Latar Belakang Analysis and development direction of smallholder cocoa plantation in Padang Pariaman Regency, West Sumatra Province

4 tanaman tersebut, maka masyarakat beberapa tahun belakangan mulai beralih mengusahakan tanaman kakao yang harganya cukup menjanjikan dan relatif stabil. Disamping itu tanaman kakao relatif cocok dibudidayakan secara tumpang sari dengan tanaman kelapa, pisang dan pinang. Usaha perkebunan kakao yang dikelola dengan baik mulai dari aspek budidaya, pascapanen, industri pengolahan, hingga proses distribusi dan pemasaran dengan dukungan kelembagaan yang efektif akan meningkatkan kesejahteraan petani dan stakeholders Syam, 2006. Tabel 2 Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Tanaman Kakao di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011. No. KabupatenKota Luas lahan ha Produksi ton Produktivitas tonha 1 Pasaman 17.306 16.125 0,93 2 Padang Pariaman 13.312 15.540 1,17 3 Pasaman Barat 8.374 7.817 0,93 4 Agam 4.572 3.893 0,85 5 Limapuluh Kota 4.266 3.637 0,85 6 Pesisir Selatan 2.734 2.285 0,84 7 Solok 2.584 2.145 0,83 8 Sijunjung 2.151 1.843 0,86 9 Tanah Datar 2.103 1.752 0,83 10 Kota Sawahlunto 1.929 1.894 0,98 11 Dharmasraya 1.830 1.494 0,82 12 Kep. Mentawai 1.368 1.135 0,83 13 Kota Payakumbuh 919 788 0,86 14 Solok Selatan 916 821 0,90 15 Kota Padang 804 685 0,85 16 Kota Pariaman 598 561 0,94 17 Kota Solok 260 224 0,86 18 Kota Bukittinggi 15 13 0,87 19 Kota Padang Panjang 10 9 0,90 Sumber: Disbun Sumbar 2012 Permintaan komoditas kakao sebagai bahan baku industri terus mengalami peningkatan, baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Hal ini menyebabkan harga komoditas kakao tersebut cukup tinggi dan cenderung stabil. Memperhatikan peranan dan potensinya tersebut, kakao merupakan komoditas perkebunan yang menjanjikan untuk dikembangkan dalam menunjang pembangunan wilayah di Kabupaten Padang Pariaman.

1.2 Perumusan Masalah

Distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kabupaten Padang Pariaman atas dasar harga berlaku menunjukkan sektor pertanian penyumbang terbesar kedua yaitu sebesar 24,44 BPS Padang Pariaman 2012, sehingga sektor ini perlu mendapat perhatian untuk dikembangkan termasuk pengembangan subsektor perkebunan. Salah satu komoditas perkebunan yang memberikan sumbangan terhadap peningkatan PDRB Kabupaten Padang Pariaman dan mempunyai potensi untuk dikembangkan adalah tanaman kakao Theobroma cacao L. 5 Permasalahan dalam pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman adalah belum adanya arahan dalam pengembangan areal yang sesuai untuk perkebunan kakao, sehingga produksi belum mencapai target yang diharapkan, khususnya dalam meningkatkan pendapatan per kapita penduduk setempat. Belum juga ada perhitungan yang matang atas modal yang mereka keluarkan untuk pembelian sarana produksi seperti bibit kakao, pupuk, gunting pangkas, pestisida dan upah tenaga kerja. Disamping itu, informasi yang diperoleh petani tentang perkembangan harga biji kakao masih terbatas serta masih rendahnya kemampuan teknis petani dalam budidaya tanaman kakao. Mempertimbangkan besarnya potensi pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman dan dalam upaya penanganan permasalahan pengembangan kakao, maka perlu dilakukan penelitian dan analisis agar masyarakat tidak menanam tanaman kakao di lokasi yang tidak sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman biofisik, aspek spasial tata ruang dan aspek ekonomi. Untuk itu, diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang tepat agar hasil dan keuntungan yang diperoleh maksimal. Selain lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor kelayakan usaha juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Keuntungan secara finansial merupakan suatu keharusan dalam pengusahaan suatu komoditas. Pada umumnya belum ada perhitungan yang matang oleh petani dalam merencanakan pengusahaan kebun mereka, baik kelayakan finansial maupun aspek pasar dari komoditas kakao. Aspek pasar merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan pengusahaan kebun kakao rakyat. Beberapa bulan terakhir pada tahun 2012, harga biji kakao di tingkat petani di Kabupaten Padang Pariaman berkisar dari Rp 14.000kg sampai Rp 20.000kg. Petani tidak mengalami kesulitan dalam penjualan biji kakao karena pedagang pengumpul cukup banyak yang mendatangi petani untuk membeli. Permasalahannya adalah, apakah rantai pemasaran komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman saat ini telah efisien? Efisien dalam arti apakah keuntungan yang diperoleh petani sebanding dengan modal yang mereka dikeluarkan dan apakah harga di tingkat petani mempunyai keterpaduan yang tinggi dengan harga di tingkat pedagang kabupaten? Bila belum efisien, faktor apa yang menyebabkan dan apa alternatif pemecahan masalah tersebut sehingga rantai pemasaran komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman menjadi lebih efisien. Hasil analisis di atas perlu dipadukan dengan pendapat stakeholders terhadap pengembangan perkebunan kakao rakyat, sehingga dapat dijadikan pedoman atau arahan dalam pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Adanya arahan dalam pengembangan perkebunan kakao diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kakao sekaligus mendukung peningkatan perekonomian daerah sesuai konsep pembangunan berkelanjutan yakni sesuai dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Berdasarkan permasalahan di atas, maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Dimanakah lokasi yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kakao rakyat berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan? 2. Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap kelas kesesuaian lahan? 6 3. Bagaimana rantai dan margin pemasaran serta integrasi pasar komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman? 4. Bagaimana pendapat stakeholders terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman? 5. Bagaimana arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman?

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kakao berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan. 2. Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun kakao rakyat pada setiap kelas kesesuaian lahan. 3. Menganalisis rantai dan margin pemasaran serta integrasi pasar komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman. 4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman menurut stakeholders. 5. Menyusun arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada pemerintah daerah dalam menyusun dan mengambil kebijakan pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ekonomi daerah.

1.5 Kerangka Pemikiran Penelitian

Sektor perkebunan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian, yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam menggerakkan roda perekonomian nasional. Salah satu komoditas unggulan ekspor sebagai sumber penghasil devisa bagi negara dan menjadi sumber penghidupan masyarakat luas adalah komoditas kakao. Prospek perkebunan kakao cukup bagus dilihat dari kebutuhan akan produk turunan kakao yang terus meningkat. Peluang pengusahaan komoditas kakao menjadi meningkat di Indonesia, mengingat pasokan kakao dunia menurun di tengah kebutuhan yang meningkat. Meningkatnya permintaan komoditas kakao karena kakao memiliki berbagai khasiat di bidang kesehatan dan juga digunakan untuk bahan baku kosmetik. Selain itu, biji kakao juga sangat dibutuhkan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman, biji kakao diolah menjadi berbagai jenis produk akhir olahan seperti coklat batangan, coklat butter, coklat bubuk powder, cocoa liquor minuman tanpa alkohol dan berbagai produk olahan lainnya. Meningkatnya perkembangan industri pengolahan kakao akhir-akhir ini menyebabkan angka 7 permintaan biji kakao melebihi kapasitas produksinya atau terjadi defisit dalam persediaan biji kakao. Keadaan ini diperkirakan akan terus memicu terjadinya peningkatan harga kakao tahun-tahun kedepannya. Menurut Syarfi et al. 2010, Sumatera Barat memiliki potensi untuk pengembangan industri pengolahan kakao. Hal ini terlihat dari 1 Sumberdaya manusia: petani yang sebagian telah berpendidikan menengah dan tinggi, mempunyai kemauan yang tinggi untuk berusahatani kakao; 2 SDA yaitu: terdapat peningkatan yang tinggi dalam luas tanam kakao dan terdapat lahan potensial untuk pengembangan kebun kakao; 3 Pembibitan, yaitu: telah terdapat usaha pembibitan kakao oleh petani dan penangkar resmi; 4 Pascapanen: telah ada bantuan alat fermentasi untuk petani kakao serta telah ada industri pengolahan kakao bubuk dan pasta; 5 Pemasaran: kelompok tani atau koperasi telah mampu membeli kakao petani mendekati harga pasar dan telah mampu menjalin kerjasama pemasaran dengan lembaga terkait; dan 6 Kelembagaan petani: Sudah ada kelompok tani dan gabungan kelompok tani Gapoktan di sentra pengembangan kakao, sudah dilakukan upaya penguatan lembaga melalui pembentukan unit usaha, serta pembentukan Gapoktan di sentra produksi. Berdasarkan data BPS Kabupaten Padang Pariaman 2012, dapat diketahui ketersediaan lahan kering di Kabupaten Padang Pariaman cukup luas yaitu mencapai 86.833 ha. Hal ini tentunya merupakan suatu potensi untuk mendukung pengembangan subsektor perkebunan. Disamping itu, menurut Dinas perkebunan provinsi Sumatera Barat 2012, Kabupaten Padang Pariaman merupakan salah satu daerah yang direncanakan menjadi sentra pengembangan kakao di Provinsi Sumatera Barat. Kakao merupakan salah satu komoditas yang termasuk dalam program revitalisasi perkebunan, sehingga perlu dilakukan analisis mengenai potensi pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman. Analisis meliputi aspek sumberdaya fisik lahan melalui evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Dengan mengetahui tingkat kesesuaian lahan maka produktivitas optimal yang dihasilkan dapat diperkirakan. Selain aspek biofisik lahan sebagai salah satu faktor yang harus diperhatikan, juga aspek tata ruang dan kelayakan finansial perlu dipertimbangkan dalam rangka membuat arahan pengembangan suatu komoditas. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda seperti karakteristik sumber daya alam, topografi, infrastruktur, sumberdaya manusia, dan sumberdaya sosial dan aspek spasial. Perbedaan karakteristik tersebut dapat membuat terjadinya perbedaan biaya dan pendapatan yang diterima petani dalam pengusahaan usaha pertaniannya. Dalam rangka pengembangan kebun kakao di Kabupaten Padang Pariaman, analisis kelayakan finansial perlu dilakukan untuk mengetahui lahan mana yang cocok dan menguntungkan untuk pengembangan kebun kakao. Faktor lain yang menentukan pengembangan pengusahaan kebun kakao rakyat adalah kelembagaan pemasaran. Kelembagaan pemasaran petani umumnya lemah sehingga petani cenderung sebagai penerima harga price taker. Kurangnya informasi pasar dan mutu produk yang rendah merupakan penyebab rendahnya posisi tawar petani. Dalam rangka mengevaluasi efisiensi rantai pemasaran komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman maka analisis margin tataniaga dan analisis keterpaduan pasar perlu dilakukan.