Arahan Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

62 Selain aspek pemasaran komoditas kakao, ketersediaan sumberdaya manusia juga perlu menjadi fokus perhatian dalam pengembangan perkebunan kakao rakyat kedepannya. Adanya dukungan sumberdaya manusia yang handal akan dapat meningkatkan produktivitas tanaman kakao, baik sumberdaya manusia penyuluh pertanian maupun sumberdaya manusia petani itu sendiri. Faktor teknologi juga harus diperhatikan dalam mengusahakan kebun kakao, dengan tersedianya teknologi akan sangat membantu petani dalam pengusahaan kebun kakao mereka. Teknologi dalam budidaya kakao sangat diperlukan, seperti tersedianya peralatan untuk pemeliharaan tanaman kakao serta tersedianya sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan. 6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kakao rakyat berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan di Kabupaten Padang Pariaman seluas 51.342 ha, sedangkan lahan yang tidak berpotensi seluas 2.754 ha. Lokasi wilayah yang berpotensi disajikan dalam bentuk peta. 2. Pengusahaan kebun kakao rakyat pada lahan kelas kesesuaian lahan S2 dan S3 di Kabupaten Padang Pariaman layak secara finansial. Hal ini dapat terlihat dari nilai NPV, Net BCR dan IRR berada pada kriteria layak. 3. Terdapat tiga bentuk rantai pemasaran komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman yaitu: 1 rantai pemasaran 1: petani – pedagang nagari – pedagang kecamatan – pedagang kabupaten; 2 rantai pemasaran 2: petani – pedagang kecamatan – pedagang kabupaten; 3 rantai pemasaran 3: petani – pedagang nagari – pedagang kabupaten. Dari ketiga rantai pemasaran tersebut dilihat dari nilai margin pemasaran, maka rantai pemasaran 2 yang memberikan bagian harga lebih tinggi kepada petani. 4. Pasar komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman belum terintegrasi antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pedagang kabupaten. 5. Faktor yang sangat mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman adalah faktor pasar terutama terkait dengan kelayakan harga dan kestabilan harga jual komoditas kakao. Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh secara berurutan berdasarkan besar tingkat pengaruhnya adalah faktor sumberdaya manusia SDM meliputi keterampilan teknis budidaya petani serta ketersediaan tenaga kerja dan tenaga penyuluh, faktor teknologi dalam budidaya kakao, faktor luas pengusahaan lahan dan faktor modal. 6. Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman meliputi area seluas 51.342 ha yang terbagi kedalam tiga prioritas yaitu: prioritas 1 dengan luas 2.176 ha tersebar di 11 kecamatan, prioritas 2 dengan luas 43.017 ha tersebar diseluruh kecamatan dan prioritas 3 seluas 63 6.149 ha tersebar di 11 kecamatan. Distribusi spasial lokasi pengembangan perkebunan kakao rakyat disajikan dalam bentuk peta.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman melalui instansi terkait agar menganjurkan petani untuk mengusahakan kebun kakao pada lahan yang menjadi arahan pengembangan prioritas 1, 2 dan 3. Arahan pengembangan kebun kakao rakyat kedepannya perlu memperhatikan faktor pasar komoditas kakao, terutama terkait dengan kelayakan dan kestabilan harga jual komoditas kakao di tingkat petani. Disamping itu, yang juga perlu mendapat perhatian adalah faktor sumberdaya manusia SDM terkait dengan keterampilan teknis budidaya petani, ketersediaan tenaga kerja dan tenaga penyuluh pertanian serta faktor teknologi yang mendukung petani dalam budidaya tanaman kakao. Lokasi yang menjadi arahan untuk pengembangan perkebunan kakao rakyat perlu ditindaklajuti dengan perencanaan yang lebih detil dalam implementasinya kedepan, setidaknya dengan skala peta 1:50.000 untuk perencanaan kabupaten. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan data yang digunakan, dimana dalam penelitian ini hanya mengacu pada skala peta satuan lahan land unit dengan skala 1:250.000. DAFTAR PUSTAKA Akiyama T, Nishio A. 1997. Sulawesi’s Cocoa Boom : Lessons of Smallholder Dynamism and Hands-off Policy . The World Bank. Bulletin of Indonesian Economic Studies. 33 2:97-121. Anwar A. 2001. Usaha Membangun Aset-aset Alami dan Lingkungan Hidup Pada Umumnya Diharapkan Dapat Memperbaiki Kehidupan Ekonomi Masyarakat Ke Arah Keberlanjutan. Bahan Diskusi Serial di Lembaga Alam Tropika LATIN. Bogor. Arsyad L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. Jakarta ID: BPFE. Ashari SN. 2006. Analisis kelayakan finansial konversi tanaman kayu manis menjadi kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi [Skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Azzaino Z. 1983. Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Baktiawan J. 2008. Analisis pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Lampung Timur [Thesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. 64 Bambang. 2003. Formulasi strategi pengembangan agribisnis kakao rakyat di Provinsi Sulawesi Tenggara [Thesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. [Bappeda Kabupaten Padang Pariaman] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Padang Pariaman. 2012. Rencana Pembangunan Subsektor Perkebunan Kabupaten Padang Pariaman. Pariaman ID: Bappeda Kabupaten Padang Pariaman. [BPS Kabupaten Padang Pariaman] Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman. 2012. Padang Pariaman dalam Angka 2011. Pariaman ID: Badan Pusat Statistik. Damanik S, Herman. 2010. Prospek dan Strategi Pengembangan Perkebunan Kakao Berkelanjutan di Sumatera Barat. Bogor ID: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. [Deptan] Departemen Pertanian. 2004. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Pertanian. Jakarta ID: Departemen Pertanian. [Depperin] Departemen Perindustrian Republik Indonesia. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Jakarta ID: Departemen Perindustrian RI. [Disbun Sumbar] Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat. 2009. Rencana Pembangunan Perkebunan Sumatera Barat Tahun 2010. Padang ID: Disbun Sumbar. [Disbun Sumbar] Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat. 2012. Perkembangan Perkebunan Kakao di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011. Padang ID: Disbun Sumbar. [Distannakhut] Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Padang Pariaman. 2012. Statistik Perkebunan Tahun 2012. Pariaman ID: Distannakhut Kabupaten Padang Pariaman. Direktorat Jenderal Penataan Ruang. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta ID: Direktorat Jenderal Penataan Ruang [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2007. Pedoman Umum Revitalisasi Perkebunan Kelapa Sawit, Karet, dan Kakao. Jakarta ID: Ditjenbun Deptan RI. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2009. Hari Perkebunan 10 Desember, Merajut Sejarah Panjang Perkebunan Indonesia. Jakarta ID: Ditjenbun Deptan RI. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2012. Perkembangan Luas, Produksi dan Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan. Jakarta ID: Ditjenbun Deptan RI. Djaenudin D, Marwan H, Subagjo H, Hidayat A. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. 36 Halaman Djakapermana RD. 2010. Pengembangan Wilayah Melalui Pendekatan Kesisteman. Bogor ID: IPB Press. 65 [FAO] Food and Agriculture Organization. 1976. A Framework for Land Evaluation. Rome IT: Soil Bull.No.32.FAO. Faturuhu F. 2009. Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Terhadap Arahan Pemanfaatannya di DAS Waijari. Yogyakarta ID: Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 1 : 13-19. Febryano IG. 2008. Analisis finansial agroforestri kakao di lahan hutan negara dan lahan milik. Lampung ID: Jurnal Perennial 41:41-47. Gill K. 2012. The Chocolate Crisis [Internet]. Sydney AU: The University of Sydney. [diunduh 2012 April 18]. Tersedia pada: http:sydney.edu.aunewsscience397.html?newsstoryid=8961 Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian Terjemahan. Jakarta ID: Universitas Indonesia. Press. Goenadi DH, John BB, Herman, Andreng P. 2005. Prospek dan arah pengembangan agribisnis kakao di Indonesia. Jakarta ID: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta ID: Gadjah Mada University Press. 352 Halaman. Herman. 2007. Dampak Pesatnya Pengembangan Perkebunan Kakao Terhadap Serangan Hama PBK, Lingkungan dan Perekonomian Regional Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Heytens, PJ. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies. XX 1 : 3-4. Husain. 2006. Rancang Bangun Model Sistem Pengembangan Agroindustri Berbasis Kakao Melalui Pola Jejaring Usaha [Disertasi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Iqbal M. 2007. Analisis Peran Pemangku Kepentingan dan Implementasinya dalam Pembangunan Pertanian. Bogor ID: Jurnal Litbang Pertanian 263:89-99. Ismail Z. 2011. Penggunaan Benih Kakao Bermutu Dan Teknik Budidaya Sesuai Standar Dalam Rangka Menyukseskan GERNAS Kakao 2009-2011. Surabaya ID: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan. Marimin. 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta ID: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Nasution A. 2009. Pengaruh Pengembangan Wilayah Aspek Ekonomi Sosial Dan Budaya Terhadap Pertahanan Negara Di Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara. Medan ID: Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah Wahana Hijau. 3 4 : 117-130. Ravallion M. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agriculture Economic. 68 1: 102-109. American Agriculture Economics Associaton. Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta ID: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.