Prospek Pengembangan Perkebunan Kakao
16 Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh panjangnya rantai pemasaran yang ada dan
adanya senjang informasi harga yang terjadi. Ashari 2006 melakukan penelitian yang berjudul “Analisis kelayakan
finansial konversi tanaman kayu manis menjadi kakao di Kecamatan Gunung Raya Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi” menyatakan bahwa hasil perhitungan
pada tingkat diskonto 11,47, penanaman tanaman kayu manis dan kakao sama- sama menguntungkan. Namun, dari kriteria investasi tersebut tanaman kakao
lebih menguntungkan dibandingkan dengan tanaman kayu manis, sehingga dapat dinyatakan bahwa kakao layak untuk menggantikan tanaman kayu manis.
Febryano 2008 melakukan penelitian berjudul “Analisis finansial agroforestri
kakao di lahan hutan negara dan lahan milik” menyatakan bahwa jenis tanaman utama yang dipilih oleh petani adalah kakao; dengan kombinasi
utama pola tanam kakao+pisang di lahan hutan negara, dan kakao+petai serta kakao+durian di lahan milik sendiri. Ketiga pola tanam tersebut layak untuk
diusahakan berdasarkan hasil analisis finansial. Pola tanam kakao+durian dan kakao+petai lebih menguntungkan secara finansial dibandingkan pola tanam
kakao+pisang, tetapi petani yang berusaha di lahan hutan negara lebih memilih pola tanam kakao+pisang, karena tidak adanya keamanan penguasaan lahan di
lahan hutan negara. Sementara berdasarkan struktur pendapatan rumah tangga, pola tanam kakao+petai dan kakao+durian lebih baik dibandingkan pola tanam
kakao+pisang.
Syarfi et al . 2010 melakukan penelitian yang berjudul “Potensi
pengembangan pengolahan industri kakao di Sumatera Barat” menyatakan bahwa Sumatera Barat memiliki potensi untuk pengembangan industri pengolahan
kakao. Hal ini terlihat dari 1 Sumberdaya Manusia: petani yang sebagian telah berpendidikan menengah dan tinggi, mempunyai kemauan yang tinggi untuk
berusahatani kakao; 2 SDA yaitu: terdapat peningkatan yang tinggi dalam luas tanam kakao dan terdapat lahan potensial untuk pengembangan usahatani kakao;
3 Pembibitan, yaitu: telah terdapat usaha pembibitan kakao oleh petani dan penangkar resmi; 4 Pascapanen; telah ada bantuan alat fermentasi untuk petani
kakao serta telah ada industri pengolahan kakao bubuk dan pasta; 5 Pemasaran: kelompok tani atau koperasi telah mampu membeli kakao petani mendekati harga
pasar dan telah mampu menjalin kerjasama pemasaran dengan lembaga terkait; dan 6 Kelembagaan petani: Sudah ada kelompok tani dan Gapoktan di sentra
pengembangan kakao. Sudah dilakukan upaya penguatan lembaga melalui pembentukan unit usaha, serta pembentukan gabungan kelompok tani kakao pada
sentra-sentra produksi di seluruh kabupatenkota Provinsi Sumatera Barat.
Damanik 2010 melakukan penelitian yang berjudul “Prospek dan Strategi Pengembangan
Perkebunan Kakao Berkelanjutan di Sumatera Barat” menyatakan bahwa perkebunan kakao cukup penting bagi perekonomian regional Sumatera
Barat dan prospektif untuk terus dikembangkan. Adapun faktor strategis yang mempengaruhi pengembangan dan keberlanjutan perkebunan kakao di Sumatera
Barat yaitu: ketersediaan teknologi, tenaga pembina, pelatihan petani, dukungan kebijakan, luas perkebunan kakao, produktivitas, keterampilan petani dan
kelembagaan ekonomi petani.
Goenadi et al. 2005 melakukan penelitian berju dul “Prospek dan arah
pengembangan agribisnis kakao di Indonesia” menyatakan bahwa arah pengembangan agribisnis kakao adalah sebagai berikut: 1 Rehabilitasi kebun
17 dengan menggunakan bibit unggul dengan teknik sambung samping; 2
Peremajaan kebun tuarusak dengan bibit unggul; 3 Perluasan areal pada lahan- lahan potensial dengan menggunakan bibit unggul; 4 Peningkatan upaya
pengendalian hama PBK; 5 Perbaikan mutu produksi sesuai dengan tuntutan pasar; 6 Pengembangan industri pengolahan hasil mulai dari hulu sampai hilir,
sesuai dengan kebutuhan; 7 Pengembangan sub sistem penunjang agribisnis kakao yang meliputi: bidang usaha pengadaan sarana produksi, kelembagaan
petani dan lembaga keuangan.
Yosfirman 2009 melakukan penelitian yang berjudul “Potensi pengembangan perkebunan kakao di Kecamatan Sungai Geringging Kabupaten
Padang Pariaman” menyatakan bahwa terdapat potensi pengembangan perkebunan kakao di Kecamatan Sungai Geringging dilihat dari: 1 Peningkatan
luas areal; 2 Adanya usaha penangkaran benih; 3 Memadainya sarana dan prasarana usaha tani kakao; 4 Adanya kebijakan dan program pemerintah.
Namun demikian ada beberapa yang menjadi ancaman pengembangan perkebunan kakao di wilayah tersebut yaitu: 1 Aspek permodalan; 2 Belum
ada pengembangan usaha industri kakao fermentasi dan pendirian industri pengolahan kakao; 3 Produksi kakao rendah karena mutu benih rendah tidak
berstifikat, serangan hama PBK, pemangkasan dan pemeliharaan belum optimal, pemupukan belum sesuai rekomendasi.
3 METODE PENELITIAN