Kerangka Pemikiran Penelitian Analysis and development direction of smallholder cocoa plantation in Padang Pariaman Regency, West Sumatra Province

9 budaya, ruang wilayah ekologi dan ruang wilayah politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis deliniasi yang dibatasi oleh koordinat geografis yang mempunyai pengertianmaksud tertentu atau sesuai fungsi tertentu. Menurut Undang-Undang Penataan Ruang No 26 tahun 2007, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif danatau aspek fungsional Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2007. Paradigma pembangunan ekonomi wilayah seharusnya lebih mengarah pada penguatan basis ekonomi yang memiliki prinsip keseimbangan equity yang mendukung pertumbuhan ekonomi eficiency, dan keberlanjutan sustainability. Pembangunan ekonomi wilayah sejogyanya juga dilakukan dengan menggunakan paradigma baru melalui pembangunan yang berbasis lokal dan sumberdaya domestik. Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu: 1 berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya; 2 meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia; dan 3 meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu hak asasi manusia Anwar, 2001. Pembangunan ekonomi wilayah yang berbasis lokal dan sumberdaya domestik merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan program pembangunan. Pemanfaatan sumberdaya domestik selayaknya disesuaikan dengan karakteristik dan potensi suatu wilayah agar perumusan kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan tipe wilayah. Menurut Tarigan 2004, salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah termasuk perencanaan pergerakan dalam wilayah dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan pembangunan wilayah biasanya terkait dengan apa yang sudah ada di wilayah tersebut. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dan merupakan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah. Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam mencapai sasaran pembangunan nasional secara efisien dan efektif, termasuk penyebaran hasilnya secara merata di seluruh Indonesia adalah koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, antarsektor, antara sektor dan daerah, antar provinsi, antar kabupatenkota, serta antara provinsi dan kabupatenkota. Pembangunan daerah dilaksanakan dengan tujuan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional serta untuk meningkatkan hasil-hasil pembangunan daerah bagi masyarakat secara adil dan merata Nasution, 2009. Perkebunan kakao memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi wilayah, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Hal ini dapat dilihat dari peran perkebunan kakao di Sulawesi Selatan menyumbang PDRB pada tahun 2003 sebesar Rp 2,334 triliun 5,21 PDRB dan menyerap 183.948 orang pekerja 6,02 pekerja serta menghasilkan devisa sebesar Rp 2,5 triliun 22,74 dari total ekspor Herman, 2007. 10

2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi kesesuaian lahan adalah bagian dari proses perencanaan tataguna lahan dengan membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tujuan tertentu Sitorus, 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007. Penentuan kelas kesesuaian lahan dilakukan agar pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan fungsinya. Menurut Faturuhu 2009, pengelolaan sumberdaya alam disamping memberikan manfaat masa kini, juga menjamin kehidupan masa depan, harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Dewasa ini dinamika pemanfaatan lahan berlangsung relatif lebih cepat dan akibatnya terjadi perubahan fungsi pemanfaatan lahan yang cenderung menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan dan pada akhirnya akan mengakibatkan menurunnya daya dukung lahan, sehingga pemanfaatan lahan perlu diarahkan menurut fungsinya untuk menghindarkan dampak pembangunan yang negatif. Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terain, dan hidrologi dengan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tertentu, artinya bahwa jika lahan tersebut digunakan untuk penggunaan tertentu dengan mempertimbangkan berbagai asumsi mencakup masukan yang diperlukan akan mampu memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan Sitorus, 2004. Inti prosedur evaluasi lahan adalah menentukan jenis penggunaan jenis tanaman yang akan ditetapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhannya dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan lahan pertumbuhan tanaman tersebut dengan kualitas lahan secara fisik. Klasifikasi kelas kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi menurut metode FAO 1976. Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian lahan bedasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia Sitorus, 2004. Hasil penilaian kesesuaian lahan dapat berupa kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, kelas kesesuaian lahan aktual menyatakan kesesuaian lahan berdasarkan data dari hasil survei tanah atau sumberdaya lahan, belum mempertimbangkan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang berupa sifat lingkungan fisik termasuk sifat-sifat tanah dalam hubungannya dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha- usaha perbaikan. Usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonominya. Artinya, apabila lahan tersebut dibatasi kendala-kendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan untuk mengetahui efisiensi penggunaan lahan terhadap komoditas pertanian. Hasil penelitian menunjukkan 11 bahwa lahan-lahan dengan kelas kesesuaian lahan S1 memerlukan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan lahan S2 dan S3. Menurut Baktiawan 2008, prioritas lokasi yang menjadi arahan pengembangan kakao disusun berdasarkan kelas kesesuaian lahan dan penggunaan lahan sekarang. Prioritas satu diarahkan pada lahan-lahan yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat, yaitu pada lahan semak, padang rumput, tegalan, dan alang-alang. Prioritas dua merupakan lahan- lahan yang telah digunakan masyarakat yaitu pada penggunaan lahan kebun rakyat. Lahan arahan pada perkebunan rakyat dimasukkan dalam prioritas dua karena lahan ini merupakan lahan yang telah diusahakan masyarakat.

2.3 Kelayakan Finansial Usaha Tani

Untuk mengetahui secara komprehensif bagaimana aspek pengembangan usaha suatu komoditas pertanian maka perlu dikaji kelayakannya secara finansial. Menurut Gittinger 1986, aspek finansial terutama menyangkut perbandingan antara pengeluaran dengan pendapatan dari usaha perkebunan kakao rakyat serta waktu didapatkannya hasil. Untuk mengetahui secara komprehensif tentang kinerja layak atau tidaknya usaha tersebut, dikembangkan berbagai kriteria yang pada dasarnya membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu tingkat harga umum tetap yang diperoleh dengan menggunakan nilai sekarang present value yang telah didiskonto selama umur usaha produktif perkebunan kakao rakyat. Cara penilaian jangka panjang yang paling banyak digunakan adalah dengan menggunakan Discounted Cash Flow Analysis DCF atau Analisis Aliran Kas yang didiskonto Gittinger, 1986. Analisis DCF mempunyai keunggulan yaitu bahwa uang mempunyai nilai waktu yang merupakan ciri-ciri yang membedakannya dari teknik lain. Ciri pokok dari analisis DCF adalah menilai harga dengan memperhitungkan unsur waktu kejadian dan besarnya aliran pembayaran tunai cash flow. Biaya dipandang sebagai negative cash flow sedangkan pendapatan dipandang sebagai positive cash flow. Analisis sensitifitas digunakan untuk menghindari ketidakpastian perkembangan ekonomi di masa yang akan datang dan sering analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi sehingga ketidakpastian yang akan terjadi di masa yang akan datang, seperti terjadinya kenaikan biaya-biaya operasional, terjadinya penurunan harga yang menyebabkan penurunan keuntungan dapat diminimalisasi Syahrani, 2003. Analisis kepekaansensitivitas dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa besar persen penurunan atau peningkatan faktor- faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak dilaksanakan Gittinger, 1986. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perkebunan kakao terhadap pendapatan petani maka dapat dilakukan analisis kelayakan finansial pengusahaan perkebunan tersebut. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha tani kakao di Lampung Timur terlihat bahwa kelas kesesuaian lahan S2 dan S3 menunjukkan nilai yang menguntungkan. Hal tersebut terlihat dari nilai NPV antara Rp 19,014,723 –Rp 31,990,514, nilai BCR antara 4–6, dan nilai IRR antara 20-31 yang keseluruhan parameter tersebut dihitung berdasarkan discount faktor 17 Baktiawan, 2008.