Analisis Kelayakan Finansial Teknik Analisis Data

25 besar batas rata-rata volume produksi biji kakao yang dihasilkan petani selama periode analisis pengusahaan 20 tahun yang masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila rata-rata volume produksi penjualan biji kakao petani selama periode pengusahaan 20 tahun dibawah nilai tersebut maka petani akan rugi. Gambar 4 Grafik Break Event Point BEP Skenario meningkatkan biaya-biaya input dihitung dengan mencari sampai seberapa persen peningkatan biaya-biaya input dalam kegiatan pengusahaan kebun kakao tersebut yang menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak layak dengan asumsi ceteris paribus. Perhitungan Break Event Point BEP dapat dilakukan dengan cara Trial and Error yaitu dengan menghitung keuntungan operasi suatu volume produksipenjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualanproduksi yang lebih rendah, dan sebaliknya. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan produksi dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total TR=TC. 3.3.3 Analisis Rantai dan Margin Pemasaran serta Integrasi Pasar Komoditas Kakao 3.3.3.1 Analisis Rantai dan Margin Pemasaran Margin tata niaga digunakan untuk mengetahui dimana terletak keuntungan terbesar dari rantai pemasaran biji kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Semakin besar bagian harga yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai-rantai pemasaran yang terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut merupakan hal yang terpenting dalam pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman. Secara matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut : ∑ ∑ ∑ ∑ ..................5 Keterangan : TP : Total Penerimaan TB : Total Biaya BT : Biaya Tetap BV : Biaya Variabel Harga Volume BEP TP TB = BT+BV BV BT 26 Dimana : M = Margin tataniaga Rpkg Mj = Margin tataniaga Rpkg lembaga tataniaga ke-j j=1,2,..,m dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat Cij = Biaya tataniaga ke-i Rpkg pada lembaga tataniaga ke-j i=1,2,..,n dan n adalah jumlah jenis pembiayaan Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j Rpkg 3.3.3.2 Analisis Integrasi Pasar Komoditas Kakao Analisis keterpaduan pasar pada penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ravallion 1986 dan Heytens 1986. Harga pasar setempat diidentifikasi sebagai harga kakao yang dihasilkan petani Pf, sedangkan harga pasar acuan adalah harga kakao yang berlaku di tingkat pedagang pengumpul kabupaten Pe, hubungan kedua harga tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : P ft - P ft-1 = b 1 P ft-1 - P et-1 + b 2 P et-1 -P et-1 + b 3 P et-1 + b 4 X + µ t ................ 6 Dan dapat disusun kembali menjadi persamaan : P ft = 1 + b 1 P ft-1 + b 2 P et – P et-1 + b 3 -b 1 P et-1 + b 4 X + µ t ....................... 7 Dimana : P ft = Harga kakao tingkat petani pada bulan t P ft-1 = Harga kakao tingkat petani pada bulan sebelumnya P et = Harga kakao tingkat pedagang kabupaten pada bulan t P et-1 = Harga kakao tingkat pedagang kabupaten pada bulan sebelumnya X = Vektor musiman peubah lain yang relevan dipasar setempat waktu t t = Periode waktu µ t = Galat Koefisien b 2 pada persamaan 7 di atas menunujukkan seberapa jauh perubahan harga di tingkat pedagang kabupaten ditransmisikan ke tingkat petani. Koefisien b 2 disebut juga sebagai parameter keterpaduan jangka pendek antara pasar yang diamati. Keterpaduan pasar jangka pendek tercapai bila koefisien b 2 =1. Apabila nilai parameter dugaan koefisien b 2 bernilai 1, maka perubahan harga 1 persen pada suatu tingkat pasar akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu, semakin dekat nilai parameter b 2 dengan satu angka akan semakin baik keterpaduan pasarnya. Koefisien 1 + b 1 dan b 3 -b 1 masing-masing mencerminkan seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik di tingkat petani maupun pedagang kabupaten terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua koefisien tersebut menunjukkan indeks hubungan pasar Index of Market Connection yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : ................................. 8 Dimana : IMC = Indeks hubungan pasar Index of Market Connection b 1 = Koefisien harga di tingkat petani b 3 = Koefisien harga di tingkat pedagang kabupaten 27 Nilai IMC semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar jangka panjang yang cukup kuat antara harga pasar di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang pengumpul kabupaten. 3.3.4 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembang Perkebunan Kakao menurut Stakeholders Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao menurut pendapat stakeholders dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Analytical Hierarchy Process AHP. AHP merupakan suatu analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem dimana analisis ini dapat digunakan untuk memahami suatu sistem dan membantu dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Menurut Marimin 2008, prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberikan nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari bebagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Pendapat stakeholders sangat menentukan arahan terkait pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman, maka perlu diketahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao menurut stakeholders di Kabupaten Padang Pariaman. Menurut Saaty 1980, langkah- langkah yang dilakukan dalam metode AHP sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi atau menetapkan masalah-masalah yang muncul 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai 3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan 4. Menetapkan struktur hierarki 5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelakuobyek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor 6. Membandingkan alternatif-alternatif comparative judgement 7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas 8. Menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical consistency. Menurut Marimin 2008, beberapa prinsip dasar kerja AHP dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Penyusunan Hierarki Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, dan setiap unsur kemudian diuraikan menjadi beberapa kriteria dari unsur yang bersangkutan untuk selanjutnya disusun menjadi struktur hierarki. 2. Penilaian Kriteria Kriteria dinilai melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan tingkat kepentingan bobot dari elemen keputusan, penilaian pendapat judment dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini dilakukan 28 dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan kepentingan elemen dalam pendapat yang bersifat kualitatif. Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka kuantitatif. Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty 1980, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat seperti Tabel 4. Tabel 4 Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process AHP Nilai Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain 5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain 7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan 3. Penentuan Prioritas Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan, kemudian dicari nilai eigen value nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat relatif dari keseluruhan kriteria. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. 4. Konsistensi logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Jika penilaian tidak konsisten, maka proses harus diulang untuk memperoleh nilai yang lebih tepat. Dalam penelitian ini teknik AHP digunakan untuk mengetahui pendapat stakeholders terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Adapun beberapa faktor-faktor yang disajikan dalam kuesioner merupakan hasil penggalian kuesioner pendahuluan yang diperkuat dengan referensi tertulis mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan kakao. Berbagai faktor-faktor yang terjaring dari pendapat responden pada kuesioner pendahuluan kemudian diranking berdasarkan jumlahfrekuensi faktor yang terbanyak dipilih oleh responden. Kemudian dipilih 5 lima faktor teratastertinggi yang disesuaikan dengan referensi tertulis mengenai pengembangan tanaman kakao. Dengan menggunakan Teknik AHP dapat diketahui kriteria yang paling berpengaruh dari masing-masing faktor yang ditentukan. Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui pendapat responden terkait pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman, jawaban dari kuesioner tersebut diolah menggunakan program Microsoft Office Excel. Dengan pengolahan data dari kuesioner tersebut, maka dapat diketahui pendapat keseluruhan responden mengenai bobot dan prioritas kepentingan dari tiap faktor 29 yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman. 3.3.5 Menyusun Arahan Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Padang Pariaman Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman disusun dengan cara mensintesiskan hasil olahan dari empat tujuan penelitian sebelumnya. Pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan kebun kakao diantara menyangkut aspek biofisik, kelayakan pengusahaan kebun kakao secara finansial, pemasaran biji kakao serta pendapat stakeholders. Menyusun arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat secara aspek biofisik mempertimbangkan pola ruang pada RTRWK Padang Pariaman, penunjukan kawasan hutan, penggunaan lahan saat ini dan kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Disamping itu, lahan yang menjadi arahan diasumsikan lahan yang diprioritaskan untuk perkebunan kakao oleh Pemerintah Daerah Padang Pariaman. Kriteria penentuan arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat secara aspek biofisik dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Penentuan arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman secara aspek biofisik RTRW SK Menhut No.35Menhut2013 Penggunaan lahan sekarang Kelas Kesesuaian Lahan Kategori KP Areal Penggunaan Lain APL Kebun kakao rakyat tua dan tidak produktif, alang-alang, semakbelukar, kebun campuran, tanah kosong, hutan S2, S3 Arahan N Bukan arahan Pertanian lahan basah sawah, areal terbangun pemukiman Bukan arahan Diluar KP KSAKPA HL Apapun jenis penggunaan Bukan arahan Ket : KP = Kawasan Perkebunan, HL = Hutan Lindung, KSA = Kawasan Suaka Alam, KPA = Kawasan Pelestarian Alam Lokasi yang dijadikan arahan dalam RTRWK Padang Pariaman adalah wilayah yang ditetapkan menjadi kawasan perkebunan KP. Pada penunjukan kawasan hutan adalah areal penggunaan lain APL, hutan lindung dan hutan konservasi dan pelestarian alam HL, KSAAPL tidak diarahkan untuk pengembangan kakao. Penentuan kawasan hutan di Kabupaten Padang Pariaman berpedoman pada Peraturan Kementrian Kehutanan No. 35 tahun 2013. Sedangkan lokasi yang dijadikan arahan pada penggunaan lahan saat ini adalah lahan berupa alang-alang, semakbelukar, tanah kosong, perkebunan rakyat dan hutan diluar penunjukan kawasan hutan. Arahan pengembangan tanaman kakao secara aspek biofisik dibagi menjadi tiga prioritas. Adapun prioritas penentuan lahan yang menjadi arahan tersebut sebagai berikut: 30 1. Prioritas 1, berupa lahan yang belum termanfaatkan semakbelukar, alang- alang, padang rumput. 2. Prioritas 2, berupa lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi belum memberikan manfaat yang optimal kebun campuran dan kebun kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman yang sudah tidak produktif lagi. 3. Prioritas 3, berupa lahan yang belum termanfaatkan yang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengolahan menjadi kebun kakao hutan belukar. Penggunaan lahan basah tidak diarahkan untuk pengembangan tanaman kakao karena lahan basah diprioritaskan untuk mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Padang Pariaman. Lahan basah ditanami tanaman padi dan tanaman pangan lain seperti jagung, kedelai, dan tanaman sayur-sayuran. 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Fisik Daerah

Kabupaten Padang Pariaman dengan luas wilayah sekitar 1.328,79 km 2 dengan ibukota Parit Malintang memiliki panjang garis pantai 42,11 km. Luas daratan daerah ini setara dengan 3,15 persen dari luas daratan wilayah Propinsi Sumatera Barat. Kecamatan 2x11 Kayu Tanam tercatat memiliki wilayah paling luas, yakni 228,70 km 2 , sedangkan Kecamatan Sintuk Toboh Gadang memiliki luas terkecil, yakni 25,56 km 2 . Kabupaten Padang Pariaman merupakan wilayah yang sebagian besar berada pada dataran rendah dengan ketinggian 2-1.000 meter di atas permukaan laut. Beberapa bahasan yang berkaitan dengan kondisi fisik daerah penelitian adalah letak geografi, topografi, hidrologi, iklim, suhu dan curah hujan, geologi, jenis tanah, fisiografi dan penggunaan lahan. Masing-masing kondisi fisik daerah diuraikan secara tersendiri pada bagian di bawah ini. 4.1.1 Letak Geografi Kabupaten Padang Pariaman merupakan salah satu kabupaten yang terletak Provinsi Sumatera Barat. Posisi astronomis Kabupaten Padang Pariaman terletak antara 0 11’–0 49 ’ Lintang Selatan dan 98 36 ’–100 28 ’ Bujur Timur. Kabupaten Padang Pariaman berbatasan dengan Kabupaten Agam Utara, Kota Padang Selatan, Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar Timur, Samudera Hindia dan Kota Pariaman Barat. Secara administratif sampai akhir tahun 2010 Kabupaten Padang Pariaman memiliki 17 kecamatan, 46 nagari dan 366 korong. Kecamatan yang paling banyak memiliki nagari adalah Kecamatan Nan Sabaris dan Kecamatan Enam Lingkung yang mempunyai 5 lima nagari, sedangkan kecamatan yang paling sedikit memiliki nagari adalah Kecamatan Lubuk Alung dan Kecamatan IV Koto Aur Malintang yang hanya mempunyai 1 satu nagari. Sampai akhir tahun 2010, Kecamatan VII Koto Sungai Sarik masih merupakan kecamatan yang memiliki 31 korong terbanyak, yakni 41 korong, dan yang paling sedikit adalah Kecamatan IV Koto Aur Malintang, yakni 6 korong. Seluruh pemerintahan desa semenjak dikeluarkannya Perda No. 13 tahun 2001 telah dilikuidasi seiring pembentukan struktur pemerintahan nagari. Jumlah penduduk Kabupaten Padang Pariaman tahun 2011 terdapat sebanyak 397.062 jiwa Badan Pusat Statistik Kabupaten Padang Pariaman, 2012.

