Evaluasi Kesesuaian Lahan Analysis and development direction of smallholder cocoa plantation in Padang Pariaman Regency, West Sumatra Province

13 Gambaran selama ini menunjukkan bahwa implementasi program pembangunan pertanian relatif menjadi ranahnya para pemangku kepentingan utama yang secara signifikan berpengaruh atau memiliki posisi penting atas keberlangsungan kegiatannya. Sementara itu, peran pemangku kepentingan lainnya yang terkena dampak, baik positif penerima manfaat maupun negatif di luar kesukarelaan dari suatu kegiatan, relatif kurang dilibatkan secara hakiki. Oleh karena itu, pemahaman terhadap keberadaan eksistensi pemangku kepentingan mutlak diperlukan. Peran pemangku kepentingan seyogianya diwujudkan dalam wadah forum organisasi guna penyamaan persepsi, jalinan komitmen, keputusan kolektif, dan sinergi aktivitas dalam menunjang kelancaran program pembangunan pertanian Iqbal, 2007

2.6 Prospek Pengembangan Perkebunan Kakao

Pengembangan perkebunan merupakan salah satu program pembangunan di sektor pertanian yang berperan cukup besar dalam rangka perbaikan ekonomi wilayah termasuk ekonomi masyarakat yakni peningkatan pendapatan dan pemerataan usaha yang dapat menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembangunan perkebunan agar dapat berkembang secara baik, berkelanjutan dan berkesinambungan, sangat berkaitan dengan segala aspek pendukung seperti potensi sumberdaya lahan dan ketersediaan tenaga kerja yang ada di wilayah bersangkutan. Komoditas kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui perkebunan rakyat 94. Komoditas kakao penghasil devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja petani, mendorong pengembangan agribisnis dan agroindustri, pengembangan wilayah serta pelestarian lingkungan Ditjen perkebunan, 2012. Proporsi kepemilikan usaha perkebunan kakao terbesar di Indonesia adalah perkebunan rakyat seluas 1.555.596 ha 94 diikuti oleh perusahaan pemerintah seluas 54.443 ha 3 dan perusahaan swasta seluas 50.220 ha 3 Ditjenbun, 2009. Selain areal eksisting, beberapa provinsi di Indonesia masih memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan komoditas tersebut, dengan dukungan ketersediaan lahan cukup luas yang secara teknis memenuhi syarat dan SDM yang memadai. Oleh karenanya usaha pengembangan kakao tersebut sangat positif dan akan memberikan dampak yang mampu menggairahkan masyarakat petani pada umumnya. Hal ini sesuai dengan visi pembangunan perkebunan 2010- 2014 yaitu : ”Terwujudnya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkebunan ”, Ditjen perkebunan, 2012. Komoditas kakao mempunyai peranan penting terhadap perekonomian nasional. Tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia KTI serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga subsektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai sebesar US 701 juta Depperin, 2007. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao curah dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara 14 dan Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Negara Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka Depperin, 2007. Dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman kakao, sekaligus ingin meningkatkan pendapatan masyarakat, maka dilaksanakan kegiatan perluasan tanaman kakao pada wilayah-wilayah yang berpotensi untuk pengembangan tanaman kakao yang tertuang dalam Pedoman Teknis Perluasan Tanaman Kakao Tahun 2012, seperti wilayah yang masyarakatnya memperoleh pendapatan relatif rendah dibawah rata-rata, wilayah perbatasan dengan negara tetangga dan wilayah pasca konflik serta pasca bencana alam melalui perluasan tanaman yang dialokasikan di pemerintah kabupatenprovinsi Ditjen perkebunan, 2012. Sasaran secara nasional dari kegiatan perluasan tanaman kakao antara lain: 1 Meningkatnya produksi, produktivitas, mutu produk dan pendapatan pelaku agribisnis; 2 Berkembangnya usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengembangan; 3 Meningkatnya keterampilan, kemandirian dan kerjasama kelompok. Adapun Tujuan dari peluasan tanaman kakao yaitu: 1 Meningkatkan produksi, produktivitas kakao nasional; 2 Meningkatkan kesempatan kerja sehingga berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani Ditjen perkebunan, 2012. Kakao sebagai salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia, namun dalam pelaksanaan perluasan dan pengembangan perkebunan kakao mengalami beberapa kendala diantaranya, tanaman kakao sudah tua umur diatas 30 tahun atau rusak, serta meluasnya serangan hama dan penyakit Penggerek Buah KakaoPBK dan Vascular Streak Dieback VSD, sehingga produktivitasnya menurun Ismail, 2011. Pada perkebunan rakyat penurunan produktivitas diindikasikan terjadi karena mutu benih yang digunakan rendah benih tidak bersertifikat dan teknik budidaya tidak sesuai standar. Walaupun telah dilakukan upaya untuk memperbaiki kondisi tersebut namun hasilnya belum optimal karena masih dilakukan secara parsial dan dalam skala kecil. Oleh karena itu pemerintah melalui Kementerian Pertanian RI melakukan upaya percepatan peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan secara optimal seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber daya yang ada melalui kegiatan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional GERNAS 2009 - 2011 Ismail, 2011. Selain produktivitas lahan yang masih rendah permasalahan lain yang dihadapi dalam pengembangan perkebunan kakao yaitu masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao Depperin, 2007.