Perkembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

42 Rata-rata populasi tanaman per hektar sebanyak 650 batang dengan jarak tanam berkisar antara 4 x 3,5 m dan 4 x 4 m. Jumlah populasi lebih sedikit dibandingkan jumlah populasi tanaman kakao pada umumnya per hektar, dimana populasi per hektarnya bisa mencapai 1.000-1.200 batang dengan jarak tanam 3 x 3 m atau 3 x 3,5 m. Hal ini disebabkan karena petani pada umumnya hanya memanfaatkan lahan yang kosong diareal perkebunan kelapa mereka. Tanaman kakao yang ditanam petani di daerah penelitian sebagian besar berumur 8-12 tahun. Menurut Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Padang Pariaman, tanaman kakao rakyat sangat produktif pada umur 11-16 tahun dan akan mengalami penurunan produksi pada umur 17 tahun. Dalam melakukan budidaya tanaman kakao di Kabupaten Padang Pariaman, petani telah melakukan berbagai perawatan baik penyiangan gulma, pemangkasan, pemupukan terhadap tanaman yang telah ditanam. Rata-rata petani melakukan pemupukan sebanyak 2 kali setahun, walaupun ada juga petani yang tidak melakukan pemupukan secara teratur. Rata-rata penggunaan input produksi per hektar berupa penggunaan pupuk urea sebanyak 200 kg, pupuk KCl sebanyak 20 kg, kapur dolomit 8 kg, Phonska 70 kg dan penggunaan herbisida Round up sebanyak 3,85 liter, insektisida 1,4 liter, fungisida 0,65 kg, sedangkan penggunaan input tenaga kerja rata-rata sebanyak 30 Hari Orang Kerja HOK. Pemetikan buah kakao dilakukan 1 kali dalam 2 minggu, buah yang yang dipetik biasanya berwarna kekuningan, biji kakao dikeluarkan dari kulit buah dan dipisahkan dari selaput biji buah, kemudian dijemur 3-5 hari dibawah sinar matahari langsung. Setelah biji cukup kering lalu dijual ke pedagang pengumpul nagari yang mendatangi petani atau petani langsung menjual ke pedagang pengumpul kecamatan di pasar kecamatan setiap kali hari pekan. Petani tidak melakukan proses fermentasi terhadap hasil panen biji kakao, hal ini disebabkan tidak adanya perbedaan harga jual antara biji kakao yang difermentasi dengan biji kakao non fermentasi. Sistem fermentasi sebenarnya telah disosialisasikan oleh Dinas Pertanian Peternakan dan Kehutanan Kabupaten Padang Pariaman, namun petani enggan untuk melakukannya karena tidak ada perbedaan harga tersebut. Keberadaan kelompok tani sangat berpengaruh terhadap pengembangan kebun kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman. Kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk menimbah ilmu dan tempat memperoleh informasi dalam pengusahaan kebun kakao mereka. Salah satu kegiatan yang dilakukan lewat kelompok tani adalah adanya sekolah lapangan kepada para petani bagai mana perawatan tamanam kakao yang baik, penanganan pasca panen, dan sebagainya. Disamping itu, semenjak Oktober 2012 beberapa kelompok tani mendapat pembinaan dari LSM Swiss Swisscontact terkait berbagai hal tentang pembudidayaan kakao yang baik, seperti pembibitan, pemeliharaan dan penanganan pasca panen. 43 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lokasi yang Berpotensi untuk Pengembangan Perkebunan Kakao Berdasarkan Aspek Biofisik dan Ketersediaan Lahan Analisis untuk menentukan wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kakao berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan dilakukan dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografis dengan memadukan berbagai peta tematik. Peta tematik yang digunakan adalah peta RTRW Kabupaten Padang Pariaman tahun 2010-2030, peta penggunaan lahan land use eksisting , peta penunjukan kawasan hutan, peta administrasi dan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kakao. Penentuan wilayah yang berpotensi berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan diawali dengan menentukan kawasan yang diperuntukan untuk perkebunan dalam arahan pola ruang atau tata guna lahan yang tertuang dalam RTRW kabupaten, kemudian dipadukan dengan kawasan atau area penggunaan lain pada kawasan hutan. Selanjutnya dipadukan dengan area yang memungkinkan untuk pengembangan tanaman kakao yang ada pada peta penggunaan lahan di Kabupaten Padang Pariaman, sehingga akan diperoleh wilayah yang tersedia untuk pengembangan kebun kakao rakyat. Wilayah yang tersedia untuk pengembangan kakao, selanjutnya akan dipadukan dengan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kakao, sehingga dapat diketahui apakah wilayah tersebut sesuai untuk pengembangan kakao secara biofisik. Peta kesesuaian lahan aktual dalam penelitian ini diperoleh dengan menganalisis peta satuan lahan land unit Kabupaten Padang Pariaman yang dipadukan dengan kriteria persyaratan lahan untuk tanaman kakao yang dikeluarkan oleh Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian BBSDLP Kementerian Pertanian RI. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao Theobroma cacao L dapat dilihat pada Lampiran 1. Peta satuan lahan land unit yang digunakan merupakan Peta Satuan Lahan Lembar Padang 0751 Sumatera yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1990 dengan skala 1:250.000. Peta satuan lahan ini memberikan beberapa informasi terkait karakteristik fisik lingkungan serta fisik dan kimia tanah dari tiap satuan lahan di Kabupaten Padang Pariman meliputi kondisi lereng, bahaya erosi, drainase, tekstur tanah, kedalaman tanah, kejenuhan basa, KTK liat, pH H 2 O, C-Organik dan salinitas. Satuan lahan land unit dan penilaian kelas kesesuaian lahan pada wilayah yang tersedia untuk pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman disajikan pada Lampiran 2. Menurut Sitorus 2004, analisis kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Kerangka dasar dari analisis kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Dasar pemikiran utama dalam prosedur analisis kesesuaian lahan adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Hasil analisis kesesuaian lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk