Analisis Kelayakan Finansial Teknik Analisis Data
25 besar batas rata-rata volume produksi biji kakao yang dihasilkan petani selama
periode analisis pengusahaan 20 tahun yang masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila rata-rata volume produksi
penjualan biji kakao petani selama periode pengusahaan 20 tahun dibawah nilai tersebut maka petani akan rugi.
Gambar 4 Grafik Break Event Point BEP Skenario meningkatkan biaya-biaya input dihitung dengan mencari sampai
seberapa persen peningkatan biaya-biaya input dalam kegiatan pengusahaan kebun kakao tersebut yang menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak layak
dengan asumsi ceteris paribus. Perhitungan Break Event Point BEP dapat dilakukan dengan cara Trial and Error yaitu dengan menghitung keuntungan
operasi suatu volume produksipenjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualanproduksi yang lebih
rendah, dan sebaliknya. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan produksi dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya
biaya total TR=TC. 3.3.3
Analisis Rantai dan Margin Pemasaran serta Integrasi Pasar Komoditas Kakao
3.3.3.1 Analisis Rantai dan Margin Pemasaran Margin tata niaga digunakan untuk mengetahui dimana terletak keuntungan
terbesar dari rantai pemasaran biji kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Semakin besar bagian harga yang diterima petani, berarti bargaining position
petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai-rantai pemasaran yang terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka
rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut merupakan hal yang terpenting dalam pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten
Padang Pariaman. Secara matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut :
∑ ∑
∑ ∑
..................5
Keterangan : TP : Total Penerimaan
TB : Total Biaya BT : Biaya Tetap
BV : Biaya Variabel Harga
Volume BEP
TP TB = BT+BV
BV
BT
26 Dimana :
M = Margin tataniaga Rpkg Mj
= Margin tataniaga Rpkg lembaga tataniaga ke-j j=1,2,..,m dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat
Cij = Biaya tataniaga ke-i Rpkg pada lembaga tataniaga ke-j i=1,2,..,n dan n
adalah jumlah jenis pembiayaan Pj
= Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j Rpkg 3.3.3.2 Analisis Integrasi Pasar Komoditas Kakao
Analisis keterpaduan pasar pada penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ravallion 1986 dan Heytens 1986. Harga pasar setempat
diidentifikasi sebagai harga kakao yang dihasilkan petani Pf, sedangkan harga pasar acuan adalah harga kakao yang berlaku di tingkat pedagang pengumpul
kabupaten Pe, hubungan kedua harga tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : P
ft
- P
ft-1
= b
1
P
ft-1
- P
et-1
+ b
2
P
et-1
-P
et-1
+ b
3
P
et-1
+ b
4
X + µ
t
................ 6 Dan dapat disusun kembali menjadi persamaan :
P
ft
= 1 + b
1
P
ft-1
+ b
2
P
et
– P
et-1
+ b
3
-b
1
P
et-1
+ b
4
X + µ
t
....................... 7 Dimana :
P
ft
= Harga kakao tingkat petani pada bulan t P
ft-1
= Harga kakao tingkat petani pada bulan sebelumnya P
et
= Harga kakao tingkat pedagang kabupaten pada bulan t P
et-1
= Harga kakao tingkat pedagang kabupaten pada bulan sebelumnya X = Vektor musiman peubah lain yang relevan dipasar setempat waktu t
t = Periode waktu
µ
t
= Galat Koefisien b
2
pada persamaan 7 di atas menunujukkan seberapa jauh perubahan harga di tingkat pedagang kabupaten ditransmisikan ke tingkat petani.
Koefisien b
2
disebut juga sebagai parameter keterpaduan jangka pendek antara pasar yang diamati. Keterpaduan pasar jangka pendek tercapai bila koefisien b
2
=1. Apabila nilai parameter dugaan koefisien b
2
bernilai 1, maka perubahan harga 1 persen pada suatu tingkat pasar akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat
pasar yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu, semakin dekat nilai parameter b
2
dengan satu angka akan semakin baik keterpaduan pasarnya. Koefisien 1 + b
1
dan b
3
-b
1
masing-masing mencerminkan seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik di tingkat petani maupun
pedagang kabupaten terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua koefisien tersebut menunjukkan indeks hubungan pasar
Index of Market Connection yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
................................. 8 Dimana :
IMC = Indeks hubungan pasar Index of Market Connection b
1
= Koefisien harga di tingkat petani b
3
= Koefisien harga di tingkat pedagang kabupaten
27 Nilai IMC semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar
jangka panjang yang cukup kuat antara harga pasar di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang pengumpul kabupaten.
3.3.4
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembang Perkebunan Kakao menurut
Stakeholders
Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao menurut pendapat stakeholders dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik Analytical Hierarchy Process AHP. AHP merupakan suatu analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem
dimana analisis ini dapat digunakan untuk memahami suatu sistem dan membantu dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Menurut Marimin 2008,
prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam
suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberikan nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif
dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari bebagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas
tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
Pendapat stakeholders sangat menentukan arahan terkait pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman, maka perlu diketahui faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao menurut stakeholders
di Kabupaten Padang Pariaman. Menurut Saaty 1980, langkah- langkah yang dilakukan dalam metode AHP sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi atau menetapkan masalah-masalah yang muncul
2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai
3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah
yang ditetapkan 4.
Menetapkan struktur hierarki 5.
Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelakuobyek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor
6. Membandingkan alternatif-alternatif comparative judgement
7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas
8. Menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical
consistency. Menurut Marimin 2008, beberapa prinsip dasar kerja AHP dapat
dijabarkan sebagai berikut : 1.
Penyusunan Hierarki Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, dan
setiap unsur kemudian diuraikan menjadi beberapa kriteria dari unsur yang bersangkutan untuk selanjutnya disusun menjadi struktur hierarki.
2. Penilaian Kriteria
Kriteria dinilai melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan tingkat kepentingan bobot dari elemen keputusan, penilaian pendapat judment
dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini dilakukan
28 dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan
elemen lainnya pada setiap tingkatan kepentingan elemen dalam pendapat yang bersifat kualitatif.
Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka kuantitatif. Hasil
penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty 1980, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam
mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat seperti Tabel 4.
Tabel 4 Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process AHP Nilai
Keterangan 1
Kedua elemen sama pentingnya 3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain 5
Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain 7
Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9
Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain 2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan 3.
Penentuan Prioritas Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan, kemudian dicari nilai eigen
value nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Nilai-nilai perbandingan relatif
tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat relatif dari keseluruhan kriteria. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan
sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui
penyelesaian persamaan matematik. 4.
Konsistensi logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Jika penilaian tidak konsisten, maka proses harus diulang untuk memperoleh nilai yang lebih tepat.
Dalam penelitian ini teknik AHP digunakan untuk mengetahui pendapat stakeholders
terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Adapun beberapa faktor-faktor
yang disajikan dalam kuesioner merupakan hasil penggalian kuesioner pendahuluan yang diperkuat dengan referensi tertulis mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam pengembangan perkebunan kakao. Berbagai faktor-faktor yang terjaring dari pendapat responden pada kuesioner pendahuluan kemudian
diranking berdasarkan jumlahfrekuensi faktor yang terbanyak dipilih oleh responden. Kemudian dipilih 5 lima faktor teratastertinggi yang disesuaikan
dengan referensi tertulis mengenai pengembangan tanaman kakao. Dengan menggunakan Teknik AHP dapat diketahui kriteria yang paling berpengaruh dari
masing-masing faktor yang ditentukan.
Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui pendapat responden terkait pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman, jawaban
dari kuesioner tersebut diolah menggunakan program Microsoft Office Excel. Dengan pengolahan data dari kuesioner tersebut, maka dapat diketahui pendapat
keseluruhan responden mengenai bobot dan prioritas kepentingan dari tiap faktor
29 yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang
Pariaman. 3.3.5
Menyusun Arahan Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Padang Pariaman
Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang
Pariaman disusun dengan cara mensintesiskan hasil olahan dari empat tujuan penelitian sebelumnya. Pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan
kebun kakao diantara menyangkut aspek biofisik, kelayakan pengusahaan kebun kakao secara finansial, pemasaran biji kakao serta pendapat stakeholders.
Menyusun arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat secara aspek biofisik mempertimbangkan pola ruang pada RTRWK Padang Pariaman,
penunjukan kawasan hutan, penggunaan lahan saat ini dan kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Disamping itu, lahan yang menjadi arahan diasumsikan lahan
yang diprioritaskan untuk perkebunan kakao oleh Pemerintah Daerah Padang Pariaman. Kriteria penentuan arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat
secara aspek biofisik dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Penentuan arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman secara aspek biofisik
RTRW SK Menhut
No.35Menhut2013 Penggunaan lahan
sekarang Kelas
Kesesuaian Lahan
Kategori
KP Areal Penggunaan Lain
APL Kebun kakao rakyat tua
dan tidak produktif, alang-alang,
semakbelukar, kebun campuran, tanah kosong,
hutan S2, S3
Arahan N
Bukan arahan
Pertanian lahan basah sawah, areal terbangun
pemukiman Bukan arahan
Diluar KP
KSAKPA HL
Apapun jenis penggunaan
Bukan arahan Ket : KP = Kawasan Perkebunan, HL = Hutan Lindung, KSA = Kawasan Suaka Alam,
KPA = Kawasan Pelestarian Alam
Lokasi yang dijadikan arahan dalam RTRWK Padang Pariaman adalah wilayah yang ditetapkan menjadi kawasan perkebunan KP. Pada penunjukan
kawasan hutan adalah areal penggunaan lain APL, hutan lindung dan hutan konservasi dan pelestarian alam HL, KSAAPL tidak diarahkan untuk
pengembangan kakao. Penentuan kawasan hutan di Kabupaten Padang Pariaman berpedoman pada Peraturan Kementrian Kehutanan No. 35 tahun 2013.
Sedangkan lokasi yang dijadikan arahan pada penggunaan lahan saat ini adalah lahan berupa alang-alang, semakbelukar, tanah kosong, perkebunan rakyat dan
hutan diluar penunjukan kawasan hutan.
Arahan pengembangan tanaman kakao secara aspek biofisik dibagi menjadi tiga prioritas. Adapun prioritas penentuan lahan yang menjadi arahan tersebut
sebagai berikut:
30 1.
Prioritas 1, berupa lahan yang belum termanfaatkan semakbelukar, alang- alang, padang rumput.
2. Prioritas 2, berupa lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi belum memberikan
manfaat yang optimal kebun campuran dan kebun kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman yang sudah tidak produktif lagi.
3. Prioritas 3, berupa lahan yang belum termanfaatkan yang membutuhkan biaya
yang cukup besar untuk pengolahan menjadi kebun kakao hutan belukar. Penggunaan lahan basah tidak diarahkan untuk pengembangan tanaman
kakao karena lahan basah diprioritaskan untuk mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Padang Pariaman. Lahan basah ditanami tanaman padi dan tanaman
pangan lain seperti jagung, kedelai, dan tanaman sayur-sayuran.
4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN