Margin Pemasaran Kelayakan Finansial Pengusahaan Kebun Kakao Rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

55 tingkat pedagang pengumpul kabupaten tidak ditransmisi secara sempurna ke tingkat petani. Dari persamaan regresi di atas, nilai kontribusi harga biji kakao di tingkat petani periode sebelumnya terhadap harga petani saat ini sebesar 0,59 nilai koefisien 1+b 1 dan kontribusi perubahan harga periode sebelumnya pada pedagang pengumpul terhadap pembentukan harga di tingkat petani berlaku saat ini sebesar 0,25 nilai koefisien b 3 -b 1 . Nilai ini mengindikasikan bahwa pengaruh harga biji kakao di tingkat petani periode sebelumnya terhadap pembentukan harga kakao periode berjalan lebih besar dibandingkan pengaruh harga di tingkat pedagang pengumpul kabupaten periode sebelumnya. Tinggi rendahnya tingkat keterpaduan pasar antara harga biji kakao di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang pengumpul kabupaten harga acuan dicerminkan oleh besarnya Index of Market Connection IMC. Dimana IMC = 1+b 1 b 3 -b 1 merupakan indeks hubungan antara kedua pasar tersebut. Semakin mendekati nol nilai IMC, berarti semakin baik integrasiketerpaduan pasar, artinya adanya keterpaduan pasar jangka panjang yang cukup kuat antara harga pada tingkat pedagang pengumpul kabupaten dengan harga di tingkat petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai IMC sebesar 2,39, berarti belum terjadi keterpaduan pasar yang kuat antara harga biji kakao di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang pengumpul kabupaten. Keadaan ini mengindikasikan bahwa pedagang pengumpul menetapkan harga kepada petani mengacu pada harga biji kakao yang berlaku periode-periode sebelumnya di tingkat petani. Hal ini diduga karena petani sebagai produsen memperoleh informasi hanya dari pedagang pengumpul, sehingga mereka tidak punya pilihan lain untuk memasarkan hasil panen mereka tersebut. Hasil tiga analisis di atas menunjukkan bahwa kinerja pemasaran biji kakao di Kabupaten Padang Pariaman belum efisien. Hal ini disebabkan panjangnya rantai pemasaran, sehingga keuntungan tidak sepenuhnya didapatkan petani karena juga dinikmati oleh pedagang-pedagang pengumpul yang ada. Disamping itu, tidak adanya perbedaan harga jual antara biji kakao yang difermentasi dengan biji kakao tanpa fermentasi asalan menyebabkan petani tidak melakukan fermentasi, walaupun ada keinginan mereka melakukan hal tersebut. Ketidakefisienan rantai pemasaran ini dapat diatasi salah satunya dengan membentuk lembaga pemasaran bersama antara petani melalui wadah kelompok tani, sehingga rantai pemasaran dapat diperpendek. Selain itu dibutuhkan peran aktif lembagainstansi terkait terutama pemerintah, untuk melakukan pembinaan dan penyaluran informasi kepada petani, sehingga petani mempunyai informasi terbaru tentang perkembangan harga komoditas kakao. Pemerintah juga diharapkan agar dapat mendatangkan investor untuk mendirikan pabrik pengolahan biji kakao yang dapat menyerap hasil panen petani, sehingga nilai jual biji kakao petani dapat ditingkatkan. Tahun 2010 Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman melalui leading sector Dinas Pertanian dan Dinas Koperindag telah mendirikan sebuah pabrik mini pengolahan biji kakao di Nagari Sikucur Kecamatan V Koto Kampung Dalam. Biji kakao diolah menjadi coklat bubuk, coklat batang, lemak coklat dan permen coklat. Kendala yang ditemui pabrik ini belum bisa beroperasi secara maksimal karena terbatasnya kapasitas pengolahan sehingga produk yang dihasilkan belum bisa dilepas 56 kepasaran. Hal ini tentu saja belum dapat sepenuhnya menyerap hasil panen petani. 5.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Padang Pariaman menurut Stakeholders Pendapat pihak-pihak yang berkepentingan stakeholder perlu diperhatikan dalam pengembangan perkebunan kakao rakyat. Menurut Iqbal 2007 pemangku kepentingan stakeholder secara signifikan sangat berpengaruh dalam menunjang kelancaran program pembangunan pertanian, karena stakeholder yang akan terkena dampak positif maupun negatif dari keberlangsungan programkegiatan tersebut. Untuk mengetahui berbagai hal yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman, maka dilakukan penggalian pendapat berbagai pihak yang terkait stakeholders. Dalam penelitian ini dari masing-masing instansi dan petani ditentukan secara puposive lima orang responden yang dianggap menguasai atau expert terhadap hal-hal yang terkait dengan pengembangan perkebunan kakao rakyat. Responden tersebut mewakili berbagai instansi atau lembaga meliputi Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Distannakhut, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda, Dinas Koperindag Esdm, Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan Kehutanan dan Ketahanan Pangan BP3K2P, DPRD Kabupaten Padang Pariaman, Asosiasi Petani Kakao Indonesia APKAI Padang Pariaman dan Petani kakao. Jumlah responden keseluruhan 35 orang. Berbagai faktor yang akan ditanggapi oleh para expert dalam kuesioner Analytical Hierarchy Process AHP merupakan hasil penelitian pendahuluan yang merangkum berbagai referensi dan penjaringan berbagai pendapat stakeholders yang terlibat dalam pengambil kebijakan serta dalam budidaya tanaman kakao. Kemudian faktor-faktor tersebut dilakukan penilaian dalam bentuk perbandingan berpasangan. Menurut pendapat stakeholders, faktor utama yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao rakyat beserta nilai bobotnya secara berurutan dengan nilai consistency ratio CR sebesar 0,03 adalah faktor pasar 0,28, faktor sumberdaya manusia SDM 0,25, faktor teknologi 0,23, faktor lahan 0,14 dan faktor modal 0,10. Berdasarkan pendapat stakeholders faktor yang paling penting diperhatikan dalam pengembangan kebun kakao rakyat kedepannya adalah faktor pasar dari komoditas kakao, faktor sumberdaya manusia yang terkait dengan pengusahaan kebun kakao serta faktor teknologi yang menunjang dalam pengusahaan kebun kakao. Menurut Damanik 2010 faktor strategis yang mempengaruhi pengembangan dan keberlanjutan perkebunan kakao di Sumatera Barat adalah ketersedian teknologi, tenaga pembina, dukungan kebijakan dan luas perkebunan kakao. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian, dimana faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman adalah faktor pasar, SDM dan teknologi. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh ruang lingkup penelitian yang berbeda. Struktur hierarki faktor utama dan kriteria 57 dari faktor utama yang mempengaruhi pengembangan kebun kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman menurut stakeholders disajikan pada Gambar 10. Gambar 10 Struktur hierarki faktor utama dan kriteria dari faktor utama yang mempengaruhi pengembangan kebun kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman menurut stakeholders Faktor pasar sangat berpengaruh terhadap pengembangan kebun kakao rakyat, karena dengan selalu tersedianya pasar tempat menampungmenjual biji kakao petani maka mereka akan tetap melakukan kegiatan pengusahaan kebun kakao. Ketersediaan pasar ini tentunya didukung dengan layaknya harga jual biji kakao, sehingga petani tetap memperoleh keuntungan. Membaiknya harga jual biji kakao akan memotivasi petani dalam mengusahakan kebun kakao. Selain faktor pasar menurut stakeholders, faktor sumberdaya manusia sangat Lahan 0,14 Kesesuaian Lahan 0,36 Kepemilikan lahan 0,24 Luas pengusahaan lahan 0,40 Sumberdaya Manusia 0,25 Ketersediaan tenaga kerja 0,33 Ketersediaan tenaga penyuluh 0,32 Keterampilan teknis budi daya petani 0,35 Pasar 0,28 Efisiensi rantai pemasaran 0,29 Penetapan standarisasi harga 0,29 Kelayakan dan kestabilan harga 0,42 Teknologi 0,23 Teknologi informasi ttg kakao 0,26 Teknologi pasca panen 0,31 Teknologi dalam budidaya 0,43 Modal 0,10 Sistem ijon 0,14 Bantuan dana pemerintah 0,35 Modal pribadi 0,51 Pengembangan perkebunan kakao rakyat Tujuan Kriteria Faktor Utama Faktor Utama