4.1.2 Topografi

Dilihat dari topografi wilayah, Kabupaten Padang Pariaman dibagi menjadi daerah datar, bergelombang sampai berbukit. Tiga bagian tersebut tergolong dalam tiga kelerengan, yaitu:  Wilayah datar dengan kelerengan 0-15 seluas ±75.477 ha, daerah ini berada pada bagian barat yang mengarah ke pantai. Daerah dataran ini terdapat disebelah barat yang terhampar sepanjang pantai dengan ketinggian antara 0 – 10 meter di atas permukaan laut.  Wilayah bergelombang dengan kelerengan antara 15-40 seluas ±16.186 ha.  Daerah bukit bergelombang dengan ketinggian 2–1000 meter di atas permukaan laut seluas ±29.546 ha. Daerah ini merupakan wilayah bagian timur sampai ke Bukit Barisan dengan kelerengan 40.

4.1.3 Hidrologi

Potensi hidrologi sangat penting dalam menunjang pembangunan, baik untuk kepentingan irigasi, air minum sanitasi, transportasi, maupun untuk kepentingan lainnya. Sumber air yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari berasal dari mata air dan 11 buah sungai besar dan kecil. Sungai-sungai yang terdapat di Kabupaten Padang Pariaman adalah Sungai Batang Sungai Limau, Batang Kamumuan, Batang Paingan, Batang Gasan, Batang Sungai Sirah, Batang Piaman, Batang Naras, Batang Mangau, Batang Ulakan, Batang Anai, Batang Tapakis. Aliran sungai sepanjang 263 km ini digunakan masyarakat sebagai sarana irigasi, perhubungan, MCK Mandi Cuci Kakus dan lain-lain.

4.1.4 Iklim

Kabupaten Padang Pariaman termasuk iklim tropis basah yang memiliki musim kering yang sangat pendek dan daerah lautan sangat dipengaruhi oleh angin laut. Suhu udara terpanas jatuh pada bulan Mei, sedangkan suhu terendah terdapat pada bulan September. 32

4.1.5 Suhu dan Curah Hujan

Rata-rata curah hujan secara keseluruhan untuk Kabupaten Padang Pariaman berkisar pada 2.500-3.000 mmtahun, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 18 hari per bulan. Temperatur rata-rata untuk Kabupaten Padang Pariaman adalah 25,14 derajat celcius dengan kelembaban relatif 86,57.

4.1.6 Geologi

Menurut Suryana et al. 1990, berdasarkan umurnya formasi batuan di Kabupaten Padang Pariaman digolongkan kedalam kuarter yang terdiri atas batuan endapan permukaan dan batuan volkanik. Endapan permukaan terdiri atas aluvium, lanau, pasir dan kerikil yang terdapat didataran pantai dan kipas koluvium dan aluvium berasal dari hasil rombakan andesit dan aliran lahar yang tak teruraikan dengan bongkah-bongkah andesit dipermukaan. Andesit terdapat di gunung merapi Qama, kaldera maninjau Qamj. Andesitbasalto-andesit paling muda dan berbentuk aliran laharlava, tuf aglomerat dan endapan koluvium volkan membentuk kerucut stratovolkan Tandikat.

4.1.7 Tanah

Jenis tanah yang mendominasi adalah tanah dengan ordo Inceptisol dengan great group yang paling dominan adalah Tropaquepts, Dystropepts, Dystrandepts, dan ada beberapa great group seperti Eutropepts, Humitropepts, Hapludults. Dystropepts tanah bertekstur halus, berpenampang dangkal sampai dalam tanah ini biasa terdapat ditanggul sungai. Tropaquepts merupakan tanah yang baru mengalami perkembangan, sedangkan Dystrandepts yang terbentuk dari tuf masam sampai intermedier yang biasanya ditemui dilereng atas dan tengah, tanah ini umumnya sudah berkembang, berpenampang dalam dengan drainase baik.

4.1.8 Fisiografi

Pembagian fisiografi bentang alam Kabupaten Padang Pariaman digolongkan menjadi 6 group yaitu: Marin B, Aluvial A, Volkan V, Karst K, Perbukitan H, Pegunungan dan Plato M, semua tercakup ke dalam 30 satuan lahan. Pada setiap satuan lahan umumnya ditemukan lebih dari satu satuan tanah pada tingkat great group menurut taksonomi tanah. Group Marin B termasuk daerah rendah resen dan subresen yang terjadi karena adanya proses pengendapan marin dengan bahan pembentuk utamanya berupa endapan dan bahan organik dan dijumpai di sepanjang pantai yang dipengaruhi oleh air laut. Di beberapa tempat satuan lahan marin dipotong oleh jalur aliran sungai. Group ini terdiri dari beting pasir pantai muda dan tua, cekungan antar beting yang selalu tergenang air sepanjang tahun dan rawa belakang pantai. Ketinggian tempat 0-5 m di atas permukaan laut dpl. 33 Group Aluvial A merupakan bentang alam yang masih muda terbentuk oleh aktivitas danau, pelebaran sungai dan koluviasi. Bahan pembentuknya berupa bahan endapan aluvial, koluvial dan hasil rombakan volkanik. Ketinggian tempat 5-600 m dpl. Group Volkan V yang menyebar di dataran rendah sampai daerah tinggi terbentuk oleh aktivitas volkan dan terdiri atas kerucut volkan, aliran lava, dataran volkan dan plato. Bahan pembentuk utamanya berupa tuf masam, tuf intermedier dan lava intermedier sampai basik. Endapan volkan yang telah mengalami pengangkatan lipatanpatahan dan tidak memperlihatkan kerucut aslinya termasuk kedalam group volkan tetapi dikelompokkan ke group perbukitan atau pegunungan. Group ini berasal dari pusat erupsi gunung tandikat. Ketinggian tempat 10-2.900 m dpl. Group Karst K berada pada daerah tinggi didominasi oleh batu kapur keras dan secara umum keadaan reliefnya tidak teratur dan terdiri atas puncak kapur setempat-setempat kantong dolina atau celah. Pelarutan batu kapur keras umumnya memberikan relief kasar yang dikenal sebagai lanskap karst. Relief ini berbeda dengan relief berbatukapur lunak yang lebih membulat. Ketinggian tempat 300-1.285 m dpl. Group Perbukitan H terdapat di dataran rendah sampai daerah peralihan terbentuk oleh proses orogenesis dan erosi. Group ini terdiri dari bukit-bukit kecil dan besar masing-masing dengan perbedaan ketinggian 10-50 atau 50-300 m serta tersusun oleh batuan sedimen dan batuan volkanik yang telah mangalami pelipatan kuat dan erosi sehingga bentuk kerucut volkan aslinya tidak tampak jelas. Ketinggian tempat 1-500 m dpl. Group Pegunungan dan Plato M termasuk kawasan bukit barisan dengan perbedaan ketinggian antar puncaknya lebih dari 300 m. Pegunungan yang terbentuk dari batuan sedimen, plutonik masam dan volkanik telah mengalami lipatanpatahan block faulting. Puncak-puncaknya berada pada ketinggian 1000 m dpl dan tertinggi 1810 m.

4.1.9 Alokasi Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan land use di Kabupaten Padang Pariaman tahun 2010 terbagi atas: 1 Permukiman perkampungan atau perkotaan; 2 Hutan primer, sekunder dan hutan belukar; 3 Kebun campuran; 4 Bandara Internasional Minangkabau; 5 Perkebunan rakyat; 6 Pusat pemerintahan; 7 Sawah; 8 Semak belukar; 9 Tanah kosong; 10 Tegalan; dan 11 Alang-alang. Berdasarkan interpretasi peta Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Padang Pariaman tahun 2010-2030, alokasi pemanfaatan ruang paling luas digunakan untuk kawasan perkebunan 40,74, kawasan pertanian lahan basah 21,36, hutan konservasi suaka alamkonservasi pelestarian alam 13,14, hutan lindung 10,87 dan kawasan pemukiman 8,85. Alokasi penggunaan lahan pada pola ruang yang tertuang dalam RTRW Kabupaten Padang Pariaman disajikan pada Gambar 5.