20 Menjaring pendapat stakeholder untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao dilakukan dengan teknik AHP melalui wawancara dan pengisian kuesioner pendahuluan dengan pendekatan
purposive sampling . Pengambilan sampel dari berbagai pihak yang terkait dengan
usaha budidaya tanaman kakao baik dari unsur pelaku utama petani kakao yang tersebar di tiap kecamatan, Distannakhut, Bappeda Padang Pariaman, Anggota
DPRD Kab. Padang Pariaman, Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan dan Ketahanan Pangan, DiskoperindagEsdm Padang Pariaman, Asosiasi Petani
Kakao Indonesia APKAI Padang Pariaman. Jumlah responden 15 orang yang dipilih secara sengaja. Kuesioner pada tahap pertama dipadukan dengan referensi
yang terkait dengan pengembangan kebun kakao akan menjadi dasar pertanyaan pada kuisioner utama untuk analisis AHP.
Kuesioner utama digunakan untuk menjaring pendapat responden guna mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan
kakao di Kabupaten Padang Pariaman, wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan dengan pendekatan purposive sampling dan responden sampel
ditentukan berdasarkan pertimbangan penelitian. Dalam pelaksanaan AHP jumlah responden dipilih sebanyak 5 lima orang yang mewakili masing-masing
stakeholders
tersebut diatas. Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang
Pariaman disusun dengan cara mensintesiskan hasil olahan dari empat tujuan penelitian sebelumnya. Pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan
kebun kakao diantara menyangkut aspek biofisik, kelayakan pengusahaan kebun kakao secara finansial, pemasaran biji kakao serta pendapat stakeholders. Arahan
pengembangan kebun kakao rakyat secara aspek biofisik dibuat kedalam tiga prioritas.
3.3 Teknik Analisis Data
3.3.1 Penentuan Lokasi yang Berpotensi untuk Pengembangan Perkebunan
Kakao Berdasarkan Aspek Biofisik dan Ketersediaan Lahan Penentuan lokasi yang berpontensi berdasarkan aspek biofisik dan
ketersediaan lahan menggunakan analisis spasial dengan metode sistem informasi geografis SIG. Analisis diawali dengan menentukan wilayah yang tersedia untuk
pengembangan perkebunan kakao dengan cara mengoverlay peta penggunaan lahan eksisting, peta penunjukan kawasan hutan, peta RTRWK Padang Pariaman
dan peta administrasi maka akan diperoleh wilayah yang tersedia untuk pengembangan perkebunan kakao. Wilayah yang tersedia belum tentu berpotensi
atau sesuai untuk pengembangan tanaman kakao. Langkah selanjutnya, peta wilayah yang tersedia dioverlay dengan peta kesesuaian lahan aktual untuk
tanaman kakao, sehingga diperoleh wilayah yang berpotensi sesuai dan tersedia untuk pengembangan perkebunan kakao.
Penentuan kesesuaian lahan aktual tanaman kakao, dengan menggunakan peta satuan lahan land unit dan karakteristiknya dipadukan dengan kriteria
kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Peta kesesuaian lahan aktual tanaman kakao dalam penelitian ini dengan merujuk pada analisis kesesuaian lahan
21 menurut FAO dalam “Framework of land evaluation” FAO, 1976. Sistem FAO
dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Disamping itu dalam
analisis wilayah yang berpotensi ini juga digunakan kriteria kesesuaian lahan kakao merujuk pada kriteria yang ditetapkan oleh Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian Djaenudin et al, 2011, sehigga diperoleh kelas kesesuaian lahan aktual pada tiap satuan lahan di Kabupaten Padang Pariaman.
Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan dalam penelitian ini, kelas Sesuai S1, S2 dan S3 dan kelas Tidak Sesuai N. Menurut Sitorus 2004 dan
Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, sistem FAO menjabarkan kelas kesesuaian lahan sebagai berikut :
Tingkat Ordo Order
Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong Sesuai S dan Tidak Sesuai N.
Tingkat Kelas, terdiri dari : Kelas S1: Sangat Sesuai Highly suitable
Lahan ini tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh
produksi dan tidak akan menaikan masukan yang telah biasa diberikan. Kelas S2: Cukup Sesuai Moderately suitable
Lahan mempunyai pembatas-pembatas agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi
atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan. Kelas S3: Sesuai Marginal Marginally suitable
Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi
dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan. Kelas N : Tidak Sesuai Non suitable
Lahan yang tidak sesuai karena memiliki faktor pembatas yang berat. Dalam evaluasi kesesuaian lahan dikenal kesesuaian lahan aktual dan
kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan aktual adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang ada dan belum mempertimbangkan asumsi
atau usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor- faktor pembatas yang ada. Kesesuaian lahan potensial adalah keadaan lahan yang
dicapai setelah adanya usaha-usaha perbaikan. Usaha perbaikan haruslah sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang akan dilakukan.
