yang lebih rendah
sehingga lebih mudah terbakar dan dapat mengurangi penggunaan bahan bakar tambahan seperti IDO. Selain itu, pol ampas juga akan menjadi lebih rendah, sehingga jumlah gula yang terbuang dalam
ampas tebu dapat menurun. Selain itu, diperlukan optimalisasi pada mesin dan peralatan saat maintenance dengan memodifikasi atau pergantian mesin dan peralatan.
b. Listrik
Kebutuhan energi listrik di PG Subang tidak tergantung dari PLN, karena PG Subang mampu memenuhi kebutuhan listrik sendiri dari dua buah turbin alternator yang proses kerjanya
menggunakan turbin uap. Energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk mendukung proses produksi gula di pabrik seperti menggerakkan motor-motor listrik pada mesin dan penerangan. Pemakaian
energi listrik sangat erat kaitannya dengan kinerja pabrik gula atau rendemen. Semakin rendah pemakaian energi listrik maka semakin tinggi pula kinerja pabrik gula. Dalam menggunakan
teknologi konvensional, untuk memproduksi 1 kWh energi listrik diperlukan 10 kg ampas, tetapi dengan teknologi modern hanya dibutuhkan 2 kg ampas Lamonica et al. 2005.
Energi listrik yang dihasilkan berdasakan RKAP sebesar 5,48 x 10
12
Kkal, sedangkan realisasinya sebesar 5,6 x 10
12
Kkal atau 97,86 dari target. Penggunaan listrik di tiap stasiun berbeda, tergantung dari spesifikasi mesin, jumlah mesin, efisiensi mesin, dan lama waktu operasi
mesin. Penghematan penggunaan listrik dapat dilakukan dengan optimalisasi penggunaan peralatan, yaitu dengan mengaktifkan alat pada kapasitas optimalnya dan menon-aktifkan alat ketika alat sedang
39
tidak digunakan. Selain itu, optimalisasi ketika maintenance dengan melakukan perawatan, perbaikan, modifikasi atau pergantian mesin dan peralatan. Data penggunaan listrik di PG Subang
dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Data penggunaan listrik pada proses produksi gula
di PG Subang tahun 2011 Data
Satuan RKAP
Realisasi Efisiensi listrik
15 18,94 Tebu yang digiling
ton 424.845 343.646,88
Konsumsi energi listrik kWh
6.372.675 6.508.040
Sumber : Data PG Subang 2011
c. Uap
Uap merupakan sumber tenaga utama di PG Subang. Penggunaan uap sebagai sumber tenaga memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: 1 uap dihasilkan dari air yang murah dan mudah
didapat, 2 uap tidak berbau, 3 uap sangat mudah disalurkan dan diatur, 4 uap memiliki nilai panas yang tinggi, dan 5 panas dari uap dapat dimanfaatkan berulang-ulang. Tenaga uap di PG
Subang dihasilkan dari boiler untuk memutar turbin kemudian disambungkan ke generator yang akan menghasilkan gaya gerak listrik. PG Subang memiliki dua buah generator yang menggunakan turbin
uap, yaitu TG1 dan TG 2. Uap baru yang dihasilkan life steam kemudian didistribusikan ke power house, stasiun gilingan, dan stasiun boiler. Life steam yang digunakan kemudian menghasilkan uap
bekas exhaust steam yang digunakan untuk pabrikasi yaitu ke juice heater, evaporator, dan pan masakan. Uap hasil pemakaian di pabrikasi kemudian dimasukkan ke dalam kondensat menjadi air
kondensat yang kemudian dikembalikan ke stasiun boiler sebagai air pengisi ketel. Konsumsi uap pada musim giling tahun 2011 di PG Subang dapat dilihat pada Tabel 18 dibandingkan dengan data
perencanaan konsumsi uap tahun 2011 RKAP 2011. Tabel 18. Penggunaan uap di PG Subang tahun 2011
Data Satuan
RKAP Realisasi
Produksi uap ton
191.180 202.547,8
Tebu yang digiling ton
424.845 343.646,88
Waktu giling hari
143 134
Efisiensi uap 45
58,94
Sumber : Data PG Subang 2011
Berdasarkan Tabel 18, efisiensi uap berdasarkan tebu yang digiling pada RKAP 2011 per hari adalah 45 , sedangkan realisasinya adalah 58,94 . atau 76,35 dari target. Perbedaan nilai
efisiensi uap dipengaruhi oleh adanya perbedaan jumlah tebu tergiling, lama giling, dan kadar air yang terkandung dalam ampas tebu. Semakin banyak jumlah tebu tergiling, maka mesin produksi semakin
besar mengonsumsi uap karena proses produksi akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan tenaga yang besar. Jumlah pemakaian air imbibisi juga mempengaruhi penggunaan uap karena uap juga
digunakan secara langsung pada proses produksi di stasiun penguapan. Semakin besar jumlah air
40
imbibisi yang ditambahkan di stasiun gilingan maka semakin besar pula jumlah air yang harus diuapkan di stasiun penguapan.
Efisiensi penggunaan uap dapat mempengaruhi mutu serta jumlah produk gula SHS yang dihasilkan. Peningkatan efisiensi penggunaan uap dapat dilakukan dengan cara peningkatan kinerja
boiler, yaitu dengan pembenahan atau penggantian saluran yang bocor pada sistem uap, penggunaan kontrol otomatis untuk memastikan uap hanya digunakan ketika dibutuhkan. Selain itu, pembenahan
pada turbin juga perlu dilakukan dengan pengujian kinerja dan pembersihan turbin secara teratur untuk meningkatkan efisiensi.
C. ANALISIS DAMPAK
Analisis dampak dilakukan untuk mengetahui kemungkinan dampak lingkungan yang terjadi pada setiap tahapan dalam siklus hidup gula. Dampak terhadap lingkungan dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan alam untuk mendukung kelangsungan hidup manusia. Dampak lingkungan yang timbul dapat berupa dampak tidak langsung dan dampak langsung. Dampak tidak langsung ini
umumnya berhubungan dengan masalah sosial masyarakat seperti urbanisasi, perilaku, kriminalitas, dan sosial budaya. Dampak langsung yang dapat timbul akibat kegiatan industri diantaranya
pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran daratan atau tanah. Pencemaran tersebut perlu dihindari untuk menjaga kelestarian lingkungan.
PG Subang merupakan salah satu industri yang mengolah bahan pertanian agroindustri menjadi produk jadi berupa gula SHS Super High Sugar atau GKP Gula Kristal Putih. Proses
produksi gula tidak terlepas dari limbah waste dan produk samping by-product yang dihasilkan selama proses berjalan. Limbah yang dihasilkan pabrik gula merupakan limbah yang didominasi oleh
bahan-bahan organik, walaupun tidak menutup kemungkinan menghasilkan limbah anorganik. Hal ini terkait dengan bahan baku, bahan tambahan, dan bahan bakar yang digunakan adalah bahan-bahan
organik. Limbah yang dihasilkan di PG Subang terbagi menjadi beberapa jenis dan dilakukan penanganan yang berbeda antara satu jenis limbah dengan limbah yang lainnya. Jenis limbah yang
dihasilkan pada produksi gula ini berupa limbah cair, limbah padat, limbah udara, dan limbah B3 Bahan Berbahaya dan Beracun. Diagram alur limbah di PG Subang dapat dilihat pada Lampiran 6.
1. Limbah Padat
Limbah padat pada PG Subang pada dasarnya terdiri atas limbah padat yang dapat dimanfaatkan kembali secara langsung atau tidak langsung by-product dan limbah padat yang tidak
dapat dimanfaatkan kembali dibuang. Limbah padat dihasilkan di pabrik gula karena bahan baku yang digunakan adalah tebu dimana tebu merupakan tanaman yang kaya serat dan serabut, sedangkan
yang dibutuhkan pabrik gula adalah nira, sehingga akan terdapat limbah padat dari tebu yang digunakan. Limbah padat yang dihasilkan pada proses produksi gula di PG Subang ini adalah ampas
tebu bagasse, blotong, abu ketel, dan limbah domestik gabungan. Dalam upaya pengelolaan limbah padat, PG Subang telah mengoptimalkan kinerja pengelolaan
limbah padat, yaitu melakukan pencatatan berupa log book mengenai jumlah limbah padat yang dihasilkan dan yang dimanfaatkan, selanjutnya menyampaikan secara berkala ke KLH dan BPLHD.
Selain itu, upaya yang telah dilakukan PG Subang adalah menyediakan truk pengangkut blotong dan abu ketel untuk dibuang ke tempat khusus di kebun untuk proses pengeringan yang selanjutnya
digunakan untuk pupuk tanaman tebu serta memanfaatkan blotong dan abu ketel sebagai pupuk