Menentukan wilayah yang menjadi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman dilakukan dengan memadukan peta
wilayah yang berpotensi lahan sesuai dan tersedia sesuai peruntukan sebagai kawasan budidaya perkebunan pada RTRWK Padang Pariaman 2010-2030.
Selanjutnya dipadukan dengan peta penggunaan lahan eksisting dikaitkan dengan kemudahan dan biaya pengolahan lahan apabila dijadikan perkebunan kakao.
Disamping itu, lahan yang menjadi arahan diasumsikan lahan untuk pengembangan perkebunan kakao bagi perintah daerah. Penentuan prioritas lokasi
arahan akan dibahas pada sub metode selajutnya pada penelitian ini. Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 3.
22
Gambar 3 Bagan alir penelitian
3.3.2 Analisis Kelayakan Finansial
Untuk mengevaluasi kelayakan pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Padang Pariaman maka dilakukan
analisis kelayakan finansial. Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial, dapat digunakan beberapa kriteria alat analisis yaitu:
3.3.2.1 Net Present Value NPV Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang
praktis untuk mengetahui apakah pengusahaan kebun kakao menguntungkan atau tidak. NPV adalah selisih antara present value dari arus benefit dikurangi present
value dari arus cost Soekartawi, 1996. Suatu kegiatan pengusahaan kebun kakao
yang memberikan keuntungan adalah kegiatan yang memberikan nilai positif atau NPV0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total
yang dikeluarkan. Jika NPV=0, berarti manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan keadaan BEP atau TC=TB. Nilai NPV0,
berarti pengusahaan kebun kakao akan mengalami kerugian, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Secara matematis NPV dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Analisis pendapat stakeholders melalui teknik Analytical
Hierarchy Process AHP
Analisis rantai dan margin pemasaran serta integrasi pasar
Analisis kelayakan finansial NPV, Net BCR, IRR dan uji
sensitivitas
Peta satuan lahan land unit dan
karakteristiknya
Kriteria kesesuaian lahan
tanaman kakao Peta kelas kesesuaian
lahan aktual tanaman kakao
Peta wilayah yang berpotensi pengembangan sesuai dan tersedia
Peta lokasi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat
Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di
Kabupaten Padang Pariaman Overlay
Peta wilayah yang tersedia untuk pengembangan kakao
Overlay
Peta RTRWK Padang Pariaman Peta penggunaan lahan land use
Peta administrasi Pdg Pariaman Peta penunjukkan kawasan hutan
23 ∑
Dimana : Bt
= Benefit pada tahun ke-t t
= Lamanya waktu investasi Ct
= Biaya pada tahun ke-t i
= Tingkat suku bunga 3.3.2.2
Net Benefit Cost Ratio Net BCR Net Benefit Cost Ratio
adalah perbandingan antara nilai manfaat dengan biaya yang diperhitungkan saat ini Soekartawi, 1996. Suatu pengusahaan kebun
kakao layak dan efisien untuk dilaksanakan jika nilai Net BCR1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan berlaku
sebaliknya. Nilai Net BCR = 1 satu berarti cash in flow = cash out flows BEP atau TR=TC. Secara matematis Net BCR dapat dihitung dengan rumus :
∑ ∑
...................................... 2 Dimana :
Bt = Benefit pada tahun ke-t
t = Jangka waktu proyekusahatani
Ct = Biaya pada tahun ke-t
i = Tingkat bunga yang berlaku
n = umur proyekusahatani
3.3.2.3 Internal Rate of Return IRR
Untuk mengetahui sejauh mana pengusahaan kebun kakao memberikan keuntungan, digunakan analisis IRR. IRR dinyatakan dengan persen yang
merupakan tolok ukur dari keberhasilan pengusahaan kebun kakao Soekartawi, 1996. Penggunaan investasi akan layak jika diperoleh IRR yang persentasenya
lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, karena kegiatan usaha berada dalam keadaan yang menguntungkan. Demikian juga sebaliknya, jika IRR
lebih kecil dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, berarti pengusahaan kebun kakao merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan.
.......................... 3 Dimana :
i
1
= tingkat discount rate yang menghasilkan NPV
1
i
2
= tingkat discount rate yang menghasilkan NPV
2
Kelayakan usaha ditentukan dengan mempertimbangkan ketiga alat analisis tersebut, dimana usaha tersebut layak apabila :
NPV0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan.
Net
BCR1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